Seabad Nahdlatul Ulama Menganut Paham Aswaja, Apakah Artinya?

0

Pelita.Online – Pada 31 Januari 2023 merupakan hari jadi Nahdlatul Ulama atau NU ke-97 tahun sejak berdiri pada 1926 silam. NU dikenal sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini mengklaim sebagai penganut paham ahlussunah wal jamaah, disingkat Aswaja.

Lantas, apa itu ahlussunah wal jamaah?

1. Sejarah berdirinya NU

Untuk diketahui, dikutip dari nu.or.id, pembentukan NU diinisiasi oleh sejumlah ulama pada 31 Januari 1926. Beberapa tokoh pendiri NU antara lain KH Cholil Bangkalan, KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH As’ad Syamsul Arifin, dan lainnya. Dalam kalender Islam, NU resmi berdiri pada 16 Rajab 1344 H. Tahun ini, 1444 H, usai NU genap seabad.

Berdirinya organisasi NU, selain untuk menyebarkan syiar Islam, juga untuk menanamkan spirit nasionalisme sebagai bekal melakukan perlawanan terhadap kolonialisme. Sebab itu, NU disebut sebagai jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah atau organisasi sosial keagamaan. Peran-peran sosial NU mencakup segala lini kehidupan manusia, termasuk masalah global atau persoalan masyarakat dunia.

2. Arti Ahlussunah wal Jamaah

Ahlussunah wal jamaah merupakan kalimat dari Bahasa Arab. Secara harfiah, kalimat ini berarti “orang yang mengikuti sunah dan berada dalam golongan jemaah”. Dikutip dari laman nubangkalan.or.id, Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah wa al-Jamaah. Ini merupakan ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad menerangkan bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali, yakni 73 golongan. Dari golongan-golongan tersebut, kata Nabi Muhammad, yang benar dan selamat hanyalah Ahlussunnah wa Jamaah. Sebab, Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan pengikut setia ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Nabi Muhammad bersama para sahabatnya pada zamannya.

Maulana Syekh Ali Jum’ah dalam laman NU mengungkapkan, secara praktik, ahlussunah wal jamaah adalah golongan orang-orang yang tidak hanya melihat teks dalam menafsirkan Alquran. Tapi mereka juga menekankan pentingnya memahami realitas kehidupan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Al-Qarf dalam kitab Tamyz Al-Ahkm.

“Kita harus memahami realitas kehidupan kita. Karena jika kita mengambil hukum yang ada di dalam kitab-kitab dan serta-merta menerapkannya kepada realitas apa pun, tanpa kita pastikan kesesuaian antara sebab hukum dan realitas kejadian, maka kita telah menyesatkan manusia.”

Paham ahlussunah wal jamaah atau aswaja inilah yang mendasari NU lebih fleksibel dalam menanggapi hukum atau fenomena yang ada di masyarakat.

sumber : tempo.co

LEAVE A REPLY