Perludem Minta Parpol Bantu Hentikan Konflik Pilkada Yalimo

0
Deputi Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati

Pelita.Online – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mediskualifikasi pasangan calon nomor urut 1 Erdi Darbi-John W Wilil dan memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Yalimo untuk kedua kalinya, berujung aksi pembakaran sejumlah gedung pemerintahan. Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta partai politik (parpol) untuk tidak memprovokasi pendukungnya melakukan kerusuhan.

“Partai pengusung harus menghormati putusan MK itu, jangan diprovokasi juga masyarakatnya untuk demo,” ujar Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati kepada Republika.co.id, Selasa (6/7).

Khoirunissa mengatakan, parpol wajib mengedukasi massa pendukungnya bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, termasuk dalam perkara perselisihan hasil pilkada, sehingga wajib dilaksanakan. Tidak ada proses hukum lain setelah MK mengeluarkan putusan.

Para pemangku kepentingan juga harus memastikan jaminan keamanan bagi penyelenggara pemilu. KPU maupun Bawaslu pun harus bersikap profesional menghadapi persoalan di lapangan dalam melaksanakan putusan MK tersebut.

Sebab, menurutnya putusan MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 1 dapat diantisipasi sejak awal oleh penyelenggara pemilu. Hal ini berkaitan dengan persoalan status mantan terpidana Erdi Darbi usai menewaskan seorang polwan dari anggota Propam Polda Papua pada 17 September 2020 karena mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk alkohol.

Meskipun pada akhirnya, Erdi Darbi dialihkan menjadi tahanan kota melalui Putusan Nomor 500/Pid.Sus/2020/PN.Jap, bertanggal 18 Februari 2021, setelah sebelumnya majelis hakim menjatuhkan pidana selama empat bulan. Namun, dalam Putusan PN Jayapura diuraikan, Erdi Dabi terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 311 ayat 1, ayat 2, dan ayat 5 Undang-Undang Nomor 22 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun.

Ada syarat calon kepala daerah tidak boleh melakukan tindak pidana dalam Pasal 7 ayat 2 huruf g Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Calon kepala daerah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih.

Syarat calon dalam ketentuan tersebut berlaku karena pada saat melakukan tindak pidana sampai putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap, Erdi Dabi masih berstatus sebagai pasangan calon kepala daerah yang belum selesai mengikuti seluruh tahapan hingga pelantikan. Pilkada di Yalimo belum usai karena terjadi pelanggaran pemilihan sehingga MK memerintahkan PSU.

Persoalan ini yang kemudian menjadi gugatan pasangan calon nomor urut 2 Lakius Peyon-Nahum Mabel dalam perkara perselisihan hasil pilkada Yalimo yang kedua usai pelaksanaan PSU. Padahal, kata Khoirunnisa, sejak awal hal itu juga dapat ditangani oleh parpol pengusung dengan mengganti calon kepala daerah sebelum pelaksanaan PSU.

“Jika di awal partai politik sebagai pengusung mempertimbangkan hal itu ya mungkin rentetan ini tidak sampai di lapangan kan sampai kantor KPU dibakar segala macam,” katanya.

Sumber : Republika.co.id

LEAVE A REPLY