Konflik Hanura, Menkum HAM sudah bertemu dengan OSO dan Wiranto

0

Jakarta, Pelita.Online – Partai Hanura kubu Munaslub Jakarta Timur, meminta Kemenkum HAM mencabut SK kepengurusan Hanura yang diberikan ke kubu Oesman Sapta Odang (OSO). Sebab, SK tersebut dinilai cacat lantaran tidak menyatakan partai tengah dalam konflik.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, enggan menanggapi hal tersebut. Dia memilih tidak menjawab pertanyaan tersebut.

Yasonna kembali menyarankan kedua kubu untuk bertemu dan menyelesaikan lewat internal partai. Menurutnya, saat ini tengah memasuki tahap verifikasi pemilu, sehingga kalau terus berkonflik, malah akan merugikan partai.

“Jadi begini, kita minta dengan baik supaya menyelesaikan secara baik-baik, bertemulah para senior-senior partai, ini kan sudah dekat pemilu, kalau pecah kan partai ini bisa mengecil,” ujar Yasonna di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Senin (22/1).

Hal terakhir yang bisa dilakukan Kemenkum HAM adalah berkomunikasi dengan pimpinan partai. Dalam hal ini, Yasonna mengaku telah bertemu OSO dan Wiranto untuk membahas dualisme di Partai Hanura.

“Saya sudah bicarakan dengan pak OSO dan pak Wiranto, supaya duduk menyelesaikan dengan baik,” tukasnya.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Hanura kubu Daryatmo, Dadang Rusdiana, mendesak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) untuk mencabut Surat Keputusan (SK) kepengurusan yang dikeluarkan untuk kubu Oesman Sapta Odang (OSO). Sebab, kata dia, fakta yang dihadirkan oleh kubu OSO untuk menerbitkan SK itu telah dimanipulasi.

“Untuk mencabut SK Menkum HAM karena SK itu dasarkan pada fakta-fakta yang salah. Jadi ada manipulasi yang dilakukan oleh dewan kehormatan,” kata Dadang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (22/1).

Dadang yakin informasi yang diterima oleh Menkum HAM telah diputarbalikkan oleh Kubu OSO. Mulai dari fakta adanya konflik internal hingga penandatanganan surat pengantar ke Kemenkum HAM.

“Seperti di sana disebutkan Hanura tak ada konflik, justru muncul konflik di Hanura itu. Itu kebohongan substantif yang di surat yang dibuat wanhor (Dewan Kehormatan) mereka. Yang tanda tangan aneh, harusnya ketua dan Sekretaris tapi Ketua dan Wakil Ketua,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, dia meminta Menkum HAM untuk segera mengakui kepengurusan dari hasil Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) di Bambu Apus, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu. Hal itu, kata Dadang, akan disampaikan ke Kemenkum HAM hari ini.

“Kita punya keyakinan besar 1000 persen apa yang disahkan Menkum HAM didasarkan informasi yang mereka pelintir. Kita memandang itu cacat,” ucapnya.

 

merdeka.com

LEAVE A REPLY