Beragam Bentuk Serangan Fajar, Cara Curang Mengais Suara

0
Petugas Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kota Banda Aceh mengkampanyekan anti politik uang.

Pelita.online – Suap untuk mempengaruhi pemilih jelang pencoblosan atau ‘serangan fajar’ menjadi momok dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Fenomena politik uang ini riil dan selalu ada, dilakukan dengan berbagai cara.

Persaingan yang sangat ketat membuat kandidat yang bersaing rela melakukan politik uang agar bisa lolos pileg. Biasanya, modus upaya membeli suara ini akan terlihat jelang pemilu hingga pagi hari jelang pencoblosan.

Modus serangan fajar ini banyak berlangsung secara door to door ke warga atau melalui acara kegiatan masyarakat yang tergantung situasi daerah tersebut.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga sudah mengendus potensi politik uang karena ada penarikan uang dalam jumlah tidak normal dalam 2-3 tahun sebelum tahapan pemilu berlangsung. Perputaran uangnya luar biasa masif, serta diduga disimpan di suatu tempat dan berpotensi untuk diberikan ke masyarakat.

Namun, seperti apa saja bentuk-bentuk politik uang yang marak diberikan kepada masyarakat?

Amplop Berisi Uang

Penyidik KPK menunjukan barang bukti Operasi Tangkap Tangan terkait dugaan suap pengiriman pupuk via kapal di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, (28/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Membagi-bagikan uang kepada masyarakat dengan tujuan memilih calon tertentu sudah bukan rahasia umum lagi. Cara ini mungkin menjadi yang paling umum dilakukan oleh calon, dan biasanya dilakukan oleh tim sukses.

Kita ambil contoh kasus Bowo Sidik Pangarso yang baru-baru ini ditangkap KPK, karena diduga akan melancarkan serangan fajar demi memenangi pemilu. Bowo yang merupakan caleg DPR RI dapil Jawa Tengah II dari Partai Golkar ini diduga menggunakan uang suap dan gratifikasi senilai Rp 8 miliar untuk melakukan praktik ilegalnya.

Uang tersebut dibungkus dalam 84 kardus, di mana terdiri dari pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu dalam 400 ribu amplop.

Sembako hingga Suvenir

Selain uang, sembako menjadi salah satu bentuk politik uang yang banyak dilakukan. Masyarakat biasanya diberi sembako-sembako murah, dengan target menyasar kalangan ibu-ibu rumah tangga.

Suvenir-suvenir juga banyak ditemukan, mulai dari kaus, kalender, mug atau gelas, mukena, dan lainnya. Lalu, modus lainnya adalah menjanjikan pemberian sarana.

“Modus mereka seperti memberikan uang, sembako, dan sarana kepada masyarakat agar memilih caleg,” ucap Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (4/4).

Dalam survei Charta Politika beberapa waktu lalu menunjukkan praktik politik uang seperti ini masih dimaklumi oleh masyarakat. Setidaknya, sebanyak 45,6 persen masyarakat mengaku masih memaklumi praktik politik uang, sedangkan 39,1 persen tidak memaklumi, dan 15,4 persen tidak tahu atau tidak menjawab.

Jaminan Asuransi

PPATK juga menemukan caleg yang melakukan politik uang dalam bentuk jaminan asuransi kecelakaan. Modus itu dilakukan agar oknum tersebut tak perlu memberikannya dalam bentuk uang tunai.

Rupanya, modus ini sudah pernah ditemukan pada pemilu sebelumnya. Komisioner Bawaslu M. Afifuddin menjelaskan, caleg memberikan asuransi bersamaan dengan penyerahan undangan C6 atau undangan untuk mencoblos.

“Kadang-kadang ada amplop (undangan C6) yang isinya kartu nama, atau yang lebih fatal lagi ada uangnya. Ini harus kita cegah dan ini harus kita antisipasi, termasuk patroli yang kita harapkan menemukan orang-orang di belakangnya,” jelas Afif.

Kasus-kasus seperti yang diatas tersebut rupanya sudah diantisipasi KPK. Ketua KPK Agus Raharjo mengakui kasus seperti Bowo hanya fenomena gunung es, karena masih banyak caleg lain yang juga menyiapkan serangan fajar untuk hari pencoblosan.

Aroma serangan fajar juga sudah dicium oleh Bawaslu. Maka dari itu, mereka menggiatkan patroli terutama di hari-hari masa tenang sebelum pencoblosan pada 17 April 2019.

Sumber: Kumparan.com

LEAVE A REPLY