Kemendag: Kenaikan Pajak Impor 900 Komoditas Tak Langgar Aturan WTO

0
Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan. (Foto: Resya Firmansyah/kumparan)

Pelita.online – Pemerintah tengah mengkaji 900 komoditas impor barang konsumsi yang akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) impor. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) sehingga dapat menstabilkan rupiah.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, langkah ini tidak akan mengundang tindakan pembalasan dari negara-negara asal produk impor tersebut.
“Tidak ada aturan perdagangan internasional (World Trade Organization/WTO) yang dilanggar di sini,” katanya saat dihubungi kumparan, Jumat (31/8).
Oke juga menjelaskan kalau nantinya yang akan dinaikkan adalah Pajak Penghasilan 22 (PPh 22). Pajak tersebut merupakan pajak yang dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor.
“Kami menaikkan PPh 22, bukan Bea Masuk. Tidak masuk ranah WTO,” katanya lagi.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan, pengendalian sekitar 900 barang konsumsi impor akan diterapkan secara proporsional. Artinya, kebijakan ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal termasuk peraturan perdagangan internasional.

Ilustrasi ekspor impor

Ilustrai ekspor impor di pelabuhan (Foto: Pixabay)

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor sebenarnya sudah ditetapkan bagi 900 komoditas. Daftar barang konsumsi ini tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 Tahun 2017.
Di dalam beleid itu, pajak barang impor atau tarif PPh impor dikenakan dengan level berbeda-beda untuk setiap komoditas, dari rentang 2,5 persen hingga 10 persen berdasarkan harga jualnya. Namun, tidak semua barang terkena kenaikan PPh impor.
Kenaikan PPh impor juga akan mempertimbangkan tiga hal, yakni kemampuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) produksi barang tersebut, penciptaan efek penggandanya (multiplier effect), dan kemampuan produksi dalam negeri.
Kumparan.com

LEAVE A REPLY