Golput Tidak Bisa Dijerat UU ITE

0
Mahfud MD mendapat informasi valid yang mengungkap Romahurmuziy memanfaatkan jaringan Kanwil Kemenag di daerah untuk kepentingan pemenangan PPP di Pemilu 2019.

Pelita.online – Agenda puncak pemilu serentak semakin dekat. Pemerintah bersama aparat keamanan dan penyelenggara pemilu kian ketat menangkal gencarnya ajakan golput di dunia maya alias medsos.

Upaya ini tepat, namun akan menimbulkan perlawanan jika jeratan hukum menggunakan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Penegasan ini disampaikan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.

“Saya mau tanya, pakai pasal yang mana? Mau pake teror, teror bukan, mau pake hoaks, hoaks bukan,” tegas Mahfud MD usai seminar melawan hoaks di Balai Kartini, Jakarta, kemarin (28/3).

Dewan Pengarah Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP) itu menilai daripada mengancam dengan UU ITE, lebih baik mengajak masyarakat untuk tidak golput sebagai tanggung jawab moral. “Mengajak itu terang-terangan. Bukan berita hoaks, tetapi kalau menghalang-halangi, misalnya sudah kamu jangan milih nanti saya kerangkeng misalnya, saya sikat. Nah, itu jelas menghalang-halangi,” timpal pria kelahiran Sampang, 13 Mei 1957 itu.

Ajakan menggunakan hak memilih dapat berupa Indonesia merupakan milik bersama dan setiap suara akan memberi sumbangan untuk perkembangan kenegaraan ke depan. “Nah, kalau yang golput itu banyak, kemudian mereka orang yang sebenarnya lebih rasional untuk memilih wakil rakyat dan presiden-wakil presiden yang baik kan rugi kalau golput,” ucap Mahfud MD.

Dengan tidak golput, tutur dia, pandangan pemilu tidak akan melahirkan pemimpin atau wakil rakyat yang ideal akan berubah menjadi kesempatan melahirkan wakil rakyat yang relatif lebih baik dari yang lainnya.

Ditambahkan, golput pada saat Orde Baru dan saat ini berbeda, saat Orde Baru golput tidak rugi karena pemilu sejak awal sudah diketahui hasilnya, berdasarkan hasil penelitian. Namun, sekarang pemilu diselenggarakan oleh masyarakat dan partai, bukan negara, sehingga apabila terdapat kecurangan bukan dari pemerintah, melainkam antarpeserta pemilu.

Untuk itu, ia mengimbau masyarakat tidak golput dan menyempatkan datang ke TPS karena lima menit dalam bilik untuk mencoblos merupakan tanggung jawab sebagai bangsa. “Golput itu hak, memilih itu hak, tetapi secara politik diharapkan tidak ada yang golput. Karena apa? Karena bagaimana pun negara ini harus melahirkan pemimpin dan wakil rakyat,” terang mantan Menkum HAM pada Kabinet Persatuan Nasional itu.

Terpisah Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi menegaskan ada langkah-langkah antisipasi yang diambil supaya potensi ancaman yang sudah tampak sejak jauh hari bisa diredam.

Sehingga tidak muncul ketika hari pemilihan tiba. Termasuk di antaranya ancaman di dunia siber. “Tidak tertutup kemungkinan pelaksanaan Pemilu 2019 di Indonesia tak luput dari adanya potensi ancaman serangan siber,” ungkap Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi.

Menurut Djoko, sejak Pemilu 2004, serangan siber sebenarnya sudah ada. Karena itu, bukan tidak mungkin pemilu tahun ini juga disasar untuk diserang melalui jalur siber. “Potensi atau tren ancaman siber yang akan terjadi pada Pemilu 2019 di Indonesia adalah hack, leak, dan amplify,” ungkap dia.

Tiga kategori tersebut saat ini menjadi perhatian BSSN. Sebab, yang menjadi target bukan hanya penyelenggara pemilu. Peserta pemilu atau pemilih pun disasar.

Djoko menyampaikan, bila tiga kategori serangan tersebut dilancarkan secara masif dan tidak ditangkal atau dilawan, gangguan yang timbul sangat besar. Karena itu, BSSN juga terlibat untuk mengamankan jalannya pemilu sampai tuntas. Bukan hanya pada tahap pemilihan, tapi sampai tahap pelantikan kontestan terpilih.

Ada tiga strategi, terang Djoko, yang sudah dilaksanakan instansinya. Mulai penguatan keamanan aplikasi pemilu, penguatan infrastruktur teknologi informasi KPU, hingga edukasi berupa pengayaan literasi kepada pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pemilu.

Semua itu dilaksanakan BSSN bersama instansi lainnya. Selain KPU; Kemenkominfo, BIN, BPPT, dan Kemenlu ikut terlibat. Mereka dibagi dalam beberapa tim. Harapannya, strategi yang mereka terapkan berhasil menangkal semua ancaman siber.

LEAVE A REPLY