Profil Arteria Dahlan, Anggota Dewan yang Kerap Timbulkan Kontroversi

0

Pelita.Online – Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan merupakan sosok anggota dewan yang berulang kali menuai kontroversi di mata publik. Terbaru, ia terlibat percekcokan antara ibundanya dan seorang perempuan yang mengaku-ngaku sebagai anggota keluarga jenderal TNI. Video percekcokan tersebut viral di media sosial dan berujung pada aksi saling lapor antara kedua belah pihak.

Sebelum berkiprah di dunia politik, Arteria lama berkecimpung di dunia hukum. Dikutip dari situs resmi DPR, pria kelahiran 7 Juli 1975 itu memiliki gelar sarjana elektro dari Universitas Trisakti dan sarjana hukum dari Universitas Indonesia. Lulusan SMAN 70 Jakarta itu pun memiliki gelar S2 ilmu hukum ketatanegaraan dari Universitas Indonesia. Arteria pernah bergabung ke sejumlah firma hukum sejak tahun 1999, hingga akhirnya membentuk firma hukumnya sendiri yang bernama Arteria Dahlan Lawyers pada 2009.

Politikus PDI-P baru menjadi anggota DPR pada 23 Maret 2015 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Ia menggantikan Djarot Saiful Hidayat yang saat itu menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Pada Pemilihan Umum 2019, Arteria pun kembali melenggang ke Senayan dari daerah pemilihan Jawa Timur VII yang meliputi Kabupaten Tulungagung, Kabupaten dan Kota Blitar, serta Kabupaten dan Kota Kediri. Pada periode 2019-2024, Arteria duduk di Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum, hak asasi manusia, dan keamanan.

Adapun pengalaman organisasinya di PDI-P dimulai pada 2010 ketika ia menjadi kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Pusat PDI-P tahun 2010-2015.

Lalu, pada 2017, ia dipercaya menjadi koordinator Deputi Pengamanan Suara Badan Pemenangan Pemilu Pusat DPP PDI-P serta Deputi Bidang Hukum Badan Penelitian dan Pengambangan Pusat DPP PDI-P. Selain itu, Arteria menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP Ikatan Keluarga Minang sejak tahun 2017. Kontroversi Arteria pernah meminta dipanggil dengan sebutan “Yang terhormat” oleh pimpinan KPK. Permintaan itu ia sampaikan dalam rapat kerja Komisi III DPR pada 2017.

“Ini mohon maaf ya, saya kok enggak merasa ada suasana kebangsaan di sini. Sejak tadi saya tidak mendengar kelima pimpinan KPK memanggil anggota DPR dengan sebutan ‘Yang terhormat’,” ujar Arteria. Terakhir, Arteria menyatakan, polisi, jaksa, dan hakim semestinya tidak bisa ditangkap dalam OTT karena merupakan simbol negara dalam penegakan hukum. Sebab, menurut dia, OTT selama ini justru membuat gaduh dan menyebabkan rasa saling tidak percaya antarlembaga.

sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY