Dinilai Lukai Islam, Macron Kembali Angkat Suara

0

Pelita.online – Presiden Prancis Emmanuel Macron kembali angkat suara terkait kecaman dunia atas komentar yang ia lontarkan atas serangan terhadap seorang warga Prancis terkait penerbitan ulang kartun Nabi Muhammad yang dinilai melukai umat Islam.

Ia mengatakan ia dapat memahami jika umat Islam dikejutkan oleh kartun tersebut yang dimuat ulang oleh mingguan Charlie Hebdo.

Hal ini diungkap Macron dalam wawancara dengan saluran TV yang berbasis di Qatar, Al-Jazeera untuk meredakan kemarahan umat Islam. Dalam wawancara itu, Macron memberikan pemaparan mengenai maksud ucapan sebelumnya dengan nada yang lebih lembut.

 

“Saya bisa mengerti bahwa orang bisa dikejutkan oleh karikatur itu, tetapi saya tidak akan pernah menerima bahwa kekerasan bisa dibenarkan,” katanya, Sabtu (31/10).

“Saya menganggap itu tugas kami untuk melindungi kebebasan kami dan hak-hak kami,” tambahnya dalam kutipan wawancara yang akan disiarkan mulai 16:00 GMT.

Macron memicu protes di dunia Muslim setelah berkomentar kalau Prancis tetap mempertahankan kebebasan berpendapat lewat karikatur.

Tidak berhenti sampai di situ, pada Jumat (23/10) kemarin, ia mengatakan Islam adalah “agama yang mengalami krisis di seluruh dunia”.

Hal itu diungkap Macron sebagai reaksi atas pembunuhan guru Samuel Paty awal bulan ini. Ia dibunuh setelah menunjukkan kartun Mohammed di kelasnya.

Macron menganggap Paty adalah martir yang mengusung kebebasan berpendapat dan pelaku adalah seorang radikal Muslim. Ia pun menindaklanjuti insiden ini dengan perintah pengawasan terhadap ormas Islam Prancis dan menutup sejumlah masjid yang mencurigakan.

Tak pelak, celoteh Macron menuai kecaman dan protes dari negara-negara Islam di berbagai belahan dunia. Mulai dari negara-negara Timur Tengah, Turki, Pakistan, Iran, Bangladesh, Malaysia, juga Indonesia melayangkan kecaman. Di Indonesia, protes dan kecaman mengalir dari organisasi Islam seperti MUI, PP Muhammadiyah, GP Ansor, PA 212, kemudian juga dari sejumlah tokoh.

Penerbitan ulang kartun Nabi Muhammad

Prancis kini berada di ujung tanduk setelah penerbitan ulang ready viewed kartun Nabi Muhammad yang sempat mendapat kecaman dunia pada 2015 dipublikasi ulang awal September lalu oleh mingguan Charlie Hebdo.

Penerbitan ulang ini lantas diikuti oleh serangan di luar kantor sebelumnya, pemenggalan seorang guru, dan serangan di Nice.

Pada Sabtu, pihak berwenang Prancis pun tengah menyelidiki apakah seorang pemuda Tunisia yang dicurigai mengamuk dan membunuh tiga orang dengan pisau di dalam sebuah gereja di Nice mendapat bantuan dari luar.

Macron pun melabeli serangan terbaru di Nice ini sebagai teror “Islamis”.

Serangan itu dilakukan oleh Brahim Issaoui (21), seorang pemuda Tunisia yang baru tiba di Eropa bulan lalu. Menurut jaksa, ia melakukan pembunuhan terhadap wanita Prancis Nadine Devillers (60), sexton Vincent Loques (55), dan seorang ibu Brasil, Simone Barreto Silva.

Polisi lantas menembak Issaoui beberapa kali dan saat ini kondisi pria itu kritis di rumah sakit. Sehingga, penyidik tidak dapat menanyai motivasi penyerangan itu.

“Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah ada orang lain yang terlibat, apa motivasinya datang ke Prancis dan kapan ide ini mengakar dalam dirinya,” kata seorang sumber yang dekat dengan penyelidikan yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

Para penyelidik yakin Issaoui tiba secara ilegal di Eropa di pulau Lampedusa, Mediterania, Italia pada 20 September. Dia kemudian tiba di pelabuhan Bari di daratan Italia pada 9 Oktober sebelum datang ke Nice hanya satu atau dua hari sebelum serangan.

Saat ini, polisi Prancis menahan tiga orang untuk diinterogasi dalam penyelidikan. Seorang pria pertama, 47, ditahan pada Kamis malam setelah terlihat di samping penyerang dalam rekaman pengawasan sehari sebelum serangan.

Orang kedua, yang diduga menghubungi Issaoui sehari sebelum serangan itu, ditahan pada hari Jumat. Polisi mengatakan pada hari Sabtu seorang pria ketiga, berusia 33, ditangkap setelah hadir ketika rumah tersangka kedua digerebek.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY