Peristiwa di 3 Hari Terakhir Sebelum 57 Pegawai KPK Resmi Dipecat

0

Pelita.Online – Sebanyak 57 Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi diberhentikan secara hormat hari ini, Kamis (30/9/2021). Mereka diberhentikan setelah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TSM) mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN). Terkait pemberhentian itu, berbagai kelompok masyarakat sipil berharap Presiden Joko Widodo segera mengambil sikap. Mereka meminta Jokowi menyelesaikan polemik akibat TWK itu. Harapan ini didasarkan pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyebut tindak lanjut dari hasil TWK diserahkan kepada pemerintah. Baca juga: Mahfud Sebut Pemerintah Tawarkan 56 Pegawai KPK Jadi ASN lewat Kapolri Selain itu, hasil pemeriksaan Ombudsman RI menemukan adanya malaadministrasi saat penyelenggaraan asesmen. Sementara, hasil penyelidikan Komnas HAM menunjukkan ada 11 jenis pelanggaran hak asasi dalam pelaksanaan TWK. Komnas HAM merekomendasikan agar Presiden Jokowi memulihkan status pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi ASN. Kemudian, Presiden juga diminta untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses TWK.

27 September: Aksi mahasiswa

Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Gerakan Selamatkan KPK (Gasak) menggelar demonstrasi di area Gedung Merah Putih KPK pada Senin (27/9/2021). Demo tersebut terkait pemecatan 57 pegawai KPK dengan pemberlakuan TWK dan dinilai semakin melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Mereka membawa 5 tuntutan, yang pada intinya mendesak Ketua KPK untuk mencabut SK 652 dan SK pimpinan KPK tentang pemberhentian 57 pegawai KPK yang dikeluarkan pada 13 September. Kemudian, mendesak Presiden untuk bertanggung jawab dalam kasus upaya pelemahan terhadap KPK dengan mengangkat 57 pegawai KPK menjadi ASN.

Kemudian, mendesak Presiden untuk bertanggung jawab dalam kasus upaya pelemahan terhadap KPK dengan mengangkat 57 pegawai KPK menjadi ASN. Selain itu, mereka juga menuntut Ketua KPK Firli Bahuri untuk mundur dari jabatannya karena telah gagal menjaga integritas dan marwah KPK dalam pemberantasan korupsi. Ratusan mahasiswa ini juga mendesak KPK agar menjaga marwah dan semangat pemberantasan korupsi. Mereka menuntut lembaga antirasuah itu agar segera menyelesaikan permasalahan korupsi, seperti kasus bansos, BLBI, benih lobster, suap Ditjen Pajak, dan kasus suap Harun Masiku.

Saat mahasiswa demonstrasi, Ketua KPK Firli Bahuri disebut tidak berada di kantornya. Menurut Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati, Firli sedang berada di Jambi untuk memimpin rapat koordinasi (rakor) pemberantasan korupsi terintegrasi. “Ketua KPK beserta jajaran Direktorat Korsup Wilayah I KPK menghadiri Rakor Pencegahan Korupsi Pemerintah Daerah se-Provinsi Jambi,” kata Ipi, Senin.

28 September: Peretasan 14 Pegawai

Sebanyak 14 dari 56 pegawai KPK yang akan diberhentikan diduga mengalami peretasan dalam kurun dua hari terakhir. Salah satu pegawai KPK, Ronald Sinyal mengatakan, belasan pegawai itu tidak bisa menggunakan aplikasi pesan Whatsapp, akun sosial media Telegram hingga surat elektronik atau e-mail. “Jadi ada yang kena Whatsapp saja, ada yang kena Telegram saja, ada yang keduanya. Ada yang e-mail juga,” ujar Ronald di Gedung ACLC KPK, Selasa (28/9/2021) sore. Menurut Ronald, peristiwa peretasan itu terjadi setelah aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung KPK pada Senin (27/9/2021) siang. Baca juga: Jelang Diberhentikan, 14 Pegawai Nonaktif KPK Diduga Alami Peretasan Sejumlah pegawai KPK, kata dia, tidak bisa mengakses aplikasi Whastapp maupun Telegram saat berada di Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi sejak Senin (27/9/2021) sore. Adapun, Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi di depan Gedung ACLC KPK didirikan oleh jaringan solidaritas masyarakat sipil. Kantor darurat ini merupakan bentuk kekecewaan terkait polemik pelaksanaan TWK dalam alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Melalui aksi tersebut, mereka mengajak masyarakat mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo agar segera bersikap.

29 September: 5.505 Surat dikirim ke Presiden

Perwakilan masyarakat pendukung Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi mengantarkan 1.505 surat untuk Presiden Joko Widodo melalui Sekretariat Negara pada Rabu (29/9/2021). Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi menerima surat-surat tersebut sejak hari pertama pembukaan, 15 September 2021. “Sebanyak 1.505 surat ini terdiri dari 917 surat yang disampaikan secara daring dan 588 surat disampaikan melalui Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi, baik dengan datang langsung maupun melalui jasa pengiriman,” ujar perwakilan masyarakat Kantor Darurat dari LBH Jakarta, Arief Maulana, melalui siaran pers, Rabu. Selain menyampaikan surat-surat dari masyarakat, ujar Arief, perwakilan masyarakat ini juga menyampaikan Petisi change.org yang telah ditandatangani 70.503 orang. Masyarakat yang berkirim surat berasal dari seluruh Indonesia, selain dari Jakarta antara lain Bandung, Yogyakarta, Bogor, Karawang, Padang, Banten, Tenggarong, Bengkulu, dan Jambi. “Latar belakang para pengirim surat pun beragam, yakni buruh, pelajar, mahasiswa, peneliti, mantan Komisioner KPK, guru besar, dosen, pegawai bank, pengemudi ojek online, pengamen ondel-ondel, pengamanan gedung, korban korupsi bansos, hingga pedagang minuman keliling,” kata Arief.

Menurut Arief, pesan untuk Presiden dalam surat-surat ini beragam. Satu pesan umum yang ada di setiap surat adalah permintaan pembatalan pemecatan 57 pegawai KPK yang disebut tidak lolos TWK. Pesan lain adalah meminta perhatian Presiden Jokowi terhadap rakyat. Salah satunya adalah yang menyebut bahwa masa pandemi sudah sangat sulit untuk rakyat. “Kami hidup di masa pandemi sudah sangat sulit, Pak, masa maling yang malah didukung dengan pelemahan KPK,” tulis seorang warga bernama Seva dalam sebuah surat.

sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY