Catatan Akhir Tahun 2019 dan Politik 2020 yang Dinamis dari Ketua MPR

0

Pelita.online – Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyebut nurani kebangsaan mendorong Presiden Joko Widodo dan kawan-kawannya dalam Koalisi Indonesia Maju memilih model penyelesaian politik yang menyatukan seluruh elemen bangsa. “Inilah catatan terpenting bagi warga bangsa selama mengarungi 2019, tahun politik itu,” kata Bamsoet dalam catatan akhir tahunnya kepada wartawan, Rabu (25/12/2019).

Menurut dia, dalam hitungan hari, tahun segera berganti; 2019 berakhir, untuk kemudian bersama menyongsong tahun 2020. Ada sejumlah catatan tentang dinamika global maupun nasional yang tidak hanya akan menjadi kenangan, melainkan juga menjadi sisa masalah yang masih harus dituntaskan di tahun mendatang.

Dunia masih harus menghadapi ketidakpastian ekonomi akibat perang dagang. Sedangkan di dalam negeri, pemerintah dan masyarakat yang peduli keutuhan NKRI masih harus bekerja merawat persatuan dan kesatuan dalam naungan Pancasila dan UUD 1945. “Tahun 2020 pun pasti dinamis. Beberapa pemicunya sudah bisa diprediksi,” ujar politkus Partai Golkar ini.

Bamsoet memprediksi, awal tahun mendatang, dunia akan heboh saat menyimak proses lanjutan pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Di dalam negeri, ruang publik juga akan dinamis oleh persiapan Pilkada serentak yang dijadwalkan pada pekan ketiga September 2020.

Pasti dinamis karena pilkada itu diselenggarakan pada 270 daerah pemilihan. Rinciannya, sembilan provinsi memilih gubernur, 224 kabupaten memilih bupati dan 37 kota memilih wali kota,” ungkapnya.

Kendati harus membawa beragam persoalan di tahun baru nanti, Bamsoet melihat Indonesia layak lebih optimis memasuki 2020. Sebab, modal dasar untuk mewujudkan stabilitas nasional dan ketertiban umum, yakni persatuan dan kesatuan semua elemen bangsa, telah dimulai dan terus berproses.

Menurut dia, kecenderungannya pun positif. Memang, di beberapa tempat masih saja muncul kasus-kasus yang merefleksikan terganggunya persatuan dan kesatuan itu. Namun, insiden-insiden bernuansa diskriminasi itu diharapkan tidak menimbulkan gelisah berlebihan. “Sebab, dari hari ke hari, arus perlawanan masyarakat terhadap perilaku seperti itu semakin kuat. Arus kuat itu bisa diamati di banyak forum, termasuk media sosial,” ucapnya.

Di sisi lain, perubahan zaman, yang juga ikut mengubah perilaku hidup Generasi Milenial dan Generasi Z, pada gilirannya akan menghadirkan peradaban yang mengutamakan harmoni karena tereliminasinya banyak sekat pemisah.

Sehingga, Bamsoet meyakini di kemudian hari, perilaku diskriminatif tidak akan mendapatkan tempat di mana pun, termasuk di negara ini. Mereka yang diskriminatif akan terkucil.

Lebih lanjut Bamsoet mengatakan, gejala disharmoni atau masyarakat yang terpolarisasi sudah terlihat dan dirasakan selama kurang lebih satu dekade terakhir. Gejala itu kemudian semakin menguat sejak sebelum dan sepanjang tahun politik 2019.

Bamsoet mengungkapkan, sumber masalahnya adalah ketidakdewasaan sebagian masyarakat dalam menyikapi perbedaan. Sejumlah ekses pun bermunculan di berbagai tempat. “Menyikapi gejala itu, negara dan juga kelompok-kelompok masyarakat yang peduli, termasuk para tokoh agama, terus berupaya merekat persatuan dan kesatuan,” tutur dia.

Bamsoet mengatakan, paling signifikan adalah langkah atau model penyelesaian masalah yang dipilih Presiden Jokowi. ”Tentu saja dia tidak sendiri. Dia butuh dukungan solid dari teman-temannya, para elit partai politik dalam Koalisi Indonesia Maju yang mendukungnya pada ajang pemilihan presiden 2019,” katanya.

Baginya, cara yang ditempuh Jokowi tak hanya menguatkan nurani kebangsaan, tetapi juga mendorong mereka mendengar suara hati untuk bagaimana menyikapi fakta tentang masyarakat yang nyaris terberai-berai karena alasan perbedaan itu.

Bamsoet menganggap, sosok Presiden terpilih itu, bersama rekan-rekannya, sampai pada kesadaran bersama, dan juga bersepakat bahwa kemenangan mereka di Pilpres 2019 tidak boleh menambah persoalan bagi bangsa, baik sekarang maupun di kemudian hari.

Selain itu, tidak pula kemenangan itu boleh menggoreskan luka baru bagi mereka yang merasa kalah. Menjadi tidak elok pula jika pemenang bersikukuh menerapkan prinsip the winner takes it all. Kemenangan itu haruslah menjadi solusi, pun menyembuhkan, serta menjadi sumber kekuatan yang mempersatukan dan merawat keberagaman.

“Menyatukan kembali warga bangsa yang terpolarisasi menjadi yang paling utama. Harmonisasi kehidupan bermasyarakat harus diupayakan dengan tulus dan penuh kesungguhan,” kata dia.

 

Sumber : Sindonews.com

LEAVE A REPLY