Soal UU MD3, Bamsoet minta DPR dan Presiden jangan diadu-adu

0
Rapat Pansus RUU Pemilu di DPR pada Rabu (24/5/2017) / Sumber foto : Andhika Prasetia/detikcom

Jakarta, Pelita.Online – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) enggan berkomentar banyak mengenai Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tengah mengkaji kemungkinan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3). Ia memilih untuk menunggu kebijakan langsung dari Presiden.

“Memang batas akhirnya tanggal 15. Makanya jangan diadu-adu. Biar aja kami menunggu apapun kebijakan presiden, DPR menunggu saja,” kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (8/3).

Ia tidak yakin ada bahaya yang mengancam dari UU itu hingga membuat presiden perlu menerbitkan Perppu. Mantan Ketua Komisi III itu percaya bahwa masyarakat sudah tidak lagi mempermasalahkan UU MD3 yang dianggap memuat sejumlah pasal kontroversial tersebut.

“Apanya yang bahaya? Enggak ada yang bahaya. Kita saja yang membesar-besarkan. Kan ada sarananya buat mengkritisi itu. MK. Jadi jangan lagi saya minta pada teman-teman mengadu presiden dengan DPR. Masalah sudah selesai,” sebutnya.

Diketahui, beberapa pasal UU MD3 memang menimbulkan kontroversi di masyarakat. Karena membuat kesan lembaga parlemen menjadi super power. Sebab itulah presiden memutuskan untuk menunda penandatanganan Revisi UU MD3 dan mulai mempertimbangkan Perppu.

Tiga pasal yang dinilai kontroversial, yaitu pasal 73 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245.

Pasal 73 ayat (3) dan (4) mengatur wewenang DPR untuk memanggil paksa orang. Paksaan bisa dilakukan jika orang terkait menolak memenuhi panggilan dewan.

Uji materi Pasal 122 huruf k diajukan karena DPR dinilai tak berhak mengambil langkah hukum terhadap warga yang dianggap merendahkan kehormatan parlemen.

Sementara, Pasal 245 UU MD3 hasil revisi yang mengatur hak imunitas anggota DPR juga dianggap bermasalah

LEAVE A REPLY