Nasib Uighur dan Jerat Investasi Cina di Pakistan

0

Pelita.Online – Pada malam musim dingin yang dingin, Mohammad Hassan Abdul Hameed (34) berjalan menuju restorannya, melewati toko-toko sutra di Pasar Cina yang sibuk di Rawalpindi, Pakistan.

Dia, seperti kebanyakan yang lain, adalah seorang Uighur yang dianiaya dari provinsi Xinjiang di Cina.

Ayah Abdul Hameed tiba di Rawalpindi 50 tahun yang lalu untuk bekerja di sebuah wisma yang dikhususkan bagi Uighur yang akan pergi ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji.

Namun saat ini, wisma yang tidak jauh dari restoran Abdul Hameed itu dibiarkan menjadi pasar. Menurut warga, wisma ditutup atas permintaan Cina pada tahun 2006.

Orang-orang Uighur telah bermigrasi ke Pakistan sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Sebagian mereka bekerja sebagai pedagang dan sisanya sebagai pelarian dari kejamnya penganiayaan rezim komunis Cina.

Tindakan brutal Cina terhadap Uighur telah menjadi berita utama di seluruh dunia. Tiga juta orang Uighur diyakini telah ditahan di kamp konsentrasi yang disebut “kamp pendidikan ulang”. Mereka dipaksa untuk meninggalkan Islam.

Di Pakistan, ada sekitar 2.000 orang Uighur, selama beberapa dekade mereka tidak terlalu menampakkan diri, sehingga sangat sedikit orang yang bahkan menyadari keberadaan mereka.

Namun tetap saja keberadaan mereka tidak luput dari sorotan Cina yang menjadi “saudara besi” Pakistan karena memberi bantuan saat krisis ekonomi melanda. Menurut warga, Cina telah menekan Pakistan untuk tidak memberikan kritik.

“Mereka ingin menghabisi orang-orang Uighur,” kata Abdul Hameed, merujuk pada orang Cina. “Di sini, kita tidak bisa melakukan apa pun sesuai keinginan kita karena Cina mengejar kita.”

Perlu diketahui, Beijing telah menginvestasikan $ 62 miliar (sekitar Rp875 triliun) untuk pembangunan Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC), yang akan menghubungkan Kashgar di Xinjiang ke pelabuhan Gwadar selatan di Pakistan. Cina juga telah menjanjikan bantuan keuangan kepada negara itu, yang sangat ingin menyelesaikan masalah ekonominya.

Meskipun Pakistan sering menyoroti nasib minoritas Muslim di seluruh dunia, dalam persoalan Uighur, negara itu tidak ingin membuat marah tetangganya yang kuat.

Orang-orang Uighur di Pakistan tahu betul apa yang terjadi di Cina karena banyak anggota keluarga mereka yang masih tinggal di Xinjiang. Mayoritas tidak dapat berkomunikasi dengan mereka selama dua tahun terakhir karena ditahan di kamp.

“Dari keluarga kami, 300 orang berada di dalam (kamp-kamp),” kata Abdul Hameed. “Bahkan kakakku ada di dalam.”

Abdul Latif, seorang pedagang sutra, menceritakan saudaranya yang tinggal di Xinjiang. “Tidak ada berita tentang mereka,” katanya.

“Kita tidak bisa menelepon mereka. Jika mereka mendapat telepon dari sini -sekalipun mereka tidak mengangkatnya- setelah beberapa jam polisi akan datang dan bertanya siapa yang menelepon, apa hubungannya dengan mereka, berapa lama sudah mengenal mereka. Hanya dengan alasan ini, mereka akan ditangkap.”

Kiblat.com

LEAVE A REPLY