Modus Anomali Man United di Liga Inggris

0

Pelita.online – Manchester United tampil luar biasa kala melumat 6-2 Leeds United, tim yang digadang-gadang bakal jadi kuda hitam di Liga Inggris musim ini. Hasil itu juga membawa anak asuh Ole Gunnar Solksjaer naik ke papan atas klasemen.

Bermain di Old Traffod, Setan Merah tampil kesetanan sejak awal laga. Scott McTominay menghentak mental anak asuh Marcelo Bielsa dengan dua golnya dalam tiga menit pertama.

Mental pemain Leeds benar-benar ambruk usai dua gol itu. Man Utd menutup babak pertama dengan keunggulan 4-1 setelah gol Bruno Fernandes dan Victor Lindeloef hanya mampu dibalas sekali oleh Liam Cooper.

Di babak kedua, gol Daniel James dan Fernandes lagi-lagi cuma sekali dibalas oleh Stuart Dallas. Red Devils mengakhiri laga dengan skor 6-2, sebuah anomali penampilan Man Utd sepanjang musim ini.

Pun demikian laga di penghujung senja pada Minggu (20/12) waktu setempat itu juga seolah menohok para pengkritik selama ini, tapi sekaligus membuat banyak orang terperangah, kok bisa?.

Sejak awal musim ini Man Utd bukan tim penantang juara. Banyak pihak menjagokan Liverpool dan Manchester City yang ada di rel juara hingga akhir.

Tapi sejauh ini, Man City keteteran. Sedangkan Man Utd perlahan bangkit, menapaki setiap setrip klasemen hingga kini di posisi ketiga klasemen.

Harry Maguire cs bukan unggulan juara karena memang penampilan yang tak konsisten. Laga pertama musim ini melawan Crystal Palace mereka kalah 1-3 di kandang sendiri.

Sempat menang 3-2 di markas Brighton and Hove Albion di pekan berikutnya, Man Utd di laga ketiga justru dipermak Tottenham Hotspur 1-6, lagi-lagi di kandang sendiri.

Manchester United's Paul Pogba, left, goes to head the ball with Manchester City's Rodrigo during the English Premier League soccer match between Manchester United and Manchester City at Old Trafford in Manchester, England. Saturday, Dec. 12, 2020. There have been 150 top-flight Man U v Man City derbies with United having won 58 and City 45, with 47 draws. (AP Photo/Paul Ellis/ Pool via AP)Man Utd kerap bermain menunggu di belakang dan mengandalkan serangan balik jika bertemu tim-tim besar. (AP/Paul Ellis).

Setelah itu mereka tampil angin-anginan. Menang, seri, kalah, lalu menang lagi, seri lagi, kalah lagi.

Man United sempat menang 4-1 lawan Newcastle United, lalu seri 0-0 versus Chelsea, tapi kalah 0-1 dari Arsenal.

Penampilan Man Utd di Liga Inggris sebelas dua belas di Liga Champions. Dua laga awal menang atas PSG 2-1 dan melumat RB Leipzig 5-0, mereka lalu dipukul Instanbul Basaksehir 1-2.

Hingga akhirnya Man Utd mengakhiri Grup H di posisi ketiga karena dua laga terakhir keok 1-3 dari PSG, lalu tak berdaya kala digebuk 2-3 oleh Leipzig. Mereka pun ‘lolos’ ke Liga Europa.

Sementara di Liga Inggris, sebaliknya MU mulai meraih hasil positif. Setelah tersingkir di Liga Champions, Man Utd menjalani tiga laga di Liga Inggris.

Hasilnya dua kali menang, yakni 3-2 lawan Sheffield United dan mencukur Leeds 6-2, lalu sekali seri saat menjamu Man City 0-0.

Setan Merah pun berada di papan atas. Di posisi ketiga dengan 26 poin. Mereka berjarak lima poin dari Liverpool di puncak klasemen.

Keberanian Ole yang Meragukan

Melawan Leeds dan Sheffield, Man Utd tampil berani dan mengambil inisiatif serangan. Mereka juga efektif dalam memanfaatkan peluang.

Terlepas dari penampilan buruk Leeds, Marchus Rasfhord dan kolega memang tak seperti biasa. Mereka tampil dominan di beberapa aspek.

Sepanjang laga, Man Utd melepaskan 26 tembakan, terbanyak yang mereka lakukan sepanjang laga-laga musim ini.

Dari 26 usaha itu, 14 di antaranya menemui sasaran dan termasuk enam yang berbuah gol. Bandingkan dengan Leeds yang cuma punya empat tembakan–dua di antaranya jadi gol–tepat sasaran dari 17 usaha.

Lawan Sheffield, Man United juga sama dominan. Setan Merah melakukan 15 usaha, sembilan on target dan tiga di antaranya berbuah gol. Sedangkan tim tuan rumah cuma membuat enam tembakan tepat ke gawang dari 12 usaha.

Bahkan MU juga unggul penguasaan bola, yakni 60 persen. Sebuah dominasi yang jarang-jarang dilakukan tim asuhan Ole Gunnar Solskjaer.

Jarang-jarang, karena lawan yang dihadapi bukan levelnya. Apalagi Sheffield juga juru kunci di klasemen, baru satu poin, dan memang jadi mangsa empuk tim lainnya untuk mengumpulkan tiga poin.

Manchester United manager Ole Gunnar Solskjaer reacts during the English Premier League soccer match between Manchester United and Crystal Palace at the Old Trafford stadium in Manchester, England, Saturday, Sept. 19, 2020. (Shaun Botterill/Pool via AP)Ole Gunnar Solskjaer harus berani menerapkan permainan yang mendominasi untuk Man Utd bisa menjadi tim favorit juara. (AP/Shaun Botterill)

Hal sebaliknya justru terjadi ketika Man Utd bertemu tim-tim besar. Misalnya kala menjamu Man City dua pekan lalu.

Derby Manchester berkesudahan 0-0 itu, Man Utd lebih banyak bertahan. Mereka juga tak berniat mengambil inisiatif serangan. Solskjaer tampaknya menginstruksikan anak asuhnya mengandalkan serangan balik ketika mendapat kesempatan.

Solskjaer terlihat bermain dengan gaya pragmatis. Dia layaknya Jose Mourinho, yang terpenting hasil akhir. Baginya, tiap laga perlu dipersiapkan racikan strategi seadaptif mungkin sesuai kekuatan lawan.

Meski musim jauh dari kata akhir, namun jika menilik karakter dan gaya main Solskjaer di tiap laga, tampaknya Man Utd masih bukan tim penantang juara.

Setidaknya untuk menjadi juara, semua tim harus tampil berani, konsisten, mendominasi, lalu efektif dalam penyelesaian akhir. Contohnya Liverpool di musim lalu. Namun hal sebaliknya terjadi pada Man Utd yang hingga kini belum menunjukkan semua itu.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY