DPR dan Pemerintah Belum Capai Kata Sepakat

0

Jakarta, Pelitaonline.id – DPR dan pemerintah  belum  mencapai titik  temu dalam pembahasan revisi  Undang-Undang  Nomor  8 Tahun  2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada),  khu­susnya  terkait poin mundur tidaknya anggota DPR yang  ingin ikut  pilkada.  DPR dan pemerintah sepakat,  pembahasan  RUU Pilkada dibawa ke Rapat Paripurna DPR pada Kamis (2/6).

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menghargai perbedaan pendapat  beberapa fraksi di Komisi II DPR terkait  sejumlah poin dalam revisi UU tentang Pilkada, yang disampaikan dalam pandangan final mini fraksi.

Dia mengatakan, meski ada beberapa fraksi yang memberikan catatan, namun pada intinya semua fraksi setuju  terkait dengan UU Pilkada. ”Kalau ada fraksi yang memberikan catatan dalam pandangan  final  mini fraksi, itu adalah hal wajar,”  katanya  di Ruang  Rapat  Komisi II DPR, Jakarta,  Selasa  (31/5),  usai Rapat Kerja Komisi II DPR dengan agenda mendengarkan  pendapat akhir mini fraksi terkait revisi UU Pilkada.

Namun, Mendagri mengingatkan putusan Mahkamah Konstitusi  bersifat  final dan mengikat, termasuk  terkait  anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur ketika maju dalam Pilkada. ”Pemerintah juga berpegang pada UU yang lama dari  segi Pilkada  serentak sudah berhasil. Jangan sampai  pilkada  ke depannya ada revisi,” ujarnya.

Tjahjo Kumolo menambahkan, tidak bisa hasil putusan  MK dilakukan pemungutan suara terkait adanya perbedaan pendapat fraksi  karena sifat putusannya final dan mengikat.  Pu­tusan MK  tidak  ada yang bisa membatalkannya, ke­cuali  ada  upaya peninjau­an  kembali  (PK), sehingga apabila ada  yang  tidak co­cok, silakan mengajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketua  Komisi  II DPR Rambe  Kamarul  Zaman  mengatakan seluruh  fraksi  di Komisi II sepakat menyetujui  revisi  UU Nomor 8 tahun 2015 menjadi undang-undang dan akan dibawa  ke Rapat  Paripurna DPR, meski ada beberapa  fraksi  memberikan catatan dalam pandangannya. ”Semua fraksi mengatakan menerima  dan menyetujui meskipun ada beberapa  fraksi  memberikan catatan,” kata Rambe.

Ia menambahkan, empat fraksi memberikan catatan terkait persentase  dukungan  parpol  atau  gabungan  parpol,  yaitu Fraksi  Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi PKB, dan Fraksi  Partai Demokrat.

Menurut dia, keempat fraksi itu menginginkan persentase dukungan tersebut 15-20 persen, berbeda dengan usulan pemerintah yaitu 20-25 persen.

”Fraksi-fraksi yang menerima secara utuh adalah  Fraksi PDIP,  Fraksi  Golkar, Fraksi Demokrat, Fraksi  PAN,  Fraksi PPP, Fraksi Hanura, dan Fraksi Partai Nasdem,” ujarnya.

Sementara itu, dua fraksi tidak sepakat mengenai ketentuan anggota DPR, DPD, DPRD harus mundur dari lembaga legislatif ketika maju dalam pilkada, yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Gerindra.

Anggota  Komisi  II  DPR dari  Fraksi  Gerindra,  Endro Hermono  mengatakan  fraksinya menilai  persentase  dukungan parpol atau gabungan parpol ingin sebesar 15-20 persen.  Hal itu, menurut dia, agar parpol memiliki kesempatan lebih luas dalam menentukan calon kepala daerah.

”Lalu  terkait  anggota DPR, DPD, DPRD  karena  dipilih langsung,  maka  harus cuti di luar tanggungan  atau  mundur dari jabatannya di Alat Keleng­kapan Dewan,” ujarnya.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat, Fandi Utomo menjelaskan  fraksi menginginkan persentase dukungan  parpol atau gabungan parpol sebesar 15-20 persen untuk  mengantisipasi munculnya calon tunggal.

Sementara itu, Fraksi Demokrat setuju anggota DPR, DPD, dan  DPRD  ha­rus  mundur karena mengi­kuti  putusan  MK  yang si­fatnya final dan mengikat. (SK)

LEAVE A REPLY