Membaca Kemampuan PAM Jaya Ambil Alih Pengelolaan Air Jakarta

0
Petugas memantau bak penyaringan air di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Pejompongan I PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA). (CNN Indonesia/Safir Makki)

Pelita.Online, Jakarta — Mampu ataupun tidak, Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya harus bisa mengelola produksi air Jakarta dari hulu hingga hilir. Kalimat ‘paksaan’ ini disampaikan anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus menyusul wacana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil alih pengelolaan air.

“Harusnya dia (PAM Jaya) mampu (kelola air). Kalau tidak berarti Gubernur DKI salah menempatkan orang di situ. Mereka harus mampu,” kata Bestari kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/2).

Ucapan Bestari bukan tanpa disertai optimisme. Hal ini ia sebutkan mengingat banyak sumber daya manusia (SDM) di PAM Jaya merupakan pekerja profesional di AETRA, satu dari dua perusahaan swasta pengelola air bersih.

“Dirut PAM Jaya asalnya dari Corcom AETRA saya kira dia paham untuk mengelola air. Kita berkeinginan sekali agar air bersih ada pada kontrol pemerintah daerah,” ucap dia.

Pemerintah, kata dia, harus mengambil kontrol mengingat pelayanan air bersih kepada masyarakat tergolong kurang. Dari data yang dimiliki PAM Jaya, disebutkan pelayanan air pada 1998 hanya 44,5 persen warga yang terlayani pipa air bersih.

Kemudian pada 2017 baru 59,4 persen warga yang terlayani. Angka ini dianggap masih jauh dari target 82 persen yang harus dipenuhi di akhir kontrak tahun 2023.

Selain itu, data PAM Jaya masih menyebutkan bahwa tingkat kebocoran air di Jakarta mencapai 44,3 persen. Angka-angka ini, kata Bestari jelas merugikan masyarakat.

“MoU antara PAM Jaya, Aetra dan Palyja hasilnya tidak maksimal. Menurut saya ini wanprestasi. Sekarang jika menunggu sampai selesai 2023 masak masyarakat harus menunggu?” kata Bestari.

Belakangan, Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum Jakarta melakukan pengambilalihan secara perdata yang dimaksudkan melakukan negosiasi dengan Aetra dan Palyja. Di samping itu muncul pula opsi mengakuisisi semua saham yang dimiliki Aetra dan Palyja.

“Jadi itu harus dihitung benar di-appraisal baru bisa kita buy back. Harus diperhatikan benar semuanya perhitungan asetnya,” kata Bestari.

Semua opsi dikaji
Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum Tatak Ujiyati menyatakan pihaknya masih melakukan sejumlah kajian untuk menjalankan sejumlah opsi. Salah satu opsi yang disebut-sebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan adalah sistem pembelian saham atau pemutusan kerja langsung kepada AETRA dan Palyja.

“Yang dibeli itu yang sedang mengelola sekarang yakni Palyja dan Aetra. Nanti semua aset dialihkan kepada PAM Jaya,” kata Tatak.

Adapun opsi pembelian saham keseluruhan akan memungkinkan PAM Jaya mengambil alih seluruh tenaga profesional yang dimiliki Aetra dan Palyja. Selanjutnya proses pengelolaan air minum akan berjalan seperti biasa atas kepemilikan PAM Jaya.

“Kaya kita mau beli perusahaan pada umumnya. Itu semua berpindah ke pemilik baru yaitu PAM Jaya dan terap mereka yang ngerjain,” kata Tatak.

Sementara persediaan air baku disebut-sebut permasalahan lain dari minimnya penyediaan air bersih di Ibu Kota. Tatak mengungkapkan sekitar 80 persen air baku yang dikelola Aetra dan Palyja berasal dari Jatiluhur yang dialirkan lewat Kalimalang.

“Kemudian lain-lain itu ada dari Tangerang, dari sungai yang diambil dari Jakarta tapi tidak signifikan jumlahnya,” ujar Tatak.

Lantaran mengambil air dari Jatiluhur, maka tanggung jawab terkait air baku disebut Tatak ialah wewenang dari Pusat Perum Jasa Tirta (PJT) II Jatiluhur sebagai pengelola. “Jadi yang menyatakan kandungan e-coli itu rendah sebagainya ya mereka bukan kita,” kata Tatak.

Menanti Ketegasan Anies Baswedan

Jadikan Aetra dan Palyja Anak Perusahaan
Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo menyatakan kesiapannya untuk mengelola air. Hernowo mengakui ada sejumlah skema yang sedang dikaji, salah satunya adalah pembelian saham.

Nantinya, kata dia, teknis pembelian adalah dengan menguasai langsung dua swasta yakni AETRA dan Palyja.

“Statusnya artinya kemudian PAM beli saham dan nanti jadi anak usaha PAM Jaya,” kata Hernowo.

Selanjutnya pembelian ini akan diikuti dengan penguasaan kembali aset-aset PAM Jaya yang kini sedang dikelola oleh Aetra dan Palyja. Dalam perjanjian awal seluruh aset pengelolaan air statusnya memang diswakelola dan sedang menjadi kewenangan swasta.

“Jadi sekarang mitra masih memiliki kewenangan bahkan melakukan investasi perbaikan aset. Setelah berakhirnya kerja sama 2023 akan kembali lagi ke PAM Jaya. Tapi sekarang asetnya masih dikelola oleh mereka,” ucap Hernowo.

Adapun beberapa aset yang dimiliki PAM Jaya sedianya seperti pipa air, instalasi penjernihan air hingga diffuser air PAM. Namun disebutkan Hernowo bahwa setiap opsi itu masih digodok oleh tim dan swasta.

“Kita baru mau bicara dari bicara ada kesepahaman. Baru akan melakukan studi governance-nya terjaga, legal opinion secara negara harus juga terjaga,” beber dia.

Diakui Hernowo masih ada sekitar 40 persen daerah di Ibu Kota yang masih belum terlayani dengan baik. Beberapa titiknya ada di Jakarta Utara dan Jakarta Barat tepatnya di kawasan Tegal Alur dan Kamal Muara.

Namun dijelaskan Hernowo hal ini disebabkan penolakan dari masyarakat sendiri menggunakan air sehingga air bersih tak terlayani.

“Kadang-kadang sudah ada pipanya sudah ada semua tapi masyarakatnya yang enggak mau karena ada air tanah. Nah itu kita edukasi bahwa kualitas airnya berbeda,” tutup Hernowo.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo pesimistis air bisa dikelola oleh PAM Jaya. Menurutnya kasus air lebih baik diselesaikan usai kontrak dengan Aetra dan Palyja selesai.

“DKI mampu enggak? Kalau saya ditanya ya tidak. Buyback apa tunggu saja kontraknya habis 2023. Kalau dipotong di tengah kan ada denda. Tapi itu kan putusan Pemprov,” kata Agus.

Agus menceritakan dari awal penyerahan swakelola air ke swasta adalah langkah yang menunjukkan ketidakmampuan PAM Jaya untuk mengurusi air negara. Jika dikembalikan air kepada PAM Jaya maka Agus mempertanyakan kembali profesionalitas dari PAM Jaya sendiri.

“DKI sanggup enggak bangun (alat semua)? Dulu aja mereka korupsi gede-gedean. Nanti dibayar juga yakin enggak korupsi?” tanya Agus.

Dalam kasus air, sebenarnya Agus menyatakan hanya butuh ketegasan dari Anies Baswedan. Pada kepemimpinan sebelum Harnowo, Erlan Hidayat disebut Agus sudah ada kesepakatan yang tinggal diteken.

Namun Agus menuturkan Anies malah mengulur waktu dengan sejumlah alasan. “Dulu sudah mau selesai dulu atau justru seperti dulu Dirut Erlan ditolak dibatalin kan mentah lagi,” kata Agus.

Saat itu Erlan mengajukan restrukturisasi di PAM Jaya, Palyja dan Aetra yang memungkinkan DKI mengambil pekerjaan dari hulu hingga hilir. Empat pekerjaan tersebut antara lain pengelolaan air baku, penjernihan air baku menjadi air bersih, pengaliran air melalui jaringan pipa yang ada, dan pemasangan pipa ke rumah-rumah di DKI.

Saat itu Anies mengaku masih belum bisa memutuskan karena harus mengkaji banyak hal. Buah pikir zaman Erlan itu disebut Agus persis seperti opsi yang dijalankan oleh Tim dan Anies sekarang.

“Jadi itu tidak ada bedanya, cuma dibolak balik saja enggak selesai-selesai. Menurut saya itu tunggu saja kontraknya habis baru dipikirkan pengelolaannya,” tutur Agus.

Kilas Balik
Diketahui, sejak Juni 1997 pengelolaan air di Jakarta dikelola oleh perusahaan Salim Group. Selama dikelola swasta, masyarakat banyak merasakan ketimpangan dari segi tarif dan pelayanan.

Pada 2012, 12 warga negara berjuang melalui Gugatan Warga Negara untuk mengembalikan air. Menteri Keuangan pun mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung menjadikan warga sebagai pihak yang kalah dengan alasan yang mengada-ada karena tidak menyentuh substansi. Pada 2013, 4 organisasi besar dan 7 warga negara mengajukan permohonan uji materil melalui Mahkamah Konstitusi.

Perjuangan ini berujung dengan pembatalan UU Sumber Daya Air Tahun 2004 dan dikeluarkannya Persyaratan Konstitusional yang harus dipenuhi negara dalam mengelola air. Inti dari persyaratan ini adalah pengelolaan air dilakukan oleh negera dan diberikan kepada swasta setelah kebutuhan tercukupi.

Kini DKI masih mengupayakan untuk negoisasi kepada Aetra dan Palyja. Anies memberikan batas waktu satu bulan kepada Dirut PAM Jaya dan Tim Evaluasi Tata Kelola Air untuk menyiapkan proses pengambilalihan pengelolaan air.

CNN Indonesia

LEAVE A REPLY