Sejarah Wahabi dan Mata-Mata Inggris

0

Pelita.Online – Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) baru-baru ini menyampaikan mereka memulai penyebaran Wahabisme terhadap Uni Soviet selama Perang Dingin atas permintaan Amerika Serikat. Mehmet Hasan Bulut, dalam tulisannya di laman Daily Sabah, memberi pemaparan soal Wahabi.

Nama Wahabi diambil dari Muhammad ibn Abd al-Wahhab yang lahir pada 1699 di Najd, di tengah Arab Saudi. Dia melakukan perjalanan ke berbagai kota termasuk Makkah dan Madinah dan tinggal di Basra selama bertahun-tahun, di mana perusahaan-perusahaan India Timur sangat aktif. Dia pergi ke Iran untuk mempelajari filsafat Aristoteles dan bertemu dengan misionaris Ismaili al-Makrami.

Sekembalinya ke kampung halamannya nanti, Muhammad ibn Abd al-Wahhab mengungkapkan ide-ide reformis yang diperolehnya selama perjalanannya. Dia membentuk aliran baru dengan mencampurkan ide-ide mazhab Hanbali, salah satu dari empat imam mazhab, dengan pemikiran ulama Islam Ibn Taimiyah dan miliknya sendiri. Dia membuat aliansi dengan Pangeran Diriyah Muhammad bin Saud Al Muqrin dan berada di bawah perlindungannya.

Dengan reformasi yang dilakukan selama dan setelah pemerintahan Elizabeth I, ketika dasar-dasar Protestan diletakkan di Inggris, maka kepercayaan pada syafaat, berdoa untuk orang mati, memanggil orang-orang kudus dan memberi arti penting pada relik suci, ditentang.

Wahabi yang didirikan oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab menjadi Protestantisme Islam. Menurut kepercayaan ini, adalah syirik meminta syafaat dari roh para nabi, mengunjungi makam para wali dan berdoa melalui mereka, membangun makam di atas kuburan dan menghargai peninggalan yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad dan para wali. Mereka yang melakukan hal-hal ini dianggap kafir.

Menurut sumber-sumber paling awal tentang dia, Muhammad ibn Abd al-Wahhab berpikir bahwa kitab-kitab suci seperti Alquran tidak bersifat ilahi. Pengembara Denmark Carsten Niebuhr menggambarkan Wahabi sebagai deists dalam bukunya Beschreibung von Arabien (Deskripsi Arab).

Menurut Niebuhr, Muhammad ibn Abd al-Wahhab tidak percaya bahwa Nabi Muhammad adalah seorang nabi. Sebaliknya, Al-Wahab menganggapnya sebagai seorang ulama besar. Dalam laporan yang disampaikan kepada Napoleon Bonaparte saat berada di Mesir, disebutkan bahwa Muhammad ibn Abd al-Wahhab adalah seorang Yesuit Prancis yang pindah agama. Meskipun dia bukan orang Prancis, dia pasti memiliki ide-ide reformis seperti para Yesuit.

Setelah Muhammad ibn Abd al-Wahhab, keluarga Saud mengambil alih kepemimpinan Wahabi. Mereka mendirikan negara mereka sendiri di Arab Tengah. Karena Sunni dan Syiah dianggap kafir menurut keyakinan mereka, mereka pun mulai melakukan pembantaian dengan menyerang Muslim lainnya pada masa pemerintahan putra Muhammad bin Saud Al Muqrin, Abdulaziz bin Muhammad Al Saud.

Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah disibukkan dengan masalah internalnya sendiri dan ancaman dari Rusia dan Eropa. Dominasi kekaisaran atas tanah Arab melemah. Saud bin Abdulaziz Al Saud, putra Abdulaziz bin Muhammad Al Saud, memanfaatkan ini dan merebut Makkah dan Madinah. Mereka menghancurkan kuburan dan makam dan mencegah umat Islam melaksanakan ziarah.

Akhirnya, Gubernur Mesir Albania-Utsmaniyah Muhammad Ali Pasha mengirim putranya Ibrahim untuk menghadapi Wahabi atas perintah Sultan Mahmud II. Ibrahim Pasha merebut kembali Makkah dan Madinah, dan Wahabi mundur ke Najd. Namun, Ibrahim Pasha bertekad memberantas masalah ini dan menutupnya.

Dia berbaris di Najd dan merebut ibu kota Saudi Diriyah. Dia membunuh sebagian keluarga Saud dan menyuruh putra tertua Saud bin Abdulaziz Al Saud, Abdullah bin Saud Al Saud, dikirim ke Istanbul dan dieksekusi.

Kerajaan Inggris telah mengikuti gerakan Wahabi sejak awal. Wahabi adalah sekutu potensial Inggris melawan Utsmaniyah Sunni. Setelah perjalanan yang sulit, mata-mata seperti Jesuit Gifford Palgrave, Wilfrid S. Blunt dan petugas British East India Company Lewis Pelly dari British Royal Geographical Society berhasil menjalin komunikasi dengan Saudi dan menandatangani perjanjian aliansi.

Inggris yang mengirim senjata ke Wahabi melalui India, mengirim mata-mata bernama William Shakespear ke keluarga Saud. Shakespear mulai menjabat sebagai penasihat militer untuk Abdulaziz bin Abdul Rahman Al Saud, yang dikenal di Barat sebagai Ibn Saud, tetapi dibunuh oleh suku saingannya dalam konflik pada 1915 setelah Perang Dunia I dimulai.

Dengan jatuhnya Sultan Abdülhamid II pada 1909, Kesultanan Utsmaniyah benar-benar berakhir dan kekuasaan beralih ke tangan komite Turki Muda yang disebut Komite Persatuan dan Kemajuan. Pemuda Arab, yang bekerja sama dengan Turki Muda melawan Sultan Abdülhamid II, pun berpisah dengan mereka seiring dengan dimulainya perang. Mereka kemudian mulai mengejar kemerdekaan mereka sendiri.

Syarif dan emir Makkah saat itu, Hussein bin Ali Al Hashimi, mendekati Arab Muda dan setuju dengan Inggris untuk menyelamatkan Arab dari Turki Muda. Inggris, yang ingin membagi Kekaisaran Ottoman menjadi negara-bangsa, telah lama mendukung kemerdekaan Arab. Mereka menjanjikan Hussein bin Ali dan anak-anaknya sebuah negara Arab yang besar dan menunjuk mata-mata Thomas Edward Lawrence sebagai penasihat mereka.

Ketika memegang Hussein bin Ali di satu sisi, Inggris sedang mempersiapkan keluarga Saud untuk berkuasa di sisi lain. John Philby menggantikan Shakespear sebagai penasihat Saudi setelah pembunuhan mata-mata itu. Teman Lawrence Gertrude Bell dan Kolonel Gerard Leachman juga mendukungnya.

Saat belajar di Cambridge, Philby bergabung dengan intelijen melalui mentornya Edward Granville Browne. Dia juga ayah dari petugas intelijen Harold “Kim” Philby, yang kemudian menjadi terkenal sebagai bagian dari Cambridge Five. Setelah perang, Inggris tidak menepati janjinya kepada Hussein bin Ali meskipun anak-anaknya diberi negara. Ibn Saud, yang merebut Makkah dan Madinah dengan dukungan Inggris, diproklamasikan sebagai raja Arab Saudi pada 1926.

Philby adalah penasihat terdekat Raja Abdulaziz sampai kematiannya. Dia dihargai atas jasanya dalam perang dengan melayani sebagai perantara dengan perusahaan minyak dan mobil Amerika.

Setelah pembentukan negara, Inggris seperti yang terjadi di sebagian besar tempat yang didudukinya, menarik diri dan mentransfer pengaruhnya di Arab ke Amerika Serikat. Dengan demikian, Arab Saudi menjadi sekutu permanen Amerika.

sumber : republika.co.id

LEAVE A REPLY