Ramai-ramai Tolak Keputusan Nadiem Buka Sekolah saat Pandemi

0

Pelita.online – Sejumlah pihak dan pegiat pendidikan menolak keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam membuka kembali kegiatan belajar mengajar di sekolah di tengah masa pandemi Covid-19. Keputusan tersebut dinilai tak memiliki dasar yang tepat.

“Kami meminta Nadiem untuk membatalkan keputusan membuat kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di sekolah dalam rangka memberi perlindungan penuh pada hak kesehatan siswa dan tenaga pendidikan lainnya,” ujar Inisiator Koalisi Warga Lapor Covid-19, Irma Hidayana, dalam konferensi pers virtual, Senin (17/8).

Pernyataan sikap penolakan pembukaan sekolah di tengah pandemi ini ditandatangani oleh sejumlah lembaga seperti Federasi Guru Independen Indonesian, Federasi Serikat Guru Indonesia, Koalisi Guru Banten, LaporCovid19, YLBHI, Lokataru, Hakasasi.id, Transparansi Internasional Indonesia, serta Visi Integritas.

Alih-alih melancarkan proses belajar anak, pembukaan sekolah dinilai Irma bisa menjadi arena transmisi virus corona penyebab Covid-19.

Irma juga mengkritisi alasan kendala pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dijadikan pertimbangan untuk kembali membuka aktivitas sekolah. “Ini sangat tidak pantas. Tidak mungkin kendala PJJ ditukar dengan kesehatan bahkan nyawa siswa dan tenaga pendidikan,” kata dia.

Alih-alih membuka kembali aktivitas sekolah, lanjut Irma, seharusnya pemerintah mencari solusi untuk menyelesaikan sejumlah kendala tersebut. Akses internet yang terbatas menjadi salah satu kendala yang paling banyak dialami masyarakat.

“Kalau ada kendala PJJ seperti internet, kebosanan orang tua, itu harusnya dicari solusi yang menyelesaikan masalah. Bukannya mempertaruhkan kesehatan anak sendiri,” tegas Irma.

Sejumlah siswa SDN 1 Inten Jaya mengerjakan tugas melalui gawainya di Kampung Lebak Limus, Lebak, Banten, Senin (20/7/2020). Sejumlah siswa yang tinggal di daerah pelosok tersebut kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) secara daring dan tepaksa menempuh perjalanan hingga satu kilometer dari kediamannya menuju ke dataran yang lebih tinggi agar mendapatkan jaringan internet guna mengerjakan tugas sekolah melalui gawai yang nantinya dikirim melalui aplikasi percakapan WhatssApp. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/agr/wsj.Ilustrasi. Berbagai kendala pembelajaran jarak jauh (PJJ) dijadikan alasan untuk kembali membuka kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di sekolah. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS)

Dalam pelaksanaannya, Mendikbud Nadiem menyerahkan kebijakan pembukaan sekolah kepada masing-masing pemerintah daerah. Dalam hal ini, Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) Yogyakarta, Darmaningtyas menilai Nadiem gagap dengan melempar tanggung jawabnya kepada pemerintah daerah.

“Dia [Nadiem] malah memberi kebebasan untuk membuka sekolah ke kebijakan pemerintah daerah, sekolah, dan orang tua. Itu justru menunjukkan bahwa dia lempar tanggung jawab. Supaya dibilang berpihak pada anak-anak, tapi sebenarnya melepas tanggung jawab,” ujar Darmaningtyas, dalam kesempatan yang sama.

Senada, Ikatan Dokter Indonesia tidak menganjurkan pembukaan sekolah untuk saat ini. Ketua IDAI, Aman Pulungan mengingatkan, kasus positif dan kematian akibat Covid-19 pada anak di Indonesia masih berisiko tinggi.

“Enggak bisa [pembukaan sekolah] pakai zonasi, karena tes [Covid-19] di Indonesia belum cukup. Dan, kalau ada yang tertular itu capek yang tracing. Proses ini seperti benang kusut kalau sudah ada yang positif,” jelas Aman pada kesempatan yang sama.

Untuk membuka sekolah, lanjut Aman, seharusnya pemerintah lebih dulu memastikan apakah wabah yang melanda sudah terkendali dengan baik. Selain itu, kemampuan sistem kesehatan untuk menangani wabah juga seharusnya dijadikan pertimbangan.

“Dalam hati kecil saya, sampai ajaran penuh pada 2021, sekolah belum bisa dibuka,” kata Aman.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY