Presiden Diminta Tak Khawatir soal Narasi Pemakzulan jika Terbitkan Perppu KPK

0

Pelita.online – Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris meminta Presiden Joko Widodo untuk tak khawatir dengan narasi pemakzulan, apabila menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.

“Presiden tidak perlu khawatir dengan ancaman banyak pihak, ada yang menghubungkan penerbitan perppu KPK itu dengan impeachment, dengan apa namanya pemecatan atas presiden,” kata Syamsuddin dalam diskusi rilis survei Perppu UU KPK dan Gerakan Mahasiswa di Mata Publik di Erian Hotel, Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Syamsuddin menegaskan, bahwa narasi itu tidak tepat. Ia menganggap, pihak-pihak yang menyebarkan isu tersebut tak memahami konstitusi.

“Konstitusi kita itu sangat jelas prosedur pemberhentian presiden mesti ada pelanggaran hukum mencakup penghianatan terhadap konstitusi, negara, melakukan tindakan tercela, melakukan tindak kriminal itu kategorinya. Jadi konyol penerbitan perpou dihubungankan dengan impeachment,” kata dia.

Pengamat Politik LIPI Syamsuddin Haris usai konferensi pers Civitas LIPI Tolak Revisi UU KPK di Kantor LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).

KOMPAS.com/Deti Mega Purnamasari

Pengamat Politik LIPI Syamsuddin Haris usai konferensi pers Civitas LIPI Tolak Revisi UU KPK di Kantor LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).

Ia juga menuturkan, penerbitan perppu merupakan kewenangan presiden jika merasa ada kegentingan yang memaksa. Syamsuddin menyebutkan, ada tiga opsi jika Presiden Jokowi ingin menerbitkan perppu KPK.

Pertama, perppu yang membatalkan UU KPK hasil revisi. Kedua, perppu yang menangguhkan implementasi UU KPK hasil revisi dalam jangka waktu tertentu, agar UU KPK hasil revisi bisa diperbaiki.

“Dan ketiga yang isinya menolak atau membatalkan sebagian pasal bermasalah yang disepakati antara DPR dan pemerintah. Poin saya, apabila presiden misalnya takut dengan pilihan pertama, beliau bisa pilih yang lain,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Syamsuddin juga menilai ada yang waktu yang tepat bagi Presiden untuk menerbitkan perppu KPK

Menurut Syamsuddin, titik tolaknya adalah 17 Oktober 2019.

“Sebab itu satu bulan sesudah 17 September, di mana disepakati DPR dan Pemerintah UU KPK hasil revisi. Pilihan yamg baik bagi Pak Jokowi adalah menunggu tanggal 17 Oktober, perppu bisa dilakukan setelahnya. Nah setelahnya itu kapan? Bisa sebelum dan sesudah pelantikan presiden,” ujarnya.

Meski demikian, Syamsuddin menilai momen yang pas adalah setelah pelantikan presiden dan wakil presiden. Sebab, jika perppu KPK diterbitkan sebelum pelantikan, bisa menimbulkan potensi gejolak yang berisiko mengganggu pelantikan.

“Memang yang paling aman sesudah pelantikan presiden, tapi sebelum pembentukan kabinet. Itu waktu yang paling pas, setelah 17 Oktober dan setelah pelantikan presiden dan sebelum pelantikan kabinet,” katanya.

 

Sumber : Detik.com

LEAVE A REPLY