Jurdil 2019 dan Suara Protes Pilpres dari Tebet

0

Pelita.online – Sejumlah orang tampak berkumpul di sebuah rumah asri di Tebet Barat Dalam IV. Orang-orang itu tampak sibuk. Mereka bereaksi, setelah situs Jurdil2019.org, diblokir pemerintah dan ditendang dari daftar pemantau pemilu oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Mereka merupakan penggawa situs yang saat ini menjadi sorotan masyarakat.

Pada Senin (22/4) sore itu, seorang pengelola situs mengaku mereka sedang sibuk merespons pencabutan akreditasi Jurnal 2019 yang terdaftar dengan bendera PT Prawedanet Aliansi Teknologi sebagai pemantau pemilu dari Bawaslu. Mereka juga akan melawan dan memprotes pemblokiran itu.

Seorang dari mereka memamerkan sebuah surat panggilan dari Bawaslu bertanggal 18 April 2019. Namun, katanya baru ia terima Senin (22/4) itu.

“Semua konten ini diketik, kecuali tanggalnya. Saya jadi bertanya, jangan-jangan sengaja disiapkan,” kata penasehat hukum Jurdil 2019, Herman Thohir, saat menjelaskan duduk perkara pemblokiran situsnya.

Pengelola Jurdil2019, berkali-kali menegaskan bahwa pihaknya tidak memihak capres mana pun. Mereka menugaskan bahwa kerja mereka hanya untuk membantu publik mengawasi penghitungan suara.

“Jadi ini benar-benar semangat untuk hasil pemilu yang jujur dan adil,” ujar Koordinator Jurdil 2019, Muli.

Berstatus sebagai pemantau pemilu, Jurdil 2019 mengeluarkan penghitungan suara yang memenangkan Prabowo-Sandi.

Berdasarkan perhitungan Jurdil 2019 dari 1.575 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di 34 provinsi per 18 April 2019 pukul 15.20 WIB, Prabowo-Sandiaga unggul dari Jokowi-Ma’ruf. Prabowo-Sandiaga mendapat perolehan suara 58,1 persen sementara Jokowi-Ma’ruf hanya 39,5 persen. Kemudian untuk suara tidak sah jumlahnya mencapai 2,4 persen.

Jika merunut latar belakang orang-orang yang mengurus lembaga tersebut, sulit tidak mengaitkan mereka dengan jejaring Forum Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) Angkatan 1973 atau biasa disebut Fortuga.

Selain Muli, tokoh pendukung capres Prabowo Subianto sekaligus mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli, dan mantan Ketua Umum PAN sekaligus cawapres 2014, Hatta Rajasa, merupakan contoh anggota Fortuga yang punya nama di kancah perpolitikan nasional.

Bahkan rumah yang menjadi markas Jurdil 2019 tersebut sejatinya adalah kantor Rizal Ramli. Pemberitaan media merekam Rizal pernah beberapa kali mengundang wartawan dalam sejumlah acara, salah satunya acara silaturahmi dengan alumni ITB pada 19 September 2016.

Rulianti, anggota Jurdil 2019 yang juga duduk di kursi direksi PT Prawedanet Aliansi Teknologi, mengakui bahwa mereka memakai rumah itu secara cuma-cuma. Bahkan ia mengklaim segala peralatan dan kebutuhan operasional Jurdil 2019 hasil urunan swadaya mereka.

“Server kita bisa sewa, jadi kita enggak ada aset yang harus dibeli kecuali modem untuk sistem aplikasi,” papar Rulianti.

Saking rendahnya biaya yang mereka perlukan, Muli pernah menyampaikan bahwa ongkos operasional mereka hanya berkisar Rp150 juta.

“Paket hemat, benar-benar hemat. Karena aplikasi yang di luar sana yang mungkin tidak selengkap kita itu nilainya miliaran,” kata Muli seperti yang terlihat di kanal Bravos Radio Indonesia di YouTube pada 17 April 2019.

Keterbukaan soal sumber dana ini, menurut Muli membedakan pihaknya dengan lembaga lainnya. Ia mengklaim Jurdil 2019 tidak pernah pilah-pilih dalam memasukkan data C1 yang dikirim pengguna ke sistem.

Muli juga menyinggung kondisi pasca-pemilihan sepert psy war. Tanpa ada pembanding seperti Jurdil 2019, ia menilai kondisi demikian tidak ideal dalam mengawal penghitungan suara.

“Kalau enggak ada yang kayak kita gini, orang-orang sudah lemas duluan. Jadi terpaksa mengandalkan satu sumber saja yang saya bilang enggak sehat,” jelas Muli.

Meski Kominfo memblokir situsnya, cara kerja Jurdil 2019 mengandalkan pada sistem aplikasi mobile mereka. Melalui aplikasi tersebut, pengguna dapat mengunggah foto berkas C1 dari tiap tempat pemungutan suara (TPS). Pengguna juga bisa mengunggah foto bukti pelanggaran dan rekap suara di tingkat kecamatan.

Guna mengecek keabsahan tiap data yang masuk, ada tim khusus yang bertugas memverifikasi. Data yang sudah terverifikasi ini yang akan kemudian dimasukkan ke dalam tabulasi penghitungan suara yang bisa dilihat di situs atau aplikasi Jurdil 2019.

Hingga tulisan ini dibuat, jumlah TPS yang sudah terverifikasi mencapai 7.171 dengan total data lebih dari 10.000 TPS. Angka itu disebut akan terus bertambah seiring masuknya laporan dari pengguna lain.

“Kalau yang lain-lain itu kan sudah setop, sudah dalam posisi sudah selesai mencapai kesimpulan. Kita enggak pernah selesai, ini hasil sementara dari proses penghitungan karena masih terus sampai tanggal 22 (Mei),” pungkas Muli.

 

Sumber: cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY