Titik Nadir Musik Kecil Inggris, AS, dan Korea Kala Pandemi

0

Pelita.online

“Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ada ketakutan besar bahwa kami akan mati.”

Demikian guratan Presiden Asosiasi Tempat Independen Nasional Amerika Serikat (NIVA), Dayna Frank, dalam surat terbuka kepada Kongres berisi desakan pemberian bantuan bagi industri musik independen di tengah krisis akibat penyebaran virus corona.

Tak hanya di AS, dampak serupa juga diprediksi menghantui berbagai negara lain yang memiliki industri musik kecil kuat, seperti Inggris dan Korea.

Para pelaku industri musik kecil di sana menjerit. Mereka menganggap industri yang mereka bangun dengan susah payah kini mendekati titik nadir karena “terinfeksi” virus corona.

Ketiga negara ini punya tantangan masing-masing. Namun, mereka juga punya sinergi kuat antara pelaku industri besar, pemain kecil, dan pemerintah untuk menanggulangi krisis akibat pandemi ini.

Amerika Serikat

Tumbuh sejak medio 1930-an, industri musik di AS memang sudah punya akar besar dan kuat. Namun, eksistensi industri musik kecil di AS terancam mati digerogoti dampak pandemi Covid-19.

Pelaku industri kecil menganggap pemerintah lamban menyadari dampak pembatalan sederet acara musik di AS. Hingga akhirnya, mereka melayangkan surat terbuka kepada Kongres pada 20 Maret lalu.

“Rumah kami di jalanan, studio, dan teater yang kini terpaksa tutup karena pandemi. Sekarang, pergelaran itu-pekerjaan kami, menghilang bersama segala investasi yang tak akan pernah kembali. Tanpa bantuan, komunitas kami akan menjadi tunawisma, kelaparan, dan tak bisa memenuhi kebutuhan medis.”

*Titik Nadir Musik Kecil Inggris, AS, dan Korea Kala Pandemi*Salah satu kelab musik AS yang terkena dampak wabah corona. (AFP/Rich Fury)

Dalam surat yang akhirnya dilansir Rolling Stone tersebut, mereka menyatakan bahwa pembatalan acara dan penutupan tempat musik tak hanya berdampak pada musisi, tapi juga ribuan orang lainnya, termasuk manajer, produser, promotor, kru, hingga sopir.

Tepat sepekan setelahnya, Presiden Donald Trump langsung meloloskan paket bantuan untuk orang-orang yang kehilangan sumber pendapatan di tengah pandemi Covid-19 sebesar US$2,2 triliun atau setara Rp34.216 triliun.

Billboard melaporkan bahwa melalui bantuan ini, pemerintah akan memberikan US$1.200 bagi tiap individu yang kehilangan sumber pendapatan, termasuk musisi profesional.

Pemerintah juga menyediakan dana bantuan sebesar US$350 miliar untuk bisnis kecil, dengan US10 ribu di antaranya tak perlu dikembalikan. Musisi independen berkesempatan menerima bantuan yang diambil dari dana tersebut.

Sebagian dari keseluruhan dana tersebut juga akan dialirkan ke yayasan dan organisasi seni yang membantu musisi dan seniman lokal di tengah krisis akibat pandemi Covid-19.

Tiga pekan program itu berjalan, asosiasi yang menaungi 800 tempat musik kecil di AS, NIVA, kembali melayangkan surat terbuka ke Kongres karena ternyata, industri musik independen masih tercekik.

Keadaan kian parah ketika pemerintah California dan New York mengumumkan bahwa acara musik kemungkinan tak bisa digelar hingga akhir tahun ini.

Mereka mendesak agar semua program perlindungan bisnis kecil dari pemerintah direvisi sehingga dapat benar-benar memberikan jaminan proteksi bagi tempat-tempat musik kecil, termasuk dengan penghapusan pajak yang tak kunjung terjadi.

Di tengah kepanikan ini, promotor musik besar di AS, Live Nation, lantas membuka platform penggalangan dana untuk para kru konser dengan target mencapai US$10 juta atau setara Rp167,2 miliar. Sederet musisi besar lantas berbondong menyalurkan sumbangan melalui kanal Live Nation, termasuk Metallica.

Inggris

Sebagai salah satu nadi industri musik dunia, Inggris sudah metabolisme yang kuat. Pemerintah setempat sendiri sadar betul betapa besar peran bisnis musik kecil dalam membentuk industri di Inggris secara keseluruhan.

Tak lama setelah wabah virus corona melanda, tepatnya pada awal Maret, pemerintah Inggris langsung meluncurkan paket bantuan dalam bentuk pembebasan tarif untuk semua perusahaan di sektor hiburan kecil, ditambah kucuran dana hingga 25 ribu pound sterling.

