Pemenang Pemilu Thailand Dijegal Parlemen, Gagal Jadi PM

0

pelita.online – Menang pemilihan umum (pemilu) bukan berarti berhasil menjadi pemimpin. Hal ini yang sedang dirasakan oleh pemimpin partai pro-reformasi Thailand, Pita Limjaroenrat.

Pemimpin Partai Move Forward itu tengah dihalangi untuk mengambil kekuasaan melalui pemungutan suara parlemen yang mencakup senator yang ditunjuk militer. Ia dijegal meskipun memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan pada Mei lalu.

Pita memperoleh suara terbanyak dua bulan lalu, tetapi aturan pemilu yang ditulis ulang setelah kudeta militer pada 2014 mengharuskan dirinya mendapat dukungan mayoritas dari parlemen untuk menjadi perdana menteri (PM) Thailand.

Politisi berusia 42 tahun itu telah membentuk koalisi dengan partai oposisi lain yang diharapkan memberinya 312 suara, tetapi untuk mencapai ambang 375 total suara, Pita juga perlu mendapatkan dukungan dari anggota parlemen di luar bloknya atau senator yang tidak terpilih di majelis tinggi.

Namun, semua senator saat ini diangkat oleh militer dan dipandang sebagai bagian dari kelompok konservatif.

Pita mencalonkan diri tanpa lawan dalam pemungutan suara tetapi gagal memperoleh mayoritas di parlemen, yang terdiri dari 749 anggota. Hanya 324 yang mendukungnya, termasuk 13 senator, sementara 182 menentang. Sebanyak 199 suara lainnya abstain.

Berbicara setelah pemungutan suara, Pita mengaku menerima hasil tersebut namun tidak akan menyerah.

“Terima kasih atas 13 suara [dari senator] yang berani mencerminkan suara rakyat,” katanya, seperti dikutip The Guardian. “Saya mengerti ada banyak tekanan pada mereka, serta beberapa insentif yang tidak memungkinkan mereka untuk memilih sesuai dengan rakyat. Tapi saya tidak menyerah, saya akan menyusun strategi sekali lagi.”

Partai Move Forward telah berkampanye dengan janji reformasi besar, termasuk menghentikan monopoli, mengakhiri wajib militer, menghilangkan pengaruh militer dari politik dan mengubah undang-undang ketat yang melarang kritik terhadap monarki.

Janji tentang monarki sangat kontroversial di kalangan konservatif dan, dalam sesi parlemen sebelum pemungutan suara, hal itu berulang kali dikutip sebagai alasan mengapa senator dan anggota parlemen tidak mendukungnya. Beberapa menuduh Pita mempertaruhkan kekacauan dan berusaha merusak keluarga kerajaan.

Thailand memiliki beberapa undang-undang yang paling ketat di dunia, di mana kritik terhadap bangsawan dapat menyebabkan hukuman penjara hingga 15 tahun. Lebih dari 250 orang, termasuk anak-anak, telah dituntut berdasarkan undang-undang tersebut sejak tahun 2020.

sumber : cnbcindonesia.com

LEAVE A REPLY