SDGs Desa Dukung Kesetaraan Gender di Desa

0

Pelita.online – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemdes PDTT) berupaya untuk mewujudkan kesetaraan gender di desa melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) Desa.

Menurut Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar, SDGs Desa adalah pembangunan total atas desa. Seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh warga desa tanpa ada yang terlewatkan dan mengarah pada 18 SDGs Desa. Salah satu segmen dari SDGs Desa ini adalah mewujudkan desa ramah perempuan.

“Ini menjadi perhatian karena perempuan termasuk menentukan arah pembangunan bangsa,” kata Gus Menteri, sapaan akrabnya, dalam pernyataan pers virtual, Rabu (11/11/2020).

Gus Menteri menjelaskan, perempuan di desa menghadapi sejumlah persoalan seperti keterbatasan akses, kekerasan seksual serta kesenjangan dalam dunia profesional.

Misalnya, proporsi jabatan manajer di mana jumlah perempuan yang menduduki posisi tersebut cenderung lebih rendah dari laki-laki. Begitu pula dengan proporsi perempuan yang menggunakan telepon genggam.

“Padahal telepon genggam bisa menjadi sumber lifelong education,” kata Gus Menteri.

Menurut Gus Menteri, ketidaksetaraan gender yang masih terjadi lebih bersifat struktural, sehingga membutuhkan kebijakan yang memihak perempuan. Dibutuhkan arah kebijakan yang meningkatkan partisipasi perempuan, melindungi perempuan dan meningkatkan akses dalam ranah publik.

“Olehnya, Desa Ramah Perempuan dalam SDGs Desa harus diwujudkan. Untuk bisa mengukur, kami pun menyusun sejumlah indikator-indikator untuk menilai Desa Ramah Perempuan,” kata Mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini.

Beberapa indikator yang dimaksud adalah Perdes/SK Kades yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30%, menjamin perempuan untuk mendapatkan pelayanan, informasi, dan pendidikan terkait keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Selanjutnya, angka partisipasi kasar (APK) SMA Sederajat capai 100%.

Serta persentase jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30%, dan persentase jumlah perempuan yang menghadiri musyawarah desa (musdes) dan berpartisipasi dalam pembangunan desa minimal 30%.

Prevalensi kasus kekerasan terhadap anak perempuan juga diharapkan mencapai 0% dan kasus kekerasan terhadap perempuan yang mendapat layanan komprehensif mencapai 100%.

Indikator lainnya, lanjut Gus Menteri, adalah median usia kawin pertama perempuan (pendewasaan usia kawin pertama) di atas 18 tahun, dan angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (age specific fertility rate/ASFR) mencapai 0% dan unmeet need kebutuhan ber-KB mencapai 0%, dan pasangan usia subur (PUS) memahami metode kontrasepsi modern minimal 4 jenis.

Gus Menteri mencontohkan, untuk tingkatkan pemberdayaan perempuan dan kebijakan desa yang responsif gender.

Misalnya, dengan menyusun Perdes/SK Kades tentang pemberdayaan perempuan atau program pemberdayaan ekonomi perempuan berbasis rumah tangga. Memberikan bantuan permodalan dan pelatihan kewirausahaan mandiri maupun pembentukan dan pelatihan kader desa tentang desa juga bisa membantu mewujudkan SDG ini.

“Untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dan perencaaan desa dengan cara memberikan ruang partisipasi perempuan dalam pemerintahan desa dan BPD, berikan kuota untuk perempuan terlibat dalam musdes, penguatan lembaga perempuan dan pelatihan kepemimpinan perempuan,” kata Gus Menteri.

Dirinya menambahkan, pendirian lembaga atau pos pengaduan kekerasan terhadap anak dan perempuan juga bisa meningkatkan pelayanan pelayanan penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan.

Begitu pula dengan pemberian fasilitasi dan pendampingan kepada korban maupun sosialisasi tentang perlindungan kekerasan.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY