Mengenal Imam Besar Al Alzhar yang Tolak Penggabungan Agama

0

Pelita.Online – Nama Imam Besar Al-Azhar, Sheikh Ahmed Al Tayyeb, menjadi sorotan baru-baru ini terutama setelah dengan terbuka menolak seruan penggabungan agama Islam, Kristen, dan Yahudi yang disebut Abrahamisme.
Al Tayyeb menilai seruan itu bertentangan dengan nilai kebebasan beragama.

“Seruan ini, tampaknya, berusaha menggabungkan Yudaisme, Kristen, dan Islam dalam satu agama dengan nama Abrahamisme atau agama Abraham,” ujar Al Tayyeb dalam upacara hari jadi lembaga Islam-Coptic di Kairo, dikutip dari Gulf News, Selasa (9/11).
Mengutip situs pemerintah Mesir, Al Tayyeb yang lahir pada 1946 menjadi Imam Besar Al-Azhar ke-48 sejak 19 Maret 2010.

Gelar Imam Besar Al Azhar merupakan gelar bergengsi di dunia Islam Sunni dan jabatan prestisius di Mesir.

Orang yang menyandang gelar ini dianggap sebagian umat Islam (Sunni) sebagai orang yang memiliki otoritas tertinggi dalam pemikiran Islam Sunni dan fikih. Grand Syekh Al-Azhar memiliki pegaruh yang besar di dunia Islam.

The Royal Islamic Strategic Studies Centre yang berbasis di Amman, Jordania, memasukan Al Tayyeb sebagai Muslim berpengaruh di dunia dalam daftar The 500 Most Influential Muslim tahun 2018.

Ini bukan kali pertama bagi Al Tayyeb, pada 2017 lalu dia juga berada di urutan teratas sebagai Muslim paling berpengaruh setelah sebelum-sebelumnya yakni pada 2016, 2015, dan 2014 menduduki posisi kedua.

Sebelumnya, Al Tayyeb pernah menjabat sebagai presiden Universitas al-Azhar dan Mufti Agung Mesir.

Al Tayyeb merupakan profesor Ilmu Agama Islam. Ia juga fasih berbicara bahasa Inggris dan Prancis. Ia sering menerjemahkan referensi dari bahasa Prancis ke bahasa Arab.

Al Tayyeb memiliki banyak tulisan di bidang fikih, ilmu syariat, dan tasawuf. Ia lahir di distrik Elmsrashda, Kegubernuran Qena di Mesir Hulu, dengan garis keturunan keluarga Sufi.

Al Tayyeb menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar. Ia mendapatkan gelar Sarjana Doktrin dan Filsafat pada 1969. Setelah itu, ia memiliki gelar magister dan doktoral untuk bidang filsafat Islam pada 1971 dan 1977.

Mengutip situs Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia, Al Tayyeb diangkat menjadi dosen tetap di Universitas Al-Azhar setelah menyelesaikan gelar doktoral.

Sejak saat itu, Al Tayyeb tidak hanya mengajar di Al-Azhar, tapi juga di kampus-kampus luar Mesir.

Beberapa kampus tempat ia mengajar antara lain Universitas Islam Internasional di Islamabad Pakistan, Universitas Emirat, Universitas Qatar, dan Universitas Imam Muhammad bin Sa`ud di Riyadh, Arab Saudi.

Al Tayyeb, bersama Paus Fransiskus, juga sempat menandatangani Dokumen Persaudaraan Manusia, yang juga dikenal sebagai Deklarasi Abu Dhabi di Uni Emirat Arab.

Dokumen itu menggarisbawahi nilai-nilai toleransi, perdamaian, dan kebebasan beragama.

Al Tayyeb juga menganggap dirinya sebagai aktivis dialog antar-agama yang mendorong toleransi dan perdamaian antar-umat bergama.

sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY