‘Peluru’ Ombudsman sasar Polisi hingga Satpol PP

0

Jakarta, Pelita.Online – Ombudsman RI melakukan investigasi di beberapa wilayah Indonesia. Hasilnya, Ombudsman masih menemukan penyimpangan di sejumlah lembaga atau institusi.

Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala mengungkapkan ada tiga Polda yang endapan kasusnya paling banyak yaitu Sumut, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.

“Kami mau ke Sumut ada pelaporan ke kami tentang pembunuhan sudah enam tahun malah. Bayangkan berganti-ganti kapolda, ganti-ganti janji belum selesai juga,” jelas Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, Senin (27/11).

Bahkan dalam kasus pembunuhan di Sumut ini, belum juga ada kejelasan siapa tersangkanya kendati telah terjadi enam tahun lalu. “Enggak jelas. Kalau tersangkanya kabur kan jelas, kalau ini enggak. Kami kan butuh kejelasan ini,” ujarnya.

Khusus untuk kasus kriminal, minimal variabelnya ada dua sehingga bisa ditindaklanjuti; jenis tindak pidana dan lokasi. Ia mencontohkan kasus penggelapan di Jakarta, seharusnya memiliki progres yang cepat atau paling tidak dua pekan harus selesai prosesnya.

“Tapi kalau penipuan atau penggelapan di maluku, saya bisa memaklumi kalau misalnya dua bulan belum apa-apa. Jadi variabelnya di situ, lokasi dan jenis tindak pidananya,” paparnya.

Selain itu, Ombudsman juga menemukan dugaan maladministrasi dalam layanan pembuatan SKCK di enam wilayah kepolisian daerah (Polda) seluruh Indonesia. Salah satu temuannya ialah penarikan pungli dari pemohon.

Biaya pembuatan SKCK yang masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya Rp 30 ribu. Namun dalam temuan Ombudsman, polisi di unit pelayanan SKCK meminta sampai Rp 50 ribu.

“PNBP-nya kan cuma Rp 30 ribu. Mereka minta hanya Rp 50 ribu. Artinya kan hanya Rp 20 ribu-an. Rp 20 ribu kan angka receh itu tapi kalau main di reserse itu jutaan,” kata Adrianus.

Ombudsman juga mendapat bukti adanya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) melakukan pungutan liar. Bukti tersebut berupa video.

Untuk diketahui, dalam video tersebut menampilkan adanya temuan untuk membuktikan adanya kerja sama antara Satpol PP dengan preman untuk mengamankan pedagang kaki lima (PKL). Investigasi dilakukan di sejumlah tempat, yakni Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Pasar Tanah Abang, Stasiun Tebet, dan kawasan sekitar Mal Ambasador.

Adrianus menegaskan bahwa titik yang diduga masih marak pungli dan premannya tak hanya Tanah Abang, tapi ada tujuh titik lainnya yaitu Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Pasar Tanah Abang, Stasiun Tebet, dan kawasan sekitar Mal Ambasador.

“Kami punya lokasi tujuh titik. Dan di tujuh lokasi itu fenomenanya sama. Bahwa terjadi Satpol PP ngutip (pungli), yang kedua ada preman. Media kemudian menggiringnya Tanah Abang melulu seakan-akan Tanah Abang beda sama yang lain,” jelasnya.

Merdeka.com

LEAVE A REPLY