Mantan Komisioner Komnas HAM Ungkap Bentuk-bentuk Kekerasan di Papua

0

Pelita.Online, Jakarta – Direktur Pusdikham Uhamka, Maneger Nasution turut menyampaikan belasungkawa terhadap tragedi pembantaian di Nduga, Papua. Ia mengatakan, pemerintah harus memastikan keluarga korban mendapatkan hak dasar yaitu pengembalian jasad korban.

“Kita menyampaikan belasungkawa juga pada korban yang sementara ini disebut ada 31. Sebetulnya ada juga korban tentara, jadi sebetulnya kemungkinan lebih di atas 32 orang. Karena itu pemerintah harus memastikan bahwa korban-korban ini jenazahnya kemudian diambil kemudian diserahkan kepada keluarga, karena sebetulnya hak keluarga untuk mendapatkan jenazah dari kejadian ini,” tutur Maneger saat ditemui Kiblat.net di gedung Uhamka pada Kamis (06/12/2018).

Maneger berharap, pemerintah hadir dalam penegakan hukum kepada siapapun pelakunya. Ia juga menyebut, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memastikan agar kejadian yang sama tidak akan terulang kembali.

“Kita masih ingat (juga) ada guru-guru kita yang pernah disandera, mengalami kekerasan seksual dan macam-macam. Nah, kita berharap ini tidak ada lagi pengulangan,” imbuhnya.

Mantan Komisioner Komnas HAM periode 2012-2017 itu menuturkan perlu adanya sikap negara dalam permasalahan seperti ini, seperti penyebutan kelompok pelaku. Menurutnya, pemerintah harus tegas mengkategorikan kelompok tersebut sebagai golongan separatis atau tidak.

Maneger menambahkan, keterlibatan tentara juga akan menjadi masalah di masa depan apabila tidak ada penegasan golongan. Menurutnya, pernyataan politik sangatlah penting untuk memayungi langkah negara agar tidak dipermasalahkan di masa depan.

“Keputusan politiknya mereka ini apa? Separatis atau tidak? Kalau separatis maka tentara yang harus kedepankan. Tapi kalau dia kriminal, maka polisi yang harus di depan. Jadi di situ pentingnya kebijakan politik itu. Saya sarannya pemerintah mengambil kebijakan untuk secara politik untuk menyatakan apakah ini separatis atau kriminal,” pungkasnya.

Kiblat.net

LEAVE A REPLY