Menilik Fenomena Influencer dan Artis yang Jadi Afiliator Trading Seperti Indra Kenz

0

Pelita.Online – Praktik influencer dan artis yang menjadi afiliator sistem trading seperti Binary Option dan kripto sedang marak terjadi. Bukan hanya di Indonesia, tapi di berbagai belahan dunia lain. Binary Option kini tengah menjadi sorotan setelah influencer Indra Kenz ditangkap polisi karena diduga melakukan penipuan lewat aplikasi Binomo. Indra Kenz yang dikenal dengan sebutan Crazy Rich Medan itu diduga melakukan judi online berdalih trading Binary Option. Kini ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, dengan ancaman pasal berlapis, termasuk tindak pidana pencucian uang (TPPU). Indra Kenz diduga melakukan tindak pidana judi online dan/atau penyebaran berita bohong melalui media elektronik dan/atau penipuan, perbuatan curang dan/atau TPPU.

Pemilik nama Indra Kesuma itu terancam hukuman 20 tahun penjara, dan asetnya akan disita. Tak hanya Indra Kenz, kasus investasi bodong juga menjerat influencer Doni Salmanan. Doni Salmaan dilaporkan karena diduga melakukan hal yang sama dengan Indra Kenz, namun lewat aplikasi Quotex. Kasus hukum Crazy Rich Bandung yang suka bagi-bagi uang itu sudah naik ke tahap penyidikan.  Menurut praktisi bisnis, Prof Rhenald Kasali, pada dasarnya fenomena banyaknya influencer yang menjadi afiliator trading merupakan teknik marketing. “Itu marketing, jualan, (dengan tujuan) untuk mempengaruhi. Setelah menggunakan influencer tidak mempan, mereka gunakan artis karena banyak orang membeli apapun yang diomongin artis,” ujar Rhenald Kasali saat dihubungi Kompas.com, Selasa (8/3/2022). Rhenald menyebut hal itu dengan fenomena like atau fenomena rasa suka dari penggemar kepada publik figur. “Selain artis, juga atlet. Khususnya di luar negeri, dua orang itu yang dianggapnya persuasif,” jelasnya.

Pemilik nama Indra Kesuma itu terancam hukuman 20 tahun penjara, dan asetnya akan disita. Tak hanya Indra Kenz, kasus investasi bodong juga menjerat influencer Doni Salmanan. Doni Salmaan dilaporkan karena diduga melakukan hal yang sama dengan Indra Kenz, namun lewat aplikasi Quotex. Kasus hukum Crazy Rich Bandung yang suka bagi-bagi uang itu sudah naik ke tahap penyidikan.  Menurut praktisi bisnis, Prof Rhenald Kasali, pada dasarnya fenomena banyaknya influencer yang menjadi afiliator trading merupakan teknik marketing. “Itu marketing, jualan, (dengan tujuan) untuk mempengaruhi. Setelah menggunakan influencer tidak mempan, mereka gunakan artis karena banyak orang membeli apapun yang diomongin artis,” ujar Rhenald Kasali saat dihubungi Kompas.com, Selasa (8/3/2022). Rhenald menyebut hal itu dengan fenomena like atau fenomena rasa suka dari penggemar kepada publik figur. “Selain artis, juga atlet. Khususnya di luar negeri, dua orang itu yang dianggapnya persuasif,” jelasnya.

Saat harga saham-saham tertentu meroket setelah dipompa oleh bandar nakal, pada suatu momen, saham tersebut akan seolah dibuang (dump) sehingga harganya sangat jatuh. Rhenald mengatakan para bandar saham ini melakukan pemufakatan jahat untuk mencari untung dengan cara ilegal. “Mereka menyebutnya trading, investasi, tapi sebetulnya itu adalah spekulasi. Karena ini adalah pasar yang tidak ada aturannya, dunia baru,” tuturnya. “Bisa dikatakan pemufakatan jahat, karena itu ilegal, crime. Berarti anda bersekongkol untuk merugikan orang lain,” lanjut Rhenald. Bandar saham bisa berasal dari berbagai kalangan seperti oknum di perusahaan sekuritas, pemilik saham, manajemen perusahaan, influencer, hingga grup Whatsapp.

