UU Ciptaker Dinilai Berdampak Positif untuk Kesejahteraan Petani

0
Buruh tani menebar pupuk di areal sawah di Indramayu, Jawa Barat, Kamis (1/10/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada September 2020 sebesar 101,66 atau naik 0,99 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/aww.

Pelita.online – Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai berdampak positif untuk kesejahteraan petani. Sebab pemerintah diwajibkan untuk memprioritaskan hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional, baru kemudian impor pangan. Impor dalam rangka memenuhi ketersediaan pangan nasional.

Demikian disampaikan ekonom Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara, Sabtu (31/10/2020). “Jadi bukan impor yang menjadi prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi produksi dalam negeri,” kata Surya.

Menurut Surya, kondisi ini tentu menjadikan petani sebagai tuan rumah di negaranya sendiri. Pasalnya hasil produksi petani akan mendapatkan pasar yang besar dan diproteksi dari serbuan impor dari luar negeri.

“Nah, ini artinya petani kemudian akan menjadi tuan rumah di negerinya sendiri, dimana Indonesia itu pasar yang besar dan akan ada jutaan orang yang mengkonsumsi produksi pertanian petani kita sendiri,” ujar Surya.

Surya juga menegaskan, pertanian tetap menjadi perhatian utama pemerintah melalui UU Ciptaker. Buktinya, beleid ini juga mewajibkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin terwujudnya keamanan pangan.

“Mulai dari mengutamakan produksi dalam negeri, lalu pemerintah pusat dan daerah juga wajib untuk membina dan mengawasi norma, standar, prosedur dan kriteria keamanan pangan. Ini bentuk kepedulian pemerintah terhadap sektor pertanian,” imbuh Surya.

Menurut Surya, meski semangat utama UU Ciptaker itu penciptaan lapangan kerja, tetapi jika aktivitas harus mengubah peruntukan lahan pertanian, maka pemerintah wajib menggantinya.

“Demi kepentingan terbukanya lapangan pekerjaan, alih fungsi lahan pertanian itu mungkin saja terjadi. Tapi pemerintah tetap diikat oleh aturan, bahwa (pemerintah) bertanggung jawab pada produksi pangan dalam negeri,” ujar Surya.

“Secara tidak langsung itu mewajibkan pemerintah harus membuka lahan pertanian baru untuk mengganti lahan yang sudah dialihfungsikan tadi.”

Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 31 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 19 UU 22/2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Kemudian Pasal 124 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 44 UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Dengan cara seperti itu, menurut Surya, maka penciptaan lapangan kerja dan perlindungan lahan pertanian dapat berjalan beriringan. Meskipun, harusnya pemerintah juga membuat masterplan antara mana kawasan pertanian dan mana kawasan industri.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY