Garuda Indonesia Menang Sengketa Lawan 2 Lessor Pesawat di MA

0

pelita.online – PT Garuda Indonesia Tbk memenangkan gugatan Peninjauan Kembali (PK) terhadap pengesahan perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang dilayangkan dua krediturnya yaitu lessor pesawat Greylag 1410 dan Greylag 1446.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan PK yang diajukan oleh kedua lessor itu ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (16/8) lalu. PK itu ditolak karena Tidak Memenuhi Syarat Formil (TMS).

“Penetapan penolakan terhadap permohonan Peninjauan Kembali ini menjadi penanda penting bagi rangkaian tahapan restrukturisasi Garuda Indonesia yang ditempuh melalui proses PKPU, telah mendapatkan landasan hukum yang semakin solid,” kata Irfan dalam keterangan resmi, Rabu (23/8).

Sebelumnnya, maskapai pelat merah ini juga telah menyelesaikan sejumlah proses hukum atas gugatan yang disampaikan oleh Greylag Entities diantaranya melalui Permohonan Kasasi Mahkamah Agung (MA), gugatan winding up melalui otoritas hukum di Australia, serta berbagai tahapan hukum lainnya di sejumlah negara lainnya.

Putusan berbagai tahapan hukum tersebut, lanjut Irfan, turut memperkuat posisi hukum Garuda Indonesia atas langkah restrukturisasi yang dijalankan khususnya terhadap Perjanjian Perdamaian yang telah disepakati oleh lebih dari 95 persen kreditur dan disahkan melalui Putusan Homologasi pada 2022 lalu.

“Kami tentunya menyikapi dengan serius adanya upaya hukum dari sejumlah pihak yang berdampak terhadap kepentingan yang lebih luas yakni kreditur yang telah mendukung Garuda Indonesia selama proses restrukturisasi dalam mewujudkan upaya transformasi kinerja menjadi entitas bisnis yang semakin agile, adaptif, dan sehat,” tutup Irfan.

Sebelumnya Garuda Indonesia melalui anak usahanya di Prancis, Garuda Indonesia Holiday France (GIHF) telah memenangkan gugatan judicial release atas langkah hukum yang ditempuh Greylag 1410 dan Greylag 1446.

Mulanya, dua kreditor itu mengajukan provisional attachment atau sita sementara rekening GIHF pada 2022 lalu. Namun, pengadilan Prancis (Paris civil court) membebaskan penuh sita sementara yang diajukan.

Pengadilan malah memutus dua kreditor itu harus membayar 230 ribu Euro atau setara Rp3,6 miliar (asumsi kurs Rp16 ribu) untuk biaya yang ditimbulkan terkait langkah hukum itu.

Pertimbangan dari putusan pengadilan Prancis adalah permohonan sita sementara yang diajukan kedua lessor tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Sebab, telah ada perjanjian perdamaian yang disahkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat serta berkekuatan hukum tetap, termasuk terhadap Greylag 1410 dan Greylag 1446.

“Kami perlu menegaskan bahwa restrukturisasi yang berhasil dirampungkan Garuda Indonesia telah melalui proses diskusi panjang bersama seluruh kreditur sesuai koridor hukum yang berlaku. Untuk itu, kiranya hal ini dapat disikapi secara bijak oleh pihak-pihak terkait, yaitu dengan menghormati ketetapan hukum yang ada,” kata Irfan dalam keterangan tertulis, Jumat (17/2).

Menurut Irfan, upaya hukum yang dilayangkan kedua lessor ini menjadi penghambat langkah akselerasi kinerja perusahaan.

Ia menilai putusan ini menjadi refleksi untuk terus memperkuat landasan hukum restrukturisasi kewajiban usaha. Terutama melalui berbagai tindak lanjut atas upaya hukum yang berjalan.

“Komitmen tersebut turut kami pertegas melalui upaya hukum lanjutan terhadap kedua lessor tersebut terkait gugatan perbuatan melawan hukum yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada akhir 2022 lalu,” tutur Irfan.

sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY