Pakar: Vaksin Nusantara yang Asli Indonesia Hanya Sampel Darah

0

Pelita.online – Dosen dan peneliti vaksin dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi, menepis anggapan sejumlah pihak yang menyebut vaksin Nusantara sebagai karya asli Indonesia.

Menurutnya, fakta berbicara lain. Sebagaimana diungkapkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahwa semua bahan pembuatan vaksin Nusantara berasal dari Amerika Serikat (AS). Penelitian vaksin Nusantara juga dilakukan oleh warga Amerika dari AIVITA Biomedica, Inc.

“Ini begitu heboh, yang komentar sejak awal politisi. Ini asli Indonesia, semua bahan Indonesia. Tapi ketika dikaji BPOM, bahan buatan Amerika. Ide pun bukan asli Indonesia, yang asli hanya darah orang Indonesia, tapi untuk membiakkan sel dendritik dari Amerika, antigen dari Amerika,” kata Soedjatmiko dalam diskusi virtual bertajuk “Menguak Problematika Vaksin Nusantara” yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Senin (26/4/2021).

Soedjatmiko, yang juga anggota Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), mengatakan kata “Nusantara” sendiri sudah menimbulkan polemik karena kenyataannya mulai dari bahan baku sampai peneliti diimpor dari Amerika.

Soedjatmiko menilai perdebatan vaksin Nusantara tidak akan pernah ketemu karena perbedaan pendapat dilakukan di tataran politik. Dari kubu akademisi, sejumlah pendukung vaksin Nusantara tidak mempunyai latar belakang penelitian imunologi. “Sebaiknya yang komentar adalah orang yang memang mengerti bidangnya. Jangan seolah-olah jadi ahli vaksin,” katanya.

Soedjatmiko mengatakan semua vaksin sebenarnya menggunakan peran atau merangsang sel dendritk di dalam tubuh. Perbedaannya, vaksin Nusantara melakukan pengambilan darah, sehingga sel dendritik dikerjakan di luar tubuh dan diberi paparan antigen virus Covid-19, kemudian dimasukkan kembali ke dalam tubuh manusia.

“Proses ini mengandung risiko, sedangkan vaksin lain, disuntikkan lalu ketemu sel dendritik (di tubuh manusia), dan seterusnya. Jadi konsep sel dendritik bukan sesuatu yang mewah,” ujarnya.

Soedjatmiko juga tidak setuju penyebutan “vaksin” pada vaksin Nusantara. Vaksin dari sel dendritik itu awalnya dipakai untuk terapi kanker. Sifat vaksin dendritik juga individual karena sampel darah diambil orang per orang, sehingga dipertanyakan kemampuannya sebagai vaksin untuk mengatasi kondisi pandemi secara cepat.

“Penelitian dilanjutkan silakan saja.Tapi kalau dibilang ‘Nusantara’, nanti dulu. Dibilang vaksin, nanti dulu. Jadi tampaknya namanya akan berubah apakah sel terapi? Kembali ke aslinya sel dendritik untuk sel terapi, bukan untuk vaksin,” tandasnya.

Sumber: BeritaSatu.com

LEAVE A REPLY