Penjelasan LAPAN soal Fenomena Waterspout di Waduk Gajah Mungkur

0

Pelita.online – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan fenomena yang terjadi di Waduk Gajang Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah. Lapan menyebut fenomena itu bukan puting beliung, melainkan fenomena waterspout.

Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer (PSTA) LAPAN Dr. Erma Yulihastin, dalam keterangannya, Kamis (21/1/2021), mengatakan waterspout merupakan tornado yang terkoneksi dengan air dan memiliki skala mikro, karenanya, fenomena ini hanya dapat terjadi di atas danau, tambak, sungai, bendungan. Dia menyebut ada 5 fase terjadinya waterspout, yakni:

1. Fase pembentukan awal, pada tahap ini terdapat dukungan temperatur, kelembapan dan pergeseran angin yang menjadi syarat bagi pembentukannya
2. Fase awan cerah terbentuk di atas permukaan air.
3. Awan cerah tersebut dikelilingi oleh awan disekitarnya yang berwarna abu gelap.
4. Pembentukan corong berwarna terang yang memanjang dan berbentuk spiral.
5. Corong spiral memanjang mulai tampak oleh pengamatan visual dan di bagian permukaan air terbentuk percikan air ke segala arah.

Pada saat tahapan kelima itu, peluruhan water spout terjadi ketika terdapat udara lembap atau uap air yang masuk ke dalam corong badainya. Erma menjelaskan bahwa water spout secara visual dapat dikenali dari bentuknya yang seperti belalai atau corong pipa panjang dan terlihat turun dari suatu awan jenis cumulus congestus atau cumulonimbus.

“Kejadian ini tak hanya langka tapi juga termasuk cuaca ekstrem karena menggambarkan badai super sel pada skala ruang yang mikro (puluhan meter),” kata Erma.

Erma menambahkan fenomena waterspout tidak bertahan lama. Bahkan menurutnya kecil kemungkinan water spout itu berpindah dari air menuju ke darat.

“Karena dukungan kelembapan atau uap air yang dihasilkan oleh suatu permukaan air cenderung memiliki karakteristik yang khas, maka water spout yang pernah terbentuk di suatu area, memiliki potensi besar dapat terjadi lagi di wilayah tersebut,” ujarnya.

Berbeda dengan puting beliung yang menurutnya memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan.

“Puting beliung memiliki kecepatan angin dan dampak kerusakan pada kisaran di bawah skala F-2 (Skala Fujita-2, menurut ahli tornado keturunan Jepang Tetsuya Fujita dari Universitas Chicago). Dengan demikian, puting beliung memiliki lintasan kurang dari satu kilometer dengan durasi hidup di bawah satu jam,” ujarnya.

Sebelumnya, fenomena angin puting beliung muncul di Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri, Jawa Tengah, Rabu (20/1) sore. Fenomena yang awalnya disebut puting beliung itu muncul dengan ukuran cukup besar dan berdurasi cukup lama.

Fenomena itu terlihat sekitar pukul 16.00 WIB. Kali pertama angin terlihat di atas perairan sekitar Desa Sendang, Kecamatan Wonogiri. Selanjutnya bergerak ke arah barat lantas ke selatan. Setelah bergerak ke arah selatan, angin kemudian hilang. Puting beliung hanya muncul di atas perairan dan tidak sampai ke daratan apalagi permukiman warga.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY