Rekam Jejak Permusuhan Presiden Filipina dan Media Massa

0

Pelita.online – Vonis bersalah yang dijatuhkan kepada jurnalis Filipina yang merupakan pemimpin redaksi Rappler, Maria Ressa, serta seorang mantan penulis dan periset di media tersebut, Reynaldo Santos, pada Senin (15/6) kemarin telah menimbulkan kekhawatiran baru tentang kebebasan pers di bawah pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte.

Ressa adalah jurnalis ternama yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan melakukan pencemaran nama baik terkait pemberitaan. Perkara itu dijadikan senjata oleh rezim Duterte untuk menjerat Ressa.
Sebelum hal itu terjadi, Duterte melalui anak buahnya di pemerintahan terlebih dulu menggoyang Rappler soal dugaan penggelapan pajak.
Duterte dikenal memiliki sejarah konflik dengan media massa, yang kerap mengkritik pemerintahannya terutama soal upaya pemberantasan narkoba.

Berikut rekam jejak beberapa konfrontasi Duterte dan media massa yang dirangkum oleh AFP.

Duterte vs Inquirer

The Phillipine Daily Inquirer adalah salah satu media papan atas di Filipina yang memiliki slogan menyajikan ‘berita berimbang, pandangan tanpa rasa takut’.

Ketika Duterte menghukum mati pengedar narkotika pada 2016, surat kabar tersebut meliputnya secara luas dan menerbitkan editorial yang sangat kritis terhadap hukuman tersebut.

Duterte berulang kali menyerang surat kabar itu dalam pidatonya. Di satu titik ia menyebut Inquirer dan lembaga penyiaran ABS-CBN sebagai ‘tidak tahu malu… anak-anak wartawan pelacur itu’.

Beberapa bulan kemudian, pemilik surat kabar itu terlibat pembicaraan untuk menjual surat kabar Inquirer kepada seorang pengusaha sekaligus pendukung Duterte. Namun, kesepakatan itu gagal.

Penghentian siaran ABS-CBN

Lembaga penyiaran ternama di Filipina, ABS-CBN, terpaksa berhenti mengudara pada Mei setelah bertahun-tahun menerima ancaman Duterte yang akan mematikan jaringan penyiaran itu.

Di awal masa jabatannya, Duterte menuduh jaringan media massa itu tidak menyiarkan iklan kampanye presiden pada 2016 dan tidak mengembalikan pembayaran.

“Maaf. Anda keluar. Saya akan memastikan bahwa Anda keluar,” kata Duterte pada Desember 2019.

Juru bicara presiden mengatakan Duterte ‘benar-benar netral’ pada badan legislatif yang ingin memberikan lisensi baru untuk operasional jaringan tersebut.

Mendukung pembunuhan jurnalis korup

Duterte memicu kemarahan publik ketika ia mendukung pembunuhan jurnalis yang korup, saat baru terpilih sebagai presiden pada 2016.

Saat itu Duterte mengatakan, “Anda tidak dibebaskan dari pembunuhan”.

Persatuan Wartawan Nasional Filipina menggambarkan komentar itu sebagai hal yang mengerikan di salah satu negara yang paling berbahaya bagi wartawan.

Salah satu serangan paling mematikan di dunia terhadap jurnalis terjadi di Maguindanao, Filipina pada 2009. Saat itu 32 jurnalis berada di antara 58 orang yang dibunuh oleh orang suruhan salah satu kandidat pemilihan gubernur.
Lecehkan jurnalis wanita

Saat masih menjadi calon presiden, Duterte sempat bersiul kepada seorang jurnalis wanita selama konferensi pers yang disiarkan secara nasional. Hal itu memicu kecaman dari kelompok-kelompok hak asasi dan pers.

Duterte menyela pertanyaan dari reporter Mariz Umali dengan siulan.

Sementara Umali berusaha meredakan kontroversi, suaminya yang juga seorang jurnalis, Raffy Tima, mengunggah tulisan di Facebook, “Menggoda istri saya adalah perbuatan yang salah”.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY