Artidjo Alkostar, Hakim yang Kerap Perberat Vonis Koruptor

0

Pelita.online – Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Artidjo Alkostar meninggal dunia pada Minggu (28/2), sekitar pukul 14.00 WIB. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Artidjo tak mengalami sakit apapun.

Artidjo tutup usia pada usia 72 tahun. Ia lahir di Situbondo, Jawa Timur pada 22 Mei 1948. Artidjo menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo. Ia masuk Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta.

Sejak lulus dari FH UII Yogyakarta pada 1976, Artidjo mengajar di kampus tersebut sampai saat ini. Ia sempat menjadi wakil direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta sampai pada 1981-1983.
Kemudian pada 1983 sampai 1989, Artidjo menjadi orang nomor satu di LBH Yogyakarta.

Sepanjang 1989 sampai 1991, Artidjo menetap di New York. Ia mengikuti pelatihan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) di Columbia University, selama enam bulan.

Selain itu, Artidjo juga bekerja di Human Right Watch (HRW) Divisi Asia. Pulang dari Negeri Paman Sam, ia mendirikan kantor hukum yang bernama Artidjo Alkostar and Associates sampai 2000.

Artidjo menutup kantor hukumnya karena terpilih sebagai hakim agung. Selama menjadi hakim agung, ia sempat memegang jabatan Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA).

Artidjo kerap mendapat banyak sorotan atas keputusan dan pernyataan perbedaan pendapatnya dalam banyak kasus besar atau dikenal dalam dunia hukum sebagai dissenting opinion.

Ancaman kerap datang ketika Artidjo berbeda pendapat saat memutuskan perkara. Salah satunya, kala menjadi hakim agung yang menangani perkara korupsi yayasan dengan terdakwa mantan presiden Soeharto. Saat dua hakim lainnya menginginkan perkara tersebut dihentikan, Artidjo justru sebaliknya.

Perbedaan pendapat dengan hakim lainnya tidak terjadi sekali saja. Artidjo tercatat sebagai satu-satunya hakim yang memberikan opini berbeda saat memutus perkara korupsi Bank Bali dengan terdakwa Joko Tjandra.

Ketika kedua koleganya setuju membebaskan terdakwa, Artidjo menolak kesepakatan itu. Ia bersikeras agar opini penolakannya masuk dalam putusan.

Foto: CNN Indonesia/Timothy Loen
Infografis Rekam Jejak Artidjo, Si ‘Algojo’ PK Ahok
Perberat Vonis Koruptor
Selama 18 tahun menduduki posisi hakim agung, Artidjo juga dikenal sebagai sosok yang tegas dalam memutus hukuman. Ia beberapa kali memperberat hukuman koruptor yang mengajukan kasasi ke MA.

Artidjo tercatat menangani 19.708 berkas perkara selama menjadi hakim agung.

Beberapa koruptor yang divonis berat antara lain mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, mantan kader Demokrat Angelina Sondakh dan Sutan Bathoegana, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, mantan Gubernur Banten Ratu Atur Chosiyah, hingga mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum.

Artidjo juga pernah menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus penodaan agama mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.

Setelah malang melintang sebagai hakim agung, Artidjo pensiun pada 21 Mei 2018.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantas menunjuk Artidjo menjadi anggota Dewan Pengawas KPK. Ia dilantik menjadi Dewan Pengawas KPK pada 20 Desember 2019.

Saat diangkat menjadi anggota Dewas KPK, Artidjo mengaku akan tetap menjaga independensi lembaga antirasuah. Ia menyebut akan profesional dan proporsional dalam menjalankan tugas sebagai Dewas KPK.

“Kita profesional dan proporsional, proporsional itu penting menjaga keseimbangan supaya lembaga ini sehat dan bekerja baik, sesuai harapan bersama,” katanya.

LEAVE A REPLY