Tidak Semua Laki-Laki

0

Pelitaonline.id – Pada Tahun 1988, saya yang waktu itu Brigadir Jenderal TNI menjabat Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota dan Ketua DPD Golkar DKI Jakarta. Di sela-sela semua kesibukanya, saya membuat rekaman sebuah lagu dangdut romantis, berjudul “ Tidak Semua Laki-Laki

Tak disangka, album saya meledak di pasaran. Kaset lagu itu pun diputar di mana-mana. Diam-diam rupanya Gubernur DKI waktu itu, Wijogo Atmodarminto, menyiapkan keresahan. Maklum pada masa itu memang tidak biasa seorang pejabat menjadi penyanyi yang popular. Saya dinilai ingn cari popularitas.

Rupanya perihal “Tidak semua laki-laki” itu sampai juga ke telinga Pak Harto. Saya baru mengetahuinya ketika Pak Wijogo memanggil dan memeluk saya erat sembari berkata. “Wah Pak Basofi, ternyata saya salah, Pak Harto justru tertawa mendengar laporan saya. Menurut Pak Harto langkah yang dilakukan Pak Basofi sudah bagus. Untuk melakukan komunikasi dengan rakyat, harus dengan cara yang merakyat juga, antara lain melalui kesenian. Jadi cara Pak Basofi silahkan diteruskan.”

Saya sangat bersyukur karena ternyata Pak Harto memperhatikan langkah-langkah yang saya lakukan. Pada masa itu para pejabat sering kali memberikan penafsiran sendiri terhadap apa yang diinginkan atau tidak diinginkan Pak Harto. Padahal belum tentu apa yang dilakukan seseorang itu tidak disukai Pak Harto.

Pendekatan melalui lagu memudahkan saya berkomunikasi dengan masyarakat lagu dangdut yang merupakan irama rakyat, saya jelaskan program-program Golkar yang selaras dengan program pemerintah. Saya ingat, waktu itu saya tidak menjanjikan, apalagi membeli suara. Cukup diberi hadiah kaset , masyarakat sudah senang.

Entah seberapa banyak andil lagu dangdut itu mendongkrak perolehan suara Golkar pada pemili 1992. Yang jelas, tidak lama kemudian pak Harto memanggil saya. Beliau mengingatkan, kalu menjadi pejabat pemerintah itu harus amanah, tidak sewenang-wenang , dan harus dekat dengan rakyat. Saya jadi teringat nasihat orang tua agar harus tetap amanah, tidak gumunan (cepat heran), tidak kagetan, dan ojo dumeh (jangan mentang-mentang). Itu pula yang dipesankan Pak Harto dan sampai sekarang masih saya kenang.

Pak Harto kemudian memberikan kepercayaan yang lebih tinggi kepada saya. Tanpa diberitahu sebelumnya, saya ditunjuk menjadi Gubernur Jawa Timur. Ya, itu anugerah buat saya.

Hingga kini saya sulit mempercayai hujatan yang menuduh Pak Harto otoriter dan tidak peduli terhadap nasib rakyat. Pak Harto tidak banyak bicara, tetapi banyak bekerja. Beliau selalu berpikir setrategis, konseptual, dan punya visi yang jauh ke depan. Seorang pemimpin memang harus tegas dan berani mengambil resiko dan itulah pak Harto.

Sumber : “Pak Harto The Untold Stories” – Mochamad Basofi Sudirman

LEAVE A REPLY