Fahri: Komunikasi Publik Pemerintah Bak Pemadam Kebakaran, Harus Dievaluasi

0

Pelita.online – Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali menyinggung komunikasi publik dalam rapat terbatas bersama menteri membahas soal Covid-19. Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai komunikasi pemerintah amburadul.

“Terkait dengan komunikasi publik presiden, memang harus diakui bahwa sejak awal manajemen, komunikasi presiden tidak didesain untuk mendekati persoalan secara sistemik. Dari hulu sampai ke hilir, dari akar persoalan sampai ke ujung persoalan,” kata Fahri Hamzah kepada wartawan, Senin (19/10/2020).

Fahri Hamzah mengistilahkan komunikasi pemerintah saat ini bak pemadam kebakaran. Pemerintah dinilai baru mencerahkan masyarakat ketika isu itu menjadi liar dan timbul gejolak.

“Saya lebih memberi nama kepada pola komunikasi presiden sebagai gerakan pemadaman kebakaran. Karena ujungnya itu adalah ketar ketir di ujung. Ketika masalah sudah menjadi salah paham dan menjadi misleading, baru kemudian semuanya ingin turun tangan membuat pembelaan yang akarnya itu tidak ada,” kata Fahri.

“Artinya, klarifikasi hanya perang mulut dengan masyarakat, dengan rakyat, yang sering tidak paham apa sumber dari persoalan yang muncul dari dalam tubuh pemerintahan,” imbuh Fahri.

Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 ini menyebut komunikasi yang buruk ini pada akhirnya hanya mengorbankan Presiden Jokowi. Jokowi kerap turun tangan langsung meluruskan isu-isu yang misleading atau memantik kontroversi.

“Ujung-ujungnya nanti kemudian mengandalkan mulut presiden untuk menggunakan wibawa presiden sebagai pemadam kebakaran terakhir,” kritik Fahri Hamzah.

Bagi Fahri, komunikasi pemerintahan yang baik haruslah melacak akar dari perasaan dan pikiran masyarakat secara baik sehingga manajemen pengelolaan isu sudah mantap. Mengambil contoh ribut-ribut soal omnibus law, Fahri menyayangkan Presiden Jokowi harus turun tangan langsung untuk meluruskan.

“Padahal masalah di omnibus law sudah sejak awal saya ingatkan akan ada bom waktu yang meledak di ujung dan itu terbukti. Akhirnya ketidakpuasan terhadap UU Omnibus Law meledak menjadi kemarahan dan kerusuhan dan kriminalitas sosial,” kata Fahri.

“Lalu kemudian semuanya menggunakan mulut presiden dan lagi-lagi setelah mulut presiden dipakai, barulah aparat bertindak. Seolah-olah begitu terus, seolah-olah semua kebijakan pemerintah itu akan kontroversial dan menciptakan kerusuhan, menciptakan perpecahan dan menciptakan dikotomi di tengah masyarakat kita sehingga perpecahan masyarakat juga merupakan hilir daripada manajemen komunikasi pemerintahan yang gagal yang tidak memiliki strategi planning dan desain komunikasi yang baik dari perencanaan, implementasi, sampai evaluasinya,” sebut Fahri.

Fahri Hamzah menyerukan evaluasi strategi komunikasi pemerintahan. Fahri menyebut niat baik pemerintah selama ini terkesan tertutupi karena komunikasi yang buruk.

“Itulah sebabnya saya mengiyakan kalau presiden bingung. Kebingungan presiden itu bersumber pada satu kenyataan, kenapa pada akhirnya semua masalah harus presiden yang mengklarifikasi seolah-olah presiden juga bertugas sebagai juru bicara pemerintahan,” ucap Fahri.

“Sekali lagi kecemasan presiden dan keluhan presiden itu akarnya kuat, tapi tidak boleh berhenti pada keluhan. Harus ada evaluasi yang sistemik. Kenapa kalau niat baik pemerintah ada, kenapa niat baik pemerintah selalu menjadi, pada ujungnya dipersoalkan masyarakat. Bukankah kalau pemerintah punya iktikad baik masyarakat seharusnya masyarakat menerima dengan baik. Ini tentu ada akarnya,” tegas dia.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY