‘Propaganda’ NKRI di Bumi Cenderawasih

0

Pelita.Online, Jakarta – Insiden pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok separatis terhadap aparat keamanan dan pekerja BUMN di wilayah Nduga Papua menjadi perbincangan serius di tingkat nasional.

Teror yang terjadi di tengah pembangunan Trans Papua andalan Presiden Joko Widodo itu bertepatan saat Organisasi Papua Merdeka (OPM) baru merayakan ulang tahunnya pada 1 Desember lalu.

Panglima Daerah Militer Markodap III Ndugama Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Egianus Kogoya menyatakan bertanggung jawab atas pembunuhan pekerja proyek jembatan Kali Yigi, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga, Papua itu.

Alih-alih meredam isu, pemerintah untuk kali ini bersikap reaktif. Instruksi Jokowi tegas: tangkap pelaku tindakan biadab, Trans Papua harus diselesaikan.

Ini bukan kali pertama kelompok Egianus Kogoya diduga melancarkan aksi di Papua. Sepanjang 2018, aparat mencatat kelompok Egianus telah melakukan penembakan di Bandara Kenyam, Nduga pada 25 Juni, serta penyekapan dan kekerasan seksual terhadap belasan guru dan paramedis di Distrik Mapenduma, Nduga pada 3-17 Oktober.

Presiden Joko Widodo usai memberikan grasi tahanan politik Papua. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)

Itu baru kelompok Egianus, belum termasuk kelompok dari gerakan-gerakan pembebasan Papua yang tersebar di sejumlah distrik lainnya.

Pemerintah pusat selama ini berusaha meredam isu tentang usaha kelompok separatisme dan sejumlah dukungan beberapa negara asing yang menyebut pemerintah Indonesia telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) di pulau paling timur nusantara itu.

Sejumlah pihak membuat media atau situs propaganda yang bertugas sebagai ‘penangkis’ agar usaha tersebut tidak meluas.
Di antara banyaknya situs propoganda tersebut, ada enam media yang dikemas dalam bahasa Inggris dan memuat berbagai artikel yang memastikan bahwa tidak ada pelanggaran HAM di Papua, prestasi-prestasi yang dilakukan warga Papua untuk Indonesia, dan optimalnya tugas aparat keamanan dan pemerintah dalam memakmurkan Papua.

Enam media tersebut dikelola oleh Tenaga ahli Komisi I DPR RI Arya Sandhiyudha. Arya yang bergelar doktor di bidang Hubungan Internasional itu mengaku sengaja membuat situs tersebut agar opini Indonesia dan Papua damai terbentuk dengan baik di mata Internasional.

Pembuatan situs ini juga sekaligus menangkis segala bentuk opini propaganda yang dibuat oleh OPM dan kelompok-kelompok separatis lainnya di Papua.

“Itulah kenapa dibuat dalam bahasa Inggris. Biar opini dari OPM kita tangkis. Orang asing juga mencari West Papua yang muncul ya berita-berita yang baik soal Papua,” kata Arya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (6/12).

LEAVE A REPLY