Asal Usul Nama Lubang Buaya, Lokasi Peristiwa G-30-S Tahun 1965

0

pelita.online – Lubang Buaya adalah nama kelurahan di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Di daerah ini terdapat Monumen Pancasila Sakti yang dibangun guna menghargai jasa Pahlawan Revolusi yang gugur pada peristiwa G-30-S tahun 1965. Saat memasuki kompleks Monumen Pancasila Sakti, pengunjung akan melewati jalan lurus sejauh kira-kira 500 meter dengan pepohonan lebat di sisi kanan dan kiri.

Pada zaman dulu, daerah ini berupa desa dengan hutan karet, dekat dengan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Hal itulah yang jadi alasan mengapa daerah ini menjadi basis Partai Komunis Indonesia (PKI), dilaporkan oleh Kompas.com, Jumat (29/9/2023). “Ini dulu adalah hutan karet yang sudah tidak berfungsi,” tutur Baur Bin Info Monumen Pancasila Sakti, Serma Muhammad Soleh kepada Kompas.com, Selasa (12/9/2023). Daerah ini, lanjutnya, sepi dan jauh dari keramaian. Terdapat 13 rumah penduduk saat itu, tiga di antaranya lantas menjadi rumah bersejarah di kompleks Monumen Pancasila Sakti yaitu Serambi Penyiksaan, Pos Komando, dan Dapur Umum. Di daerah ini juga ada sumur tua, tempat dimasukkannya tubuh enam jenderal dan satu perwira pertama TNI AD pada Oktober 1965. Sumur itu dikenal sebagai Sumur Maut.

Beragam versi asal usul nama Lubang Buaya

Terdapat beragam versi di balik nama Lubang Buaya. Salah satu versi berhubungan dengan cerita masyarakat setempat tentang Datuk Banjir, sosok alim ulama dan pejuang pada masa penjajahan Belanda. “Kalau menurut hikayat orang sini, ada seorang (yang) sakti di daerah sini. Seorang sakti namanya Datuk Banjir,” tutur Soleh. Nama Lubang Buaya disebut muncul ketika Datuk Banjir naik kendaraan dari bambu menuju Jakarta pada abad ketujuh, dikutip dari Tribun Jakarta. Saat itu Datuk Banjir lewat rute Kali Sunter. Di tengah perjalanan, kendaraan yang dinaiki seakan tersedot ke sebuah lubang hingga menyentuh dasar kali. Masyarakat zaman dahulu meyakini, di kali tersebut ada sosok penguasa berupa siluman buaya putih. Singkat cerita, setelah menaklukkan sosok tersebut, Datuk Banjir mencetuskan nama Lubang Buaya.

Versi lainnya, nama Lubang Buaya bersumber dari sebutan bahwa sungai adalah tempat berbahaya atau lubang berbahaya karena arusnya yang deras. Tidak hanya itu, dikutip dari Tribun Jakarta dan laman Encyclopedia Jakarta Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, tahun 1986 dilakukan penelitian arkeologi di daerah ini. Hasilnya, ada sebuah lubang yang menemebus ke dalam tanah dari permukaan. Konon, lubang tersebut dulunya menjadi habitat buaya.  Namun, menurut Soleh, saat ini sudah tidak ada buaya di daerah ini. “Kalau sekarang sudah enggak ada,” katanya.

Pohon-pohon yang masih asli Soleh menyampaikan bahwa beberapa pohon yang ada di Monumen Pancasila Sakti masih asli, walau ada juga yang sudah ditebang karena dimakan rayap atau dianggap akan membahayakan pengunjung. “Pohon (di) sini ada yang masih asli dan ada yang sudah tidak asli. Kalau yang asli itu dulu dibikin pot,” ujar Soleh seraya menunjuk beberapa pohon di antara patung tujuh Pahlawan Revolusi dan Sumur Maut. Dulu ada sekitar tujuh pohon yang masih asli, namun saat ini hanya tersisa sekitar tiga pohon yang masih bertahan.

sumber : kompas.com

LEAVE A REPLY