Menaker Ajak Milenial ‘Nyoblos’ saat Pemilu 2019

0
Ilustrasi pencoblosan.

Pelita.Online — Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengajak generasi milenial untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April 2019 mendatang.

Dengan ikut berpartisipasi, Hanif mengatakan milenial turut menentukan nasib Indonesia ke depannya.

“Hak itu sebagai bagian dari anugerah Tuhan. Lima tahun lagi, Anda belum tentu memiliki hak untuk mencoblos. Kalau dikasih anugerah Tuhan bersyukurlah. Caranya bagaimana? Ya gunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya,” ujar Hanif saat menghadiri Forum Diskusi Milenial ‘Nyoblos itu Mantul’ di Jakarta, Sabtu (30/3).

Hanif mengatakan ia mendengar masih ada yang beranggapan jika satu suara pemilih tidak berarti meski sudah banyak orang yang menggunakan hak pilihnya.

Padahal, kata dia, setiap suara yang diberikan akan dihitung dan menjadi penentu kemenangan dari para calon yang akan memimpin Indonesia ke depan.

“Jangan mengira karena hanya satu suara terus merasa tidak berpengaruh atau tidak berefek. Justru satu suara itu kuncinya karena tidak ada suara besar kalau tidak ada suara satu. Seribu itu tidak ada kalau tidak ada satu,” ujarnya.

Hanif mengimbau generasi milenial tidak acuh terhadap politik lantaran merupakan alat untuk memperjuangkan cita-cita bersama secara konstitusional, termasuk cita-cita dan aspirasi milenial.

Secara terpisah, Direktur Para Syndicate Ari Nurcahyo mengungkapkan generasi milenial merupakan lumbung suara yang besar pada Pemilu tahun ini mengingat porsinya mencapai 40 persen dari total pemilih. Saat ini, kesadaran politik generasi milenial juga cukup tinggi.

Namun, lanjut Ari, generasi milenial berpotensi tidak memilih karena pengetahuan terhadap pemilu yang rendah seperti waktu pelaksanaan pemilu, jenis-jenis surat suara, dan nama-nama calon legislatif.

Selain itu, hilangnya suara generasi milenial juga bisa berasal dari hambatan administrasi kepemilihan. Contohnya, pemilih potensial memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik. Kemudian, calon pemilih tidak berada di lokasi TPS yang ditetapkan dan belum sempat mengurus kepindahannya.

“Jadi, golput bukan suatu sikap tetapi karena persoalan di administrasi pemilih,” ujarnya.

Sebagai generasi melek teknologi, Ari menyarankan agar KPU memanfaatkan sosialiasi yang lebih gencar bagi kalangan milenial.

“Sosialisasi dari KPU kurang maksimal sehingga pengetahuan pemilih secara umum itu relatif rendah,” ujarnya.

Ari mengingatkan jumlah partisipasi pemilih yang tinggi akan berkorelasi dengan demokrasi yang semakin berkualitas dan berintegritas. Karenanya, keberhasilan pemilu tidak hanya menjadi tanggung jawab KPU dan Bawaslu tetapi seluruh elemen masyarakat.

 

cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY