Eks Tim Mawar di Kemhan, Jokowi Dinilai Makin Lupa Reformasi

0

Pelita.online – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai masuknya dua mantan anggota Tim Mawar Kopassus di Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo Subianto menunjukkan ketiadaan komitmen Presiden Joko Widodo dalam mengawal agenda reformasi.

Sebelumnya, Jokowi menandatangani Keputusan Presiden RI Nomor 166/TPA Tahun 2020 yang berisi pengangkatan dua eks anggota Tim Mawar, yakni Brigjen TNI Yulius Selvanus sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan, serta Brigjen TNI Dadang Hendrayudha sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan.

KontraS menilai pengangkatan mereka mendorong suburnya impunitas atau kondisi pembebasan/pengecualian tuntutan hukum kepada segelintir orang.

 

“Selain berpotensi untuk melemahkan makna penegakan hukum di Indonesia, lalu impunitas. Hal tersebut juga dapat mendorong terjadinya kembali pelanggaran HAM,” kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (26/9).

Menurutnya, keputusan ini menguatkan keyakinan publik bahwa Pemerintahan Joko Widodo saat ini sedang keluar jalur dari agenda reformasi dan mengesampingkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam setiap keputusan.

“Pemerintahan Joko Widodo semakin keluar jalur dari agenda reformasi dengan melupakan rekam jejak peristiwa di masa silam,” imbuhnya.

Hal ini akan mempersulit upaya perbaikan hukum di Indonesia, sekaligus akan mempersulit proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk soal penghilangan paksa seperti proses ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.

KontraS mendorong Jokowi segera mencabut Keppres pengangkatan kedua mantan anggota Tim Mawar itu.

“Tidak terkecuali juga terhadap pengangkatan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan,” kata Fatia.

Tim Mawar adalah Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, yang saat itu dikomandoi oleh Prabowo Subianto. Mereka diduga menjadi dalang operasi penculikan puluhan aktivis menjelang Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998.

Presiden Joko Widodo bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berfoto bersama wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10).Presiden Joko Widodo bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berfoto bersama wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (11/10). (dok. Istimewa)

Melalui Mahkamah Militer Tinggi (Mahmiliti) II Jakarta, Yulius Selvanus dihukum 20 bulan penjara dan dipecat dari dinas ABRI sedangkan Dadang Hendrayudha dihukum 16 bulan penjara tanpa pemecatan.

Namun, dalam Putusan tingkat banding, pemecatan terhadap Yulius Selvanus dianulir oleh hakim. Sehingga keduanya, masih menjabat aktif sebagai anggota militer.

Keluarga Orang Hilang Mengecam

Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Jawa Timur mengecam keras keputusan Jokowi yang mengangkat eks anggota Tim Mawar itu.

Ketua IKOHI Jatim, Herman Bimo, mengatakan pengangkat dua eks Tim Mawar itu merupakan hantaman keras bagi HAM di Indonesia.

“Kembali hak asasi manusia mendapatkan hantaman keras di republik ini,” kata Herman, Sabtu (26/9).

Padahal, kata Herman, saat Jokowi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia pada 2014 lalu, salah satu komitmen yang diucapkannya adalah, ia akan membangun pemerintahan yang menghormati HAM.

Ia juga berjanji akan memenuhi rasa keadilan para korban dan mengusut pelanggaran HAM masa lalu. Termasuk mencari keberadaan para aktivis pro-demokrasi yang hilang karena diculik aparat militer pada tahun 1997-1998.

Infografis Kelanjutan Kasus Pelanggaran HAM BeratFoto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi

“Tapi baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menyetujui masuknya dua eks anggota Tim Mawar sebagai pejabat di Kementerian Pertahanan yang dipimpin Prabowo Subianto,” ucapnya.

“Keputusan tersebut jelas mencederai komitmen Presiden Jokowi dalam penegakan hak asasi manusia, penyelesaian terhadap pelanggaran HAM berat masa lalu, khususnya kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa,” ucapnya.

Keputusan itu menurut IKOHI, juga makin menebalkan indikasi pengingkaran Jokowi terhadap komitmen pencarian terhadap aktivis korban penghilangan paksa, yang dia ucapkan berkali-kali pada saat kampanye lalu, juga ketika bertemu langsung dengan keluarga korban.

“Pengangkatan eks anggota Tim Mawar itu, melengkapi pengingkarannya yang juga telah mengangkat Prabowo sebagai Menteri Pertahanan,” ucapnya.

Herman mengatakan, selama 22 tahun ini para orang tua, istri dan anak-anak keluarga korban mencari kejelasan nasib anggota keluarganya yang hilang. Sudah semua instansi yang berwenang didatangi. Sudah hampir setiap Presiden ditemui.

Sejumlah aktivis melakukan aksi 'Kamisan' di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2016. Pada aksi yang ke-453 tersebut korban dan keluarga korban pelanggaran HAM menuntut penyelesaian kasus-kasus HAM, menolak diangkatnya Wiranto sebagai Menkopolhukam dan mendukung kesaksian Haris Azhar. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.Sejumlah aktivis menggelar Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Tiap hari Kamis, mereka berdiri di depan Istana Merdeka Jakarta. Bahkan keluarga korban orang hilang menyatakan dukungannya kepada Joko Widodo di Pemilihan Presiden demi menghadang orang yang diduga kuat sebagai pelaku penculikan.

Namun, alih-alih memenuhi komitmennya terhadap keluarga korban dan menggelar Pengadilan HAM untuk mengadili para pihak dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa, pemerintahan Jokowi justru membagikan kursi kekuasaan kepada orang-orang yang terduga kuat sebagai pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu itu di dalam pemerintahannya.

“Berdasarkan hal tersebut, kami menyatakan sikap mengecam keras Keputusan Presiden Jokowi yang tidak kunjung menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1997-1998,” ucapnya.

Mereka juga menuntut pembatalan Keputusan Presiden RI Nomor 166/TPA Tahun 2020 yang mengangkat dua eks anggota Tim Mawar Kopassus sebagai pejabat di Kementerian Pertahanan.

“Menuntut Presiden Jokowi agar segera menjalankan rekomendasi DPR-RI pada tahun 2009 untuk menyelesaikan kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi. Khususnya, membentuk tim khusus untuk mencari keberadaan para aktivis yang masih hilang,” ucapnya.

Mereka juga menyerukan kepada berbagai pihak, khususnya kelompok-kelompok pro-demokrasi dan para pembela HAM untuk terus menggalang solidaritas, bergerak bersama demi mengakhiri impunitas dan kemajuan penegakan hak asasi manusia di negeri kita ini,” pungkas dia.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY