Turki Ancam Keluar dari Kesepakatan Astana

0
Foto: Perundingan Astana Ketujuh, 30-31 Oktober 2017

Ankara, Pelita.Online – Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengancam akan mengakhiri proses politik dengan Iran dan Rusia di Astana (konferensi Astana) jika serangan udara terhadap Idlib berlanjut.

“Kami memiliki 12 titik pos pemantau (kesepakatan zona de-eskalasi) di kota Idlib dan kami memberi tahu Rusia dan Iran bahwa jika melancarkan serangan apapun terhadap Idlib akan mengakhiri negosiasi politik dan membawa kami ke dalam perang,” kata Cavusoglu dalam wawancara dengan TV Turki, CNNTURK, pada Kamis (21/06).

Dalam pernyataannya yang ditujukan kepada Iran dan Rusia, selaku negara penjamin di pihak rezim Suriah, bahwa “setiap serangan terhadap kawasan itu mengakhiri perjanjian Astana.”

Provinsi Idlib dan pedesaannya masuk dalam perjanjian zona de-eskalasi yang disepakati dalam konferensi Astana pada Oktober 2017 lalu. Konferensi itu menempatkan Turki selaku di pihak oposisi Suriah, Iran dan Rusia selaku dari pihak rezim Assad, sebagai negara penjamin.

Sejak awal tahun ini, tentara Turki telah menyebar 12 pos pemantau di Idlib sebagai bagian dari kesepakatan zona de-eskalasi.

Tentara Turki memfokuskan keberadaannya pada daerah “strategis” untuk distabilkan. Hal itu tergantung pada kedekatannya dengan pengaruh pasukan Assad dan sekutunya Rusia, atau geografi yang mereka bentuk dalam hal ketinggian dan penampilan militer.

Akan tetapi, meskipun Turki telah membangun belasan pos pemantau, serangan udara rezim dan Rusia terus terjadi. Serangan itu terutama terjadi di wilayah barat yang berbatasan dengan Turki.

Dua pekan lalu, rezim Suriah menargetkan kota Ariha di pinggiran selatan Idlib sehingga menewaskan dua orang dan melukai lima lainnya.

Rezim mengakui serangan udara di Idlib, tetapi mengklaim bahwa serangan itu menargetkan lokasi Jabhah Nusrah, yang saat ini bermetamorfosi menjadi Hai’ah Tahrir Al-Syam (HTS).

Kiblat.net

LEAVE A REPLY