Sejak Lama, Pak Harto Dekat dengan Pesantren

0
Pak Harto berfoto bersama dengan keluarga Pesantren Al Masthuriyah, Cisaat, Sukabumi (9/4/1970)). Foto: Ist

Pelita.Online – Dalam catatan berseri ini, Redaksi cendananews.com selain menurunkan sejumlah tulisan dan liputan berbagai acara, juga menampilkan berbagai aktivitas. Salah satunya, catatan ekspedisi Incognito Pak Harto tahun 2012. Ekspedisi yang dilakukan oleh sebuah tim dari YHK yang terdiri dari Mahpudi (penulis), Bakarudin (jurnalis), Lutfi (filatelis), Gunawan (kurator museum), serta salah satu saksi sejarah peristiwa itu, yaitu Subianto (teknisi kendaraan pada saat incognito dilaksanakan). Meski sudah cukup lampau ekspedisi itu dilakukan, dan hasilnya pun sudah diterbitkan dalam buku berjudul Incognito Pak Harto –Perjalanan Diam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya (2013) dan Incognito – The President Impromptu Visit (2013) serta Ekspedisi Incognito Pak Harto –Napak Tilas Perjalanan DIam-diam Seorang Presiden Menemui Rakyatnya (2013) , namun hemat kami catatan ekspedisi yang ditulis oleh Mahpudi dalam beberapa bagian ini tetap menarik untuk disimak. Sebab, seperti disimpulkan oleh penulisnya, peristiwa blusukan ala Pak Harto yang terjadi pada tahun 1970 ini sangat patut dijadikan salah satu tonggak sejarah nasional Indonesia.

Selamat Membaca.

Bagian 15 Catatan Ekspedisi Incognito Pak Harto

perjalanan incognito pak harto,

Asrama yang merupakan sumbangan dari Presiden Soeharto saat berkunjung ke Pesantren Al Masthuriyah, Cisaat, Sukabumi dalam perjalanan Incognito pada 10 April 1970.

Pak Harto mengakhiri etape pertama perjalanan diam-diam (incognito) dengan mengunjungi pesantren Masturiyah di daerah Tipar, Cisaat, Sukabumi, pada 10 April 1970. Incognito kali ini merupakan perjalanan yang sungguh istimewa. Betapa tidak, untuk pertamakalinya, seorang presiden “menghilang” dari istana selama berhari-hari, sejak 5-10 April 1970. Ini belum pernah terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya. Selama itu pula, Pak Harto keluar masuk kampung di sebagian wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah, bukan sebagai pejabat yang kehadirannya dielu-elukan dan disambut dengan acara kehormatan, melainkan sebagai tokoh–layaknya seorang ayah mengunjungi anak-anaknya.

Pertanyaan yang cukup menggganjal dalam benak kami sebagai Tim Ekspedisi Incognito Pak Harto pada 14 Mei 2012, ”lalu, bagaimana jalannya pemerintahan berlangsung di Jakarta selama sang Presiden menghilang berhari-hari?”

Dari buku Jejak Langkah Pak Harto (2003) yang berisi agenda resmi kenegaraan Presiden Soeharto memang memperlihatkan pada tanggal-tanggal tersebut, memang tak ada kegiatan resmi kenegaraan, tak ada acara menyambut tamu negara atau aktivitas kenegaraan lainnya. Buku yang terdiri atas 6 Jilid itu juga secara konsisten tidak memuat perjalanan incognito Pak Harto sebagai agenda resmi kepresidenan.

Tim Ekspedisi Incognito Pak Harto pada 14 Mei 2012, pun mendatangi pesantren yang kini telah tumbuh pesat. Sejumlah bangunan modern tampak memenuhi kawasan yang tepat berada di tepi jalan penghubung kota Sukabumi dengan Ciawi ini.

Setelah menunggu beberapa waktu, akhirnya tim diterima oleh pimpinan pesantren  KH Endin Fakhruddin Masthur. Beliau memohon maaf kepada tim yang terpaksa menunggu lama karena dirinya masih menjalani pengobatan. Meski begitu, wajahnya tampak berbinar ketika menyambut kedatangan kami di rumahnya yang berada di dalam komplek pesantren. “Begitu mendengar ada tamu yang ingin mengetahui kunjungan Pak Harto kemari, saya sangat ingin menemuinya. Ada yang ingin saya sampaikan.”

perjalanan incognito pak harto,

Kami cukup terkejut ketika sang Kyai membuka ceritanya. ”Pesantren ini didirikan oleh KH Masthuro pada tahun 1920, beliau wafat pada 1967. Saat itu beliau adalah pemimpin pesantren ini. Sebelum wafat beliau berwasiat kepada kami, para penerusnya, agar tetap menjaga dan mengembangkan pesantren yang telah dirintisnya dengan susah payah. Bukan itu saja, beliau mengatakan, kelak akan ada seorang presiden yang mengunjungi pesantren. Sambutlah dan hormati pemimpin itu.”

Kyai Fakhruddin pun menyatakan, pada mulanya, wasiat itu tak begitu diperhatikannya. Mengingat, pesantren Al Masthuriyah saat itu bukanlah pesantren yang besar dan diperhitungkan.  Namun, tiga tahun kemudian, tepatnya pada 10 April 1970, Presiden Soeharto mendatangi pesantren Al Masturiyah dalam sebuah kunjungan diam-diam. Saat itu, dirinya baru meyakini, bahwa wasiat itu benar adanya.

Seperti kunjungan-kunjungan di pesantren–pesantren sebelumnya, Pak harto ketika berada di Al Masthuriyah juga meminta dukungan para kyai, ulama, dan santri  dalam melaksanakan tugasnya sebagai presiden. “Tak hanya itu, Pak Harto juga membantu renovasi masjid serta membangunkan asrama bagi para santri. Sampai saat ini, asrama itu masih tegak berdiri.”

Masih menurut pengakuan Kyai Fachruddin, hubungan mereka dengan Pak Harto juga masih terus berlanjut hingga presiden kedua RI itu tutup usia pada tahun 2008. Dalam berbagai kesempatan, ia kerap diundang ke Jakarta, sementara pada kesempatan lain, utusan Pak Harto datang ke pesantren untuk menyampaikan sesuatu hal.

Penuturan Kyai Fakhruddin bersama dengan kisah-kisah sejenis yang terjadi selama Incognito Pak Harto pada tahun 1970, telah membantah teori yang menyatakan Pak Harto baru “dekat” dengan kelompok Islam setelah tahun 1990-an. Dari kisah incognito ini, sebenarnya dapat disimpulkan, bahwa Pak Harto sejak awal kepresidenannya (1970-an) sudah memiliki hubungan yang kuat dengan kelompok-kelompok muslim di berbagai penjuru negeri ini.

 cendananews.com

LEAVE A REPLY