Melihat Rumah Betang, Kediaman Suku Dayak yang Lahirkan Tenun Cantik

0

Pelita.online – Rumah Betang merupakan rumah adat Suku Dayak yang ada di Kalimantan Barat. Salah satu rumah Betang yang masih berdiri tegak sejak puluhan tahun adalah di Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang.

Sebagian besar penduduk Desa Ensaid Panjang merupakan masyarakat Suku Dayak, meski ada juga penduduk yang berasal dari Jawa, Melayu, bahkan Tionghoa. Sebagian besar mereka tinggal di sebuah Rumah Betang dan menjaga budaya yang mereka miliki.

Rumah dengan panjang sekitar 116 meter dan lebar 13 meter ini berjarak sekitar 60 km dari Kabupaten Sintang. Ensaid panjang juga bisa dibilang desa wisata yang penuh dengan cagar budaya. Kondisi rumah ini masih asli dan belum terlalu banyak berubah. Pondasi kayu belian yang tinggi dan beberapa pengikat pun masih diikat dengan rotan, meski ada bagian tertentu yang sudah menggunakan paku sebagai penguat.

Rumah Betang juga digunakan sebagai homestay untuk wisatawan menginap dan tinggal langsung. Wisatawan juga bisa mempelajari budaya yang ada di sana seperti menenun dan menganyam. Di Kalimantan Barat, tenun ikat Sintang memang sangat terkenal dan para pembuat tenun ikat ini adalah ibu-ibu yang tinggal di Rumah Betang tersebut.

Menurut Kepala Dusun Rentap Selatan, Ricardo Sembay (52), Rumah Betang ini salah satu yang masih ada di Kabupaten Sintang. Jumlah jiwa yang ada di rumah betang ini 31 keluarga dengan 98 jiwa yang terdiri dari 50 laki-laki dan 48 perempuan.

“Rata-rata ibu-ibu di sini pengrajin tenun ikat sebagai sampingan. Biasanya pagi-pagi mereka menyuci baju, memasak, ada juga sebagian ikut menyadap karet atau berladang. Tenun ikat ini mulai digalakkan kembali tahun 1990an, jadi di bawah tahun itu hampir punah perajin tenun ikat ini. Setelah ada koperasi untuk kerajinan ini maka di situlah ada ketertarikan ibu-ibu untuk menggalakkan tenun ikat ini,” ujarnya saat ditemui detikcom di Rumah Betang tersebut baru-baru ini.

Bukan hanya ibu-ibu, lanjut Ricardo, generasi remaja pun ikut belajar menenun. Di kalangan gadis berusia 12 tahun mulai diajarkan oleh ibu atau neneknya menenun berbagai jenis motif. Menurut Ricardo, Desa Ensaid panjang ini tidak hanya mengundang wisatawan lokal tetapi juga wisatawan dari luar negeri. Satu yang paling diminati adalah kain tenun ikat.

“Sekarang hampir setiap hari ada pengunjung yang datang. Biasanya kalau untuk syal, kalangan remaja, karena harganya terjangkau itu biasanya cepat pemasarannya. Ada juga turis mancanegara, tapi lebih suka kain-kain yang dibuat dengan pewarna organik,” ujarnya.

Apalagi, dengan adanya akses jalan yang mudah dan mulus, membuat para wisatawan semakin mudah menembus ke desa tersebut. Sebelum adanya jalan aspal, kawasan ini penuh dengan lumpur, sehingga jangankan mobil, motor saja sangat sukar untuk menembus ke desa Ensaid Panjang.

“Dulu itu, pada tahun 2010 ke bawah itu sangat jelek, walaupun jarak tempuhnya dekat. Tapi medannya lumpur, kadang-kadang motor saja sudah menembus. Aspal ini mulai ada tahun 2017. Setelah ada bantuan dana dari Pemerintah diikuti akses yang bagus ini, para wisatawan juga semakin mudah ke sini. Sehingga para ibu-ibu ini juga mulai semangat menenun. Kita pun bangga dengan ibu-ibu, apa yang mereka kerjakan itu terbantu,” ujarnya.

Melihat Rumah Betang, Kediaman Suku Dayak yang Lahirkan Tenun CantikKepala Dusun Rentap Selatan, Ricardo Sembay/Foto: Akfa Nasrulhak

Jadi, lanjut Ricardo, sejalan adanya infrastruktur yang baik, membuat kain tenun ikat ini baik produksi maupun pemasaran meningkat. Dengan begitu, semangat para ibu-ibu untuk menenun dari yang dulunya kurang bergairah, kini kembali bersemangat.

“Apa yang dikerjakan ibu-ibu ini betul-betul sangat terbantu. Jadi kalau dulu mereka berpikir, membuat satu kain dalam satu bulan, itupun belum tentu laku. Namun, sekarang mereka punya target dan semangat untuk menenun,” ujarnya.

Kepala Desa Ensaid Panjang, Fransisco Heri mengatakan sebagian dari jalan-jalan mulus tersebut merupakan wujud dari dana desa. Sebagian jalan desa yang kini telah diselimuti aspal, benar-benar membantu meningkatkan ekonomi masyarakat.

“Dana desa juga kami kembangkan untuk infrastruktur jalan desa untuk menghubungkan satu dusun dengan dusun lainnya. Karena dulunya sebelum ada dana desa, antar dusun ini hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. Sekarang bisa dilalui dengan lancar oleh motor bahkan bisa dengan roda empat. Nah ini sangat memudahkan kami untuk mobilisasi, baik itu mobilisasi penduduk maupun mobilisasi alat pertanian kami,” ujarnya.

Sebagai informasi, tahun 2019 ini, Desa Ensaid Panjang mendapatkan jatah dana desa sebesar Rp 773.245.000. Penggunaan dana desa ada dialokasikan di bidang infrasrtuktur dasar, polindes, posyandu, bahkan paud. Selain itu, di 2019 dianggarkan senilai Rp 120 juta untuk jalan usaha tani sepanjang 1,5 km untuk memudahkan akses para petani. Untuk mengetahui informasi lainnya dari Kemendes PDTT, klik di sini.

LEAVE A REPLY