Tugas dari Influencer adalah untuk membentuk opini publik secara tidak langsung agar masyarakat terbujuk membeli saham tertentu atau bergabung pada platform Binary Option, seperti yang terjadi dalam kasus Indra Kenz. Rhenald menilai apa yang dilakukan Indra Kenz salah karena melakukan penipuan, sekalipun sang influencer secara tidak langsung mengajak followernya untuk melakukan investasi di platform ilegal. Namun dengan mempromosikan, Indra Kenz disebut telah mempersuasi orang-orang untuk terjun pada sesuatu hal buruk. Apalagi tujuannya mengambil keuntungan dari kerugian orang lain. “Dia tahu kalau itu menguntungkan. Itu kan ilegal, dalam arti kata dia bilangnya itu trading padahal itu adalah judi. Itu kan salah pasti ya,” papar Rhenald. “Dan di Indonesia itu unregulated (tidak ada aturannya), tidak berizin. Harusnya kan trading itu berizin. Itu juga suatu kesalahan. Lalu dia mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain, kan semacam itu. Dan itu pencucian uang,” sambung dia. Rhenald mengatakan, pemanfaatan influencer oleh bandar saham nakal akan membuat budaya buruk dalam sistem perdagangan saham atau mata uang. Terutama untuk para investor pemula yang belum begitu mengerti soal analisis trading.

“Mereka mendorong agar orang-orang ini berpotensi dan bisa menjadi influencer. Karena hanya dengan seperti itu mereka bisa dapat customer dalam jumlah besar,” ungkap Rhenald. Pemanfaatan influencer dalam praktik investasi bodong tak hanya berdampak dalam sistem perdagangan saham. Sebab munculnya pencitraan “mendadak kaya” oleh influencer, kata Rhenald, akan membuat masyarakat tergiur. “Karena nanti ada orang yang ingin kaya cepat dalam usia muda seperti mereka tanpa kerja keras,” kata mantan Komisaris Utama PT Telkom Indonesia tersebut. Mengenai masalah ini, Rhenald menilai pentingnya regulasi yang lebih ketat agar praktik-praktik penipuan berdalih trading bisa diminalisir. Selain itu sosialisasi terhadap literasi keuangan digital kepada masyarakat pun disebut harus gencar dilakukan.

Selain Binary Option, saat ini banyak publik figur seperti artis yang juga mulai merambah dunia kripto. Ada beberapa alasan artis menggeluti bisnis mata uang digital yang kemudian menjadi tren itu. “Kan artis banyak yang nggak bisa manggung selama pandemi. Nah selama itu mereka juga mencari cara dan salah satu yang menarik adalah token dan koin ini,” ucap Rhenald Kasali. Beberapa waktu lalu sempat ramai diberitakan mengenai status token ASIX yang dikeluarkan keluarga Anang Hermansyah-Ashanty. Status token ASIX sempat disebut dilarang diperdagangkan. Namun belakangan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengatakan token ASIX sedang dalam proses masuk ke daftar kripto yang bisa diperdagangkan.

Kasus kripto dan publik figur ini juga terjadi di luar negeri. Pada Januari lalu, artis Kim Kardashian dan petinju Floyd Mayweather digugat karena diduga menipu investor terkait promosi token kripto. Keduanya dituntut lantaran meyakinkan para follower-nya untuk membeli token EthereumMax (Emax). Mereka dianggap mempromosikan token tersebut karena telah dibayar, tapi kemudian keluar setelah mengambil keuntungan dari melambungnya harga. “Ketika dia menjual token itu ternyata ada pemufakatan jahat di belakangnya. Padahal dia cuma nge-tweet aja atau tulis di IG nya. Tapi dia kan mempengaruhi orang,” urai Rhenald. “Setelah itu harga tokennya turun 98%. Ini yang saya bilang pump and dumb. Di belakangnya ada orang yang bersekongkol. Nah sekarang Kim Kardhasian sedang menghadapi class action di Amerika bersama Mayweather,” tambahnya.

Gugatan kelas aksi diajukan atas nama warga New York oleh pengacara John T. Jasnoch dari kantor of Scott + Scott di Pengadilan federal Los Angeles. Ia mengajukan gugatan mewakili mereka yang memberi token tersebut dari 14 Mei hingga 27 Juni 2021. Penggugat merasa dirugikan karena membeli token akibat pengaruh dari Kim Kardashian yang turut mengiklankan koin Emax pada 14 Juni 2021. Dalam unggahnya itu, Kim Kardashian mengajak 250 juta pengikut di Instagram miliknya untuk membeli token Emax, yang tak memiliki hubungan dalam mata uang kripto Ethereum. Sementara Floyd Mayweather juga turut mempromosikan EthereumMax dalam celana tinjunya di pertandingan melawan Logan Paul. “Harga tokennya jatuh, orang sekarang caci maki karena ngikutin mereka. Jadi ini karena fenomena kerartisan,” tutup Rhenald.

sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY