Menteri PAN dan RB: E-Government Akan Terus Ditingkatkan

0
Menpan RB Tjahjo Kumolo mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/9/2020). Rapat kerja tersebut membahas penyesuaian RKA K/L Kemenpan RB tahun anggaran 2021 sesuai hasil pembahasan Bandan Anggaran DPR. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

Pelita.online – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) Tjahjo Kumolo menegaskan pelaksanaan e-government atau sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) akan terus ditingkatkan. Pembangunan SPBE yang mencakup e-planninge-procuremente-budgeting, dan e-services sangat penting untuk menutup peluang terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Digitalisasi dalam tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik tentu akan menjamin terwujudnya transparansi, memotong alur birokrasi yang panjang, sehingga terwujud kecepatan dalam berbagai pelayanan. Ini proses yang terus kami coba. Memperpendek jalur birokrasi dan membangun e-government yang menjadi salah satu upaya penting untuk menutup berbagai peluang korupsi yang ada,” kata Tjahjo, di Jakarta, Minggu (11/10/2020).

Berdasarkan United Nations (UN) E-Government Survei 2020, Indonesia menempati peringkat 88 dari 193 negara. Indonesia naik 19 peringkat dibanding 2018. Kala itu Indonesia berada di urutan 107. Sementara pada 2016, Indonesia di posisi 116. Secara keseluruhan, Indonesia mencetak skor 0.6612 dalam grup High E-Government Development Index (EGDI). Survei PBB kali ini mengusung tema “Digital Government in the Decade of Action for Sustainable Development”.

Tujuan dari survei yang dipublikasikan setiap dua tahun yakni sebagai alat bantu pembangunan bagi negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengidentifikasi kekuatan dan tantangan masing-masing. Secara khusus untuk mempertajam implementasi kebijakan dan strategi pengembangan penerapan SPBE. “Prinsipnya, naiknya peringkat Indonesia merupakan kerja kita bersama antara kementerian, lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat,” ujar Tjahjo.

Tjahjo menuturkan transformasi digital memang tidak cukup mempersempit celah praktik tindak pidana korupsi. Dibutuhkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) aparatur mumpuni. Hal ini harus dilakukan melalui proses pengembangan kapasitas dan kompetensi, serta mengarah pada transformasi budaya yang lebih terbuka, dinamis, berdaya saing tinggi. Namun, tetap memegang teguh nilai luhur dan kejujuran dalam bekerja.

Tjahjo mengungkap saat ini Indonesia akan memasuki fase ketiga reformasi birokrasi. Fase ini diharapkan dapat menciptakan birokrasi berkelas dunia yaitu birokrasi yang baik dan bersih. Menurut Tjahjo dalam peta jalan reformasi birokrasi fase ketiga, pengelolaan reformasi birokrasi dirancang dengan mengutamakan empat asas utama yaitu fokus, prioritas, implementatif, dan kolaboratif. Evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi digelar setiap tahun terhadap seluruh instansi pemerintah.

Tjahjo menyatakan reformasi birokrasi yang dijalankan instansi pemerintah tentu harus dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Artinya tidak sekadar menjamin bahwa program-program tersebut terlaksana. Tjahjo mengungkap Presiden Joko Widodo pun menekankan pentingnya menciptakan birokrasi yang berorientasi hasil, tidak semata berorientasi pada prosedur, proses, dan rutinitas yang monoton.

Tjahjo mencatat ada beberapa perintah Presiden untuk Kabinet Indonesia Maju. Misalnya tidak korupsi dan menciptakan sistem menutup celah korupsi. Kemudian tidak ada visi misi menteri, karena yang ada visi misi Presiden dan Wakil Presiden. Ditambakan para pembantu presiden juga harus bekerja cepat, cerdas, dan produktif. Presiden tidak menginginkan jajaran kabinet terjebak rutinitas monoton. Presiden pun disebut meminta anggota kabinet mengecek persoalan di lapangan dan menemukan solusinya.

Ukuran Kinerja

United Nations (UN) E-Government Survei 2020 mempredikatkan negara-negara yang mendapatkan poin lebih dari 0.75 sebagai Very High EGDI, 0.50 sampai 0.75 poin sebagai High EGDI, 0.25 sampai 0.50 poin sebagai Middle EGDI, dan kurang dari 0.25 poin sebagai Low EGDI. Terdapat sejumlah dimensi ukuran kinerja yang ada dalam EGDI antara lain indeks pelayanan daring (OSI), indeks infrastuktur telekomunikasi (TII), dan indeks SDM (HCI).

