Jokowi: Tidak Ada “Backing-backingan” bagi Penjahat TPPO

0

pelita.online – Presiden Joko Widodo menggelar rapat internal membahas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/5/2023). Rapat tersebut diikuti oleh Menko Polhukam Mahfud Md, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menaker Ida Fauziyah, Wamenkumham Eddy Hiariej, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani.

Jokowi memerintahkan agar Satuan Tugas (Satgas) TPPO melakukan restrukturisasi untuk mempercepat langkah-langkah penanganan TPPO yang telah menelan ribuan korban Warga Negara Indonesia (WNI) dalam setahun terakhir. Hal itu disampaikan oleh Mahfud yang juga merupakan Ketua Satgas TPPO.

“Presiden memerintahkan harus ada langkah-langkah cepat dalam sebulan ini untuk menunjukkan kepada publik bahwa negara, kepolisian, TNI dan aparat pemerintah yang lain itu bertindak tepat dan hadir untuk ini,” kata Mahfud usai mengikuti rapat internal di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Mahfud menceritakan saat dirinya memimpin Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN pilar politik dan keamanan (polkam), semua negara ASEAN meminta Indonesia agar mengambil posisi kepemimpinan dalam TPPO. Mahfud menyebut TPPO merupakan kejahatan lintas negara dan bekerja sangat rapi, sehingga perlu ada tindakan tegas dari negara.

“Kita sendiri [pemerintah Indonesia] terkadang sudah mengetahui simpul-simpulnya, tapi terhambat oleh birokrasi mungkin juga oleh ‘per-backing-an’ dan sebagainya,” terangnya.

Mahfud mengatakan bahwa presiden secara tegas telah memerintahkan kepada Kapolri untuk menindak tegas segala bentuk tindakan yang melancarkan TPPO seperti modus per-backing-an. “Tadi pak presiden memerintahkan agar tidak ada backing-backingan bagi penjahat, backing bagi kebenaran adalah negara, backing penegakan hukum adalah negara,” ujarnya.

Dalam tiga tahun terakhir, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) telah menangani kurang lebih 94.000 anak-anak Indonesia yang dideportasi dari Timur Tengah maupun Asia dan 90% yang dideportasi adalah mereka yang dulu berangkat secara tidak resmi atau unprosedural. BP2MI meyakini 90% dari angka itu diberangkatkan oleh sindikat penempatan ilegal pekerja migran Indonesia.

“Kita punya masalah dengan TPPO, di mana orang dikirim ke luar negeri lalu menjadi budak-budak yang dianiaya atau terlibat dalam kejahatan-kejahatan dalam sebuah pengiriman tenaga kerja yang ilegal. Tadi BP2MI melapor kepada presiden pada satu tahun saja, mayat yang pulang karena TPPO mencapai 1900 orang lebih,” jelas Mahfud.

sumber : beritasatu.com

LEAVE A REPLY