Yang Tersisa Setelah Kenaikan UMP Jakarta 2022 Hanya 0,8 Persen, Pemprov Godok Skala Upah

0

Pelita.Online – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022 sebesar Rp 4.453.935, naik Rp 37.749 atau sekitar 0,8 persen saja dibandingkan 2021. Jumlah ini sudah diprakirakan sejak jauh-jauh hari, ketika Kementerian Tenaga Kerja mengumumkan bahwa rata-rata kenaikan UMP secara nasional hanya 1,09 persen. Kenaikan yang jauh dari signifikan ini akibat perubahan formula penghitungan upah sejak terbitnya Undang-undang Cipta Kerja dan peraturan turunannya soal pengupahan, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021. Melalui beleid anyar itu, penghitungan UMP sudah baku.

Pintu negosiasi antara pengusaha, pemerintah, dan buruh, seperti yang selama ini dilakukan, otomatis tertutup. Sebab, dalam menentukan UMP, data-data yang dipakai sebagai dasar penghitungan bersifat tunggal, yakni dari Badan Pusat Statistik sebagai lembaga berwenang.

Pemerintah daerah juga secara praktis kehilangan keleluasaan karena segalanya telah bersifat baku dari aturan yang diteken pemerintah pusat. “Sesuai situasi kondisi yang ada, adanya regulasi Cipta Kerja yang ada, tentu kami menyesuaikan dengan situasi yang ada,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, soal kenaikan UMP 2022 yang diakuinya tidak memuaskan, Senin (22/11/2021).

Kompensasi lewat skala upah

Kenaikan UMP DKI yang hanya seujung kuku membikin Gubernur Anies mesti cari kompensasi. Menurut Anies, jika bukan melalui peningkatan pendapatan, kesejahteraan buruh masih dapat diupayakan dengan membantu mereka berhemat. Kepada kalangan pekerja, Anies menjanjikan tujuh program yang tujuannya untuk menekan pengeluaran buruh. Ada perluasan jumlah penerima Kartu Pekerja, fasilitas pelatihan dan pendidikan untuk pekerja, juga bantuan agar buruh memperoleh pendapatan sampingan melalui wirausaha.

Di luar itu, Pemprov DKI Jakarta mengaku bakal segera menyusun peraturan gubernur (pergub) terkait skala dan struktur upah. Skala yang mesti diterapkan perusahaan ini menentukan besaran-besaran upah yang seharusnya diterima oleh pegawai berdasarkan masa baktinya di perusahaan tersebut, sesuatu yang juga jadi sorotan serikat pekerja.

“Bahkan di DKI Jakarta banyak yang memberlakukan UMP lebih dari 1 tahun. Bahkan sampai 5 tahun mereka masih UMP, sudah punya istri, anak, keluarga, upahnya masih UMP,” ungkap Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) DKI Jakarta Winarso, Selasa (10/11/2021). Pemerintah akan menghelat rapat dengan unsur buruh dan pengusaha untuk membahas batas bawah besaran skala upah ini.

Tidak seperti penetapan UMP 2022, belum ada formula baku besaran skala upah. Pemprov DKI disebut akan mencoba terbuka terhadap berbagai pertimbangan, termasuk survei kebutuhan hidup layak (KHL) versi buruh yang biasanya jadi salah satu acuan dalam sidang-sidang pengupahan sebelum era Undang-Undang Cipta Kerja. “Pengalaman-pengalaman yang lalu bisa jadi referensi untuk menyusun rambu-rambu dan aturan-aturan atau ketentuan dalam penyusuan pergub skala upah,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah, Senin (22/11/2021). Pergub ini ditargetkan terbit akhir 2021 untuk diterapkan mulai 2022, dengan harapan bisa menjamin agar pegawai yang telah bekerja lebih dari 1 tahun di suatu perusahaan, memperoleh upah di atas UMP.

“Bukan kepgub (keputusan gubernur), tapi pergub, supaya mengikat dan ada sanksi bila pengusaha tidak menerapkan itu,” sebut Andri.

Sanksinya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 di mana perusahaan yang melanggar dapat dikenai sanksi teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha. Guna memastikan aturan ini dipatuhi, Andri menjelaskan, skala dan struktur upah ini wajib dilampirkan perusahaan ketika, misalnya, mengajukan suatu izin. “Kalau tidak, kami tidak sahkan. Itu bagian dari upaya kami agar perusahaan mau menyusun struktur dan skala upah,” ujar Andri.

Pengusaha waswas akan rencana mogok kerja

Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi menyinggung soal mogok nasional yang direncanakan serikat pekerja. Rencana ini digaungkan serikat pekerja lantaran kenaikan UMP yang sangat jauh dari permintaan buruh yang menuntut kenaikan 7-10 persen. “Apa yang kita lakukan pasti semua mempunyai tujuan untuk mensejahterakan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi yang penting adalah mensejahterakan karyawan dan masyarakat pada umumnya,” ujar Dewi dikutip dari kanal YouTube resmi Kadin DKI pada Senin. “Kenapa saya harus bicara demikian? Karena pada tanggal 6 dan 8 Desember 2021 banyak sekali berita masuk kepada Kadin akan terjadi mogok besar-besaran,” tambahnya.

Dewi berharap kepada koleganya sebagai wirausahawan dan pimpinan perusahaan agar situasi dan kondisi kondusif. “Jangan sampai tanggal 6 dan 8 akan membuat suasana jadi gaduh, karena yang paling terkena dampak ketika situasi dan kondisi tidak kondusif adalah kita,” kata Dewi. Dewi berujar, jika perusahaan merugi, perusahaan tidak bisa banyak meminta tolong. Perbankan juga sudah punya prosedurnya sendiri terhadap perusahaan yang merugi. Dewi mengeklaim, kalangan pengusaha punya tanggung jawab moral terhadap nasib para pekerja ketika situasi perekonomian pulih.

Dewi juga menyebutkan bahwa para pengusaha membayar pajak kepada negara.

“Jadi kami berharap, teman-teman nanti dibantu Pak Wakil Gubernur dan pemerintah, jangan sampai tanggal 6 dan 8 membuat kondisi ini tidak kondusif dan kita-kita yang kena dampak,” lanjut Dewi. Terpisah, Ketua KSPI DKI Winarso mengaku belum dapat memastikan keberlangsungan aksi mogok kerja itu. “Masih kami bicarakan bersama teman-teman di aliansi. Rencana itu memang ada. Kami merencanakan mogok nasional tapi belum fixed ya tanggal berapanya,” ujar Winarso ketika dihubungi pada Senin kemarin.

Winarso mengaku masih harus melakukan konsolidasi dan pemantapan terkait aksi yang mereka rencanakan. Pasalnya, tak menutup kemungkinan ada dampak lanjutan dari aksi tersebut terhadap pekerjaan mereka. Winarso menyebutkan, seluruh serikat pekerja menolak kenaikan UMP DKI 2022 yang hanya 0,8 persen sebesar Rp 37.749. “Dilihat dari gejolaknya, teman-teman kemarin kan pada aksi juga, sama, mereka kan juga pada menolak. Maka dari itu kami sedang mengonsolidasikan semua kawan-kawan di dalam aliansi untuk bergerak bersama dalam hal mogok nasional,” jelas Winarso.

sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY