Temuan FITRA: 39 Pejabat Kemenkeu Rangkap Jabatan di BUMN

0

Pelita.online – Kajian Sekretariat Nasional FITRA pada tahun 2022 mencatat ada 39 pegawai eselon I dan II di Kementerian Keuangan atau pejabat Kemenkeu yang memiliki rangkap jabatan selain sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Mayoritas mereka menjadi komisaris BUMN maupun anak perusahaan BUMN.

“Dari pantauan Seknas Fitra, setidaknya 39 pegawai Kementerian Keuangan dari eselon I dan II yang merangkap jabatan, mayoritas menjadi Komisaris di BUMN dan anak perusahaan BUMN,” kata Tim Kampanye dan Advokasi Seknas FITRA, Gulfino Guevarrato dalam Konferensi Pers: Anggaran Negara Dilahap Para Pejabat yang Merangkap di kantor Seknas FITRA, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (3/3/2023).

Sebanyak 39 pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan merangkap jabatan paling banyak sebagai Komisaris dan Direktur di BUMN. Hal ini menunjukkan, adanya indikasi rangkap penghasilan karena yang bersangkutan masih dalam status aktif menjabat secara struktural.

Tak Hanya Kemenkeu

Gulfino menjelaskan jika ditelaah secara lebih luas, rangkap jabatan ASN di BUMN tersebar hampir di seluruh Kementerian dan Lembaga. Pada tahun 2023, Seknas Fitra melakukan uji petik pada 243 komisaris BUMN di seluruh BUMN.

Hasilnya ditemukan fakta, minimal terdapat 95 aparatur negara atau 45 persen  yang rangkap jabatan menjadi Komisaris BUMN.

Selain itu ditemukan ada dominasi beberapa Kementerian dan Lembaga tertentu dalam penempatan Komisaris di BUMN. FITRA menila permasalahan tersebut dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja K/L dan BUMN yang ditempati sehingga masyarakat luas bahkan negara berpotensi kehilangan manfaat atas kondisi seharusnya.

Temuan Ombudsman

Dalam kasus BUMN, temuan Ombudsman RI pada tahun 2020 menunjukkan ada 397 komisaris BUMN merangkap jabatan dan 197 komisaris anak perusahaan, terindikasi rangkap jabatan dan penghasilan.

Akibatnya, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan berpotensi tidak optimal. Misalnya  karena adanya hubungan kedekatan emosional dengan yang diawasi, minimnya kompetensi dan tidak memiliki keahlian dengan jabatan yang didudukinya.

“Sehingga hanya menerima gaji saja tanpa melakukan apa-apa,” kata dia.

Di samping itu, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 17 huruf (a) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (selanjutnya disebut UU Pelayanan Publik). Dalam pasal itu disebutkan ‘pelaksana pemerintahan dilarang merangkap sebagai Komisaris/Pengurus Organisasi usaha bagi pelaksana yang dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN dan BUMD’.

Rentan Konflik Kepentingan

“Dari pantauan Seknas Fitra, setidaknya 39 pegawai Kementerian Keuangan dari eselon I dan II yang merangkap jabatan, mayoritas menjadi Komisaris di BUMN dan anak perusahaan BUMN,” kata Tim Kampanye dan Advokasi Seknas FITRA, Gulfino Guevarrato dalam Konferensi Pers: Anggaran Negara Dilahap Para Pejabat yang Merangkap di kantor Seknas FITRA, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (3/3/2023).

Sebanyak 39 pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan merangkap jabatan paling banyak sebagai Komisaris dan Direktur di BUMN. Hal ini menunjukkan, adanya indikasi rangkap penghasilan karena yang bersangkutan masih dalam status aktif menjabat secara struktural.

Tak Hanya Kemenkeu

Gulfino menjelaskan jika ditelaah secara lebih luas, rangkap jabatan ASN di BUMN tersebar hampir di seluruh Kementerian dan Lembaga. Pada tahun 2023, Seknas Fitra melakukan uji petik pada 243 komisaris BUMN di seluruh BUMN.

Hasilnya ditemukan fakta, minimal terdapat 95 aparatur negara atau 45 persen  yang rangkap jabatan menjadi Komisaris BUMN.

Selain itu ditemukan ada dominasi beberapa Kementerian dan Lembaga tertentu dalam penempatan Komisaris di BUMN. FITRA menila permasalahan tersebut dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja K/L dan BUMN yang ditempati sehingga masyarakat luas bahkan negara berpotensi kehilangan manfaat atas kondisi seharusnya.

 


Temuan Ombudsman

Dalam kasus BUMN, temuan Ombudsman RI pada tahun 2020 menunjukkan ada 397 komisaris BUMN merangkap jabatan dan 197 komisaris anak perusahaan, terindikasi rangkap jabatan dan penghasilan.

Akibatnya, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan berpotensi tidak optimal. Misalnya  karena adanya hubungan kedekatan emosional dengan yang diawasi, minimnya kompetensi dan tidak memiliki keahlian dengan jabatan yang didudukinya.

“Sehingga hanya menerima gaji saja tanpa melakukan apa-apa,” kata dia.

Di samping itu, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 17 huruf (a) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik (selanjutnya disebut UU Pelayanan Publik). Dalam pasal itu disebutkan ‘pelaksana pemerintahan dilarang merangkap sebagai Komisaris/Pengurus Organisasi usaha bagi pelaksana yang dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN dan BUMD’.

Rentan Konflik Kepenting

Di sisi lain, dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), ASN diakui sebagai sebuah profesi. Sebagai orang yang bekerja di sektor publik dan tindak tanduknya berkaitan erat dengan hajat masyarakat umum, ASN adalah pekerjaan yang sangat rawan dengan jebakan dan perangkap konflik kepentingan. Kepentingan publik begitu luas dan umum.

Artinya pejabat/ASN Kementerian Keuangan yang merangkap jabatan di BUMN melanggar Pasal 1 ayat (14) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi (PerMenpan RB) No 12 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Penanganan Konflik Kepentingan.

Untuk itu, FITRA menilai jika rangkap jabatan ini dibiarkan, konflik kepentingan ini dapat mengakibatkan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara. Selain itu bisa melemahkan kepercayaan masyarakat pada institusi publik tersebut.

“Konflik kepentingan jika tidak dicegah bisa menjadi pintu masuk bagi praktik KKN, yang akan merugikan lebih banyak pihak,” kata dia.

Sumber : liputan6.com

LEAVE A REPLY