Mahfud MD: Satgas BLBI Akan Tagih Utang Sjamsul Nursalim

0

Pelita.online – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, selaku tim pengarah satuan tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara dan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), menegaskan, Satgas BLBI juga akan menagih utang kepada Sjamsul Nursalim terkait kasus tersebut. Dikatakan, Ada 48 bank yang menerima kucuran dana dari BLBI.

Mahfud menambahkan, Sjamsul Nursalim merupakan salah satu dari 48 obligor tersebut. Dari Sjamsul Nursalim sendiri ada dua hal yang akan ditagih yaitu bersumber dari Bank Dewaruci dan selaku pemegang saham Pengendalian Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

“Pada bulan Desember tahun 1998. Pemerintah membuat kucuran dana untuk 48 obligor. Jadi pada waktu itu. Kan ada yang sudah ditagih, ada yang sudah lunas. Nanti kita beri tahu ke masyarakat. Apakah itu masuk BDNI? Sjamsul Nursalim itu utangnya dua macam, satu Bank Dewaruci kemudian ada BDNI. Nah itu akan ditagih,” kata Mahfud seusai menggelar rapat tertutup bersama tim Satgas BLBI, di Kantor Kemko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (15/4/2021).

Penagihan tersebut, lanjut Mahfud, masuk dalam hal perdata bukan lagi pidana. Sebab, pemerintah tidak bisa menolak putusan MA yang meniadakan hukum pidana dari kasus BLBI.

“Masuk kenapa tidak masuk? Kemarin kan dianggap kasus pidana, sekarang perdata karena memang perdata, cuma karena kasus pidana kita tunggu dulu. Benar ndak. Jadi masuk Bank Dewaruci dan BDNI punya Sjamsul Nursalim. Akan ditagih,” ungkapnya.

Sebelumnya diketahui tim Satgas BLBI telah menghitung tagihan utang dari kasus BLBI mencapai Rp 110 triliun. Hal tersebut sesuai dengan perkembangan jumlah kurs kemudian sesudah menghitung pergerakan saham dan nilai properti yang dijaminkan.

“Per hari ini dan ini yang menjadi pedoman, adalah sebesar Rp 110.454,809.645.467. Jadi Rp 110 triiun hitungan terakhir,” kata Mahfud.

Dia menjelaskan, utang tersebut dalam bentuk aset kredit, saham, properti, hingga tabungan dalam bentuk uang asing. Dia membeberkan terdapat enam macam bentuk tagihan.

“Ada enam macam bentuk tagihan itu dan bentuknya kredit itu Rp 101 triliun, yang kedua bentuknya properti 8, sekian triliun, lalu ada yang bentuknya itu rekening uang asing sehingga itungannya bisa berubah, ada yang berbentuk saham, jadi macam-macam ada enam kategori,” katanya.

Walaupun demikian, kata Mahfud, pihaknya memiliki 12 problem dalam aset tersebut. Dia mencontohkan seperti dalam bentuk properti, pihak yang menyerahkan barang tetapi belum menyerahkan secara resmi. Kemudian ada pula beberapa aset yang pindah ke luar negeri.

“Apa yang kami lakukan. Ya kita antarnegara bisa pakai ekstradisi atau pidana, Interpol, tadi Menkumham sudah menyatakan pakai cara itu. Bahkan jangan juga enak-enak, kita juga memertimbangkan langkah gijzeling untuk membayar. Di perdata kan ada,” kata Mahfud.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY