Cerita Mahasiswi yang Pernah Merasakan Ganasnya Gerbong Wanita KRL

0
Suasana di Gerbong wanita KRL./ Sumber foto : Reny Anggraini/detikcom

JAKARTA, Pelita.Online – Keganasan gerbong wanita di KRL sepertinya bukan sekadar mitos. Selain merasakan sendiri pagi ini, reporter detikcom juga mendapat pengakuan dari sejumlah penumpang soal ganasnya perebutan tempat di gerbong khusus kaum hawa ini.

Pagi ini, reporter detikcom mencoba membuktikan mitos ganasnya gerbong wanita. Seorang reporter menaiki KRL jurusan Bogor-Tanah Abang dari stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan . Kisahnya bisa Anda baca di sini.

Reporter yang lain menaiki kereta jurusan Bogor-Jakarta Kota dari stasiun Pasar Minggu Baru, sekitar pukul 07.00 WIB, Rabu (17/5/2017). Stasiun Pasar Minggu Baru relatif sepi dibandingkan stasiun-stasiun lainnya. Naik KRL dari stasiun ini pada jam berangkat kerja artinya harus siap berjuang lebih keras untuk masuk ke gerbong, karena penumpang sudah ramai sejak stasiun-stasiun sebelumnya.

Perjuangan masuk ke dalam gerbong terbilang tak mudah. Kengototan dan tenaga lebih harus dikeluarkan demi menembus penumpang yang berjejalan di gerbong. Kesulitan bertambah karena rata-rata penumpang wanita membawa tas di samping badannya. Dengan perjuangan yang tak mudah, akhirnya kami bisa masuk.

Di dalam gerbong, penumpang berjejalan. Sesak. Ruang yang didapat penumpang hanya pas badan, bahkan kaki susah digerakkan. Kondisi makin sulit karena tangan tak mendapat pegangan. Badan mudah terombang-ambing, utamanya saat kereta hendak berhenti, kemudian bergerak lagi.

Kami turun di stasiun Gondangdia. Lalu mewawancara sejumlah penumpang. Beberapa di antaranya tak bersedia namanya disebutkan. Namun ada Lusi dan Dela, dua orang mahasiswi yang mau berbagi cerita.

Lusi mengatakan mitos gerbong wanita ganas bisa dikatakan benar. “Karena dari pengalaman pernah naik kereta dari Jakarta Kota emang ibu-ibunya ekstrem banget. Apalagi kalau liat bangku kosong mereka bisa langsung rebutan,” ujar mahasiswi Trisakti ini.

Di pagi hari saat berangkan kuliah, Lusi biasanya memilih naik di gerbong umum. Saat pulang, dia baru memilih gerbong wanita. Hari ini, dia hanya bepergian biasa, bukan kuliah.

Dia juga punya pengalaman buruk di gerbong wanita. “Pernah banget, diseruduk ibu-ibu buat dapetin tempat duduk, padahal saya cuma berdiri doang nggak mau duduk, tapi ya udahlah sama ibu-ibu,” ujarnya.

Cerita Dela setali tiga uang dengan Lusi. Mahasiswi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini juga punya pengalaman buruk saat naik di gerbong wanita. Menurut Dela, gerbong umum lebih ramah dibandingkan gerbong khusus untuk kaum hawa.

“Lebih sering ke gerbong umum karena kalau di gerbong umum biasanya disuruh masuk ke dalam aja sama mas-mas di situ. Masih mending laki-lakinya mau ngalah,” ujar Dela.

Dela juga mengaku pernah diseruduk oleh penumpang yang berebutan mencari tempat. “Waktu sekolah dulu kan saya juga naik kereta, terus pulangnya sore. Dari stasiun Sawah Besar, cewek-cewek langsung pada masuk terus saya sampai kedorong sampai jatuh,” tutur Dela.

Detiknews

LEAVE A REPLY