Pak Harto: Wasiat saya, Sebenarnya Bukan Wasiat Saya Sendiri

0

Pelitaonline.id – Dalam buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya”, 1989, Bapak Pembangunan, Soeharto banyak menyingung pentingnya mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara. Menurut Pak Harto -begitu beliau akrab disapa-, dalam masyarakat yang majemuk yang mudah pecah, eksistensi Pancasila sangat fundamental untuk dipertahankan.

Di masa kepemimpinannya, nilai-nilai Pancasila diamalkan betul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mulai dari tingkat bawah hingga atas wajib ikut Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).

Namun disayangkan, hal ini bertolak belakang setelah lengsernya Presiden RI kedua yang menjabat selama 32 tahun itu. Sejak 1998, masa itu diganti dengan era Reformasi yang saat ini menginjak usia 18 tahun. Sekarang ini nilai-nilai Pancasila sudah luntur, dan itu sangat menyedihkan.

Banyak kalangan menilai, era reformasi saat ini keluar dari rel jalur demokrasi Pancasila. Dengan adanya reformasi, demokrasi, masing-masing bisa teriak-teriak sendiri, menuntut hak tapi tak mau mengerjakan kewajiban.

Di era Soeharto, Pancasila dihayati dan diamalkan betul dalam hidup berbangsa dan bernegara. Saat itu musyawarah untuk mufakat menjadi corak hidup dalam masyarakat yang menjunjung budaya ketimuran.

Meski begitu, tentunya kita tak ingin mengembalikan Era Orde Baru, tetapi seharusnya siapapun pemimpin di negeri ini, wajib mengembalikan amanah Pancasila. Bangsa ini memiliki ciri khas sendiri tanpa perlu mengadopsi sistem dari negara barat yang belum tentu cocok diterapkan.

Lalu apa pandangan Pak Harto mengenai Pancasila, berikut ini beberapa kutipan dalam buku tersebut:

“Masyarakat Pancasila adalah masyarakat yang sosialistis religius. Pancasila menetapkan dua sifat, manusia sebagai individu dan makhluk sosial, tidak dapat dipisahkan. Mono dualistis sifatnya, tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya,”  Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (1989: 383).

“Masyarakat Pancasila, (masyarakat yang) sosialistis religius, karena religius mengandung sosialisme. Tetapi sosialisme belum tentu religius,” Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (1989: 383).

“Ciri-ciri utama (masyarakat pancasila) ialah tidak dapat menyetujui adanya kemelaratan, keterbelakangan, pertentangan, pemerasan, kapitalisme, feodalisme, kediktaturan, kolonialisme dan imperialisme,” Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (1989: 228).

“Pancasila itu mementingkan kebersamaan dan individu, dengan percaya kepada adanya Tuhan,” Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (1989: 378-383).

“Kita memandang Pancasila sebagai wawasan yang menyeluruh dan dinamis. Karena itu pula, kita memandang pembangunan nasional sebagai konsep yang sama, menyeluruh dan dinamis,” Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya.

“Koreksi total dan pembaharuan yang dilakukan oleh Orde Baru tidak lain daripada untuk meluruskan kembali penyimpangan-penyimpangan dan mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan Pancasila dan UUD’45,” Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (1989: 410).

“Wasiat saya, sebenarnya bukan wasiat saya sendiri, melainkan wasiat atau pesan kita bersama. Yakni, agar mereka yang sesudah kita benar-benar dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila,” Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya (1989:566). (EK)

LEAVE A REPLY