Dalam masing-masing penilaian ukuran kinerja tersebut Indonesia mencatatkan skor yang cukup baik antara lain skor 0.6824 untuk OSI, 0.5669 untuk TII, dan 0.7342 untuk HCI. Ketiga komponen tersebut sudah berada diatas skor rata-rata dunia, meskipun jika dilihat dari grup regional Asia dan Sub-regional Asia Tenggara, Indonesia masih berada di bawah rata-rata pada skor indeks TII. E-Participation Index Indonesia juga berhasil melompat naik 35 peringkat dari sebelumnya peringkat 92 menjadi 53.

Skornya 0.7500. Skor ini sudah di atas rata-rata dunia (0.5677), regional Asia dengan (0.6294), dan regional Asia Tenggara dengan skor (0.6126). Hal ini membuat Indonesia naik predikat dari sebelumnya masuk dalam grup High E-Participation Index menjadi Very High E-Participation Index. Sementara, melalui survei tersebut, Indonesia disejajarkan dengan Denmark, Estonia, Jerman, Prancis, Amerika Serikat, Korea, Jepang, China, Australia dan banyak negara maju lainnya.

Hal tersebut dalam hal perolehan Open Government Data Index. Dari skala yang sama yakni 0 sampai 1, Indonesia berhasil mendapatkan skor 1.0000 dan berhasil mencatatkan namanya pada grup Very High Open Government Data Index (OGDI) Level. Selain menilai implementasi SPBE di suatu negara, pada survei kali ini PBB melalui Department of Economic and Social Affairs juga menilai bagaimana negara-negara anggotanya memanfaatkan teknologi dalam menghadapi pandemi.

Meskipun dihadapkan dengan banyak tantangan, negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia mampu membuat kemajuan menuju transformasi digital. Salah satu contohnya, Indonesia telah memiliki sistem pencatatan sosial berbasis digital yang berfungsi sebagai pintu gerbang dalam program perlindungan sosial dengan bantuan langsung tunai dan bantuan darurat yang dikirim langsung ke masyarakat yang membutuhkan.

Sistem registrasi digital seperti ini memungkinkan transparansi dan akuntabilitas dalam rangka memastikan perlindungan sosial di suatu negara. Inisiatif yang dimaksud adalah standar pengelolaan basis data terpadu untuk program perlindungan sosial. Selain itu, dalam upaya penanganan pandemi Covid-19, teknologi berbasis artificial intellegence (AI) telah terbukti bermanfaat untuk menyediakan layanan tambahan perawatan kesehatan ketika layanan utama telah melebihi kapasitas.

Di Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menginisiasi rencana aksi cepat untuk mengatasi pandemi Covid-19. Melalui sinergi antar-institusi penyelenggara IPTEK dan asosiasi kepakaran, BPPT telah membentuk Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan Covid-19 (TFRIC19), khususnya dalam pengembangan produk yang terkait dengan test kit Covid-19. TFRIC19 telah merancang produk yang akan dihasilkan dalam waktu dekat.

Melihat hasil tersebut, dalam dua tahun terakhir sejak diterbitkannya Peraturan Presiden 95/2018 tentang SPBE, atas kerja sama berbagai pihak, Indonesia telah menunjukkan geliat perubahan kearah yang lebih baik. Namun, Tim Koordinasi SPBE Nasional yang dipimpin Menteri PAN dan RB perlu menyusun strategi perbaikan penerapan SPBE. Salah satu perbaikannya yakni penguatan infrastruktur telekomunikasi.

Selain itu, penguatan aspek tata kelola, layanan, dan SDM yang dianggap masih hanya sedikit di atas rata-rata. Hal ini perlu menjadi perhatian untuk dapat memaksimalkan penerapan SPBE di Indonesia. “Hasil ini tentu saja menjadi kabar yang baik bagi penyelenggaraan SPBE di Indonesia. Diharapkan, seluruh aspek bangsa terus mampu berkomitmen penuh untuk mendukung pemerintahan digital dan pembangunan berkelanjutan dalam rangka memenangkan persaingan global,” ujar Tjahjo.

Sumber:BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY