Jaksa Agung Ancam Miskinkan Para Koruptor: Mengenal Mekanisme Hukum Illicit Enrichment

0

pelita.online – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengancam akan memiskinkan koruptor dengan mengejar aset-aset hasil tindak pidana korupsi yang merugikan perekonomian negara.

Pendapat itu ia kemukakan saat memberikan kuliah umum Sound of Justice Road to Campus dengan tema “Demi Indonesia Tanpa Korupsi” yang diselenggarakan oleh Jaksapedia di Universitas Airlangga, Surabaya, Ahad, 27 Agustus 2023.

Diberitakan sebelumnya, menurut ST Burhanuddin cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi tindakan korupsi tidak hanya dengan memasukkan para pelaku ke penjara, tetapi harus ada upaya lain.

“Paradigma penegakan hukum pemberantasan korupsi selama ini masih terjebak dengan bagaimana memasukkan pelaku ke penjara. Padahal dengan memasukkan pelaku ke penjara saja belum cukup mengubah kondisi Indonesia agar bebas dari korupsi,” ujar ST Burhanuddin.

Upaya lain juga sempat diutarakan Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein di kantor ICW (Indonesia Corruption Watch), Jakarta pada 6 November 2013. “Kita perlu mengejar aset koruptor. Koruptor lebih takut miskin daripada kurungan di penjara,” ujar Yunus.

Terkait hal itu, menurut peneliti ICW Donal Fariz menyatakan bahwa hal itu dapat diterapkan dalam Pengaturan Illicit Enrichment. “Kita butuh aturan khusus yang bisa merampas kekayaan pejabat tetapi asal-usulnya tidak jelas,” ujar Donal sebagaimana dikutip dari situs Antikorupsi.org.

Dilansir dai Antikorupsi.org, setidaknya terdapat 5 keunggulan pengaturan Illicit Enrichment.

  1. Memiskinkan koruptor dengan menerapkan pembalikan beban pembuktian, yang membuat terdakwa harus bisa membuktikan asal-usul kekayaannya, dapat diterapkan secara maksimal.
  2. Menguatkan fungsi pelaporan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) sehingga tidak cenderung bersifat formalitas dan tanpa sanksi pada pejabat yang bohong tentang kekayaannya.
  3. Memudahkan pembuktian jika dibandingkan dengan UU Pencucian Uang, pasal gratifikasi, dan bahkan pembuktian terbalik di UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  4. Menyerang langsung pada motivasi melakukan korupsi (pengumpulan kekayaan).
  5. Mendistribusikan kekayaan yang dirampas untuk negara bagi keadilan yang lebih luas, seperti untuk sektor pendidikan, kesehatan atau pelayanan dasar lainnya.
  6. Pentingnya Illicit Enrichment juga diugnnkapkan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango. Menurutnya, lemahnya konsep llicit Enrichment membuat KPK kerap kesulitan menindak langsung pejabat yang korupsi, termasuk kasus pejabat pajak  Rafael Alun Trisambodo karena kekayaannya yang tidak wajar.Dilansir dari Tempo, Illicit enrichment merupakan aturan mengenai kekayaan yang tidak wajar milik pejabat publik yang di luar logika pendapatan sahnya. Bila konsep itu diadopsi, maka lembaga penegak hukum bisa langsung mempidanakan pejabat publik yang mempunyai harta tidak wajar sampai bisa memiskinkan para koruptor.

    Konsep itu sendiri sudah dikenal luas oleh negara-negara di dunia terutama telah terkandung dalam Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Menentang Korupsi atau UNCAC. Sebagian negara telah meratifikasi konvensi itu. Sayangnya, Indonesia belum mengadopsi konsep Illicit enrichment yang bisa langsung menindak pejabat korupsi sampai memiskinkan pelaku koruptor. Kita tunggu bagaimana langkah berikutnya Jaksa Agung.

    sumber : tempo.co

LEAVE A REPLY