Namun, Music Venue Trust sebagai yayasan, yang berfokus pada penggalangan dana untuk donasi bagi pelaku industri musik kecil Inggris, menganggap bantuan pemerintah ini belum cukup.

CEO Music Venue Trust, Mark David, mengatakan bahwa dampak penyebaran virus corona begitu laten karena mengancam kematian 5.000 pekerjaan, 100 ribu konser, 300 ribu acara musik lain, dan 1 juta lapangan kerja temporer di sela pergelaran setara.

“Pemerintah sudah berbuat banyak dan kami tidak akan menuntut mereka lagi. Kami sadar ada krisis besar di sini bagi semua orang dan kemungkinan kami mendapatkan dana tambahan dari pemerintah untuk menutup lubang itu nyaris nol,” ucap David kepada NME.

*Titik Nadir Musik Kecil Inggris, AS, dan Korea Kala Pandemi*Ilustrasi. (Pixabay/jorgejimenez)

Ia lantas meminta tolong agar para pelaku industri musik besar menyuntikkan dana sekitar 1 juta pound sterling atau setara Rp20,1 miliar agar mereka dapat menarik napas di tengah kesesakan krisis ini.

“Jika kami kehilangan 550 tempat acara musik kecil, industri musik di Inggris akan benar-benar hancur selama sepuluh tahun ke depan,” tutur David.

Tak lama setelah keluh kesah David terekspos media, sejumlah artis, serta pelaku industri dan perusahaan besar langsung menggelontorkan dana bantuan untuk industri kecil di Inggris, termasuk Spotify.

Perusahaan streaming tersebut menyalurkan bantuan lebih dari 5 juta pound sterling ke dua badan yang menggalakkan penggalangan dana khusus untuk musisi saat corona, Help Musicians dan MusicCares.

Meski demikian, Music Venue Trust menganggap bantuan tersebut masih tidak cukup karena musisi kecil masih harus putar otak untuk membangun kembali industri pasca-corona.

Korea Selatan

Di tengah gelombang besar K-pop, industri musik independen di Korsel terus beriak di berbagai penjuru, salah satunya Hongdae.

Kala perusahaan musik besar masih bisa bernapas, bahkan musisinya terus memproduksi album, label-label dan kelab musik independen di Hongdae terancam mati terimpit dampak penutupan tempat untuk mencegah penyebaran virus corona.

Merujuk pada data Asosiasi Industri Label Rekaman Korea (LIAK), terhitung hingga 14 April lalu, total 114 acara musik di Hongdae batal dengan perkiraan kerugian mencapai 860 juta won atau setara Rp10,8 miliar.

“Profit kami benar-benar nol,” ujar Han Jeong-wook, pemilik salah satu kelab musik independen di Hongdae, Club Rolling Stones, kepada The Korea Herald.

Saat kantong kosong, mereka masih harus memikirkan biaya pajak. Mereka juga tak bisa mendapatkan keringanan pemerintah karena bisnis kelab-kelab kecil seperti ini tak masuk kriteria bantuan sektor kebudayaan.

Untuk mendaftarkan kelabnya sebagai kandidat penerima bantuan finansial pemerintah, satu perusahaan harus mendapatkan “lisensi kelab musik”.

“Semua kelab di Hongdae tak terdaftar sebagai tempat acara musik, tapi sebagai restoran atau tempat yang disewakan karena untuk mendapatkan lisensi, kami butuh uang banyak untuk pembiayaan pencegahan kebakaran dan perubahan struktur,” ucap Han Jeong-wook.

*Titik Nadir Musik Kecil Inggris, AS, dan Korea Kala Pandemi*Ilustrasi. (AFP Photo/Ed Jones)

Yayasan Seni dan Budaya Seoul sendiri sebenarnya sudah mengumumkan serangkaian rencana untuk membantu industri kecil. Namun, mereka tak begitu bisa menyentuh lapisan bawah industri musik, seperti musisi-musisi independen di Hongdae.

“Kami tak mendapatkan bantuan finansial apa pun. Kami mau, tapi sepertinya sangat jauh dari jangkauan. Kami tahu ada beberapa bantuan finansial, tapi kami tak melihat ada artis yang kami tahu kini mendapatkannya,” ujar Enna, vokalis band independen, Fishingirls.

Para musisi independen ini lantas beralih ke media sosial, bergerak semampunya untuk menjual musik dan sisa merchandise.

Di tengah kepanikan ini, LIAK berencana mengadakan delapan konser virtual pada April ini. Mereka juga sedang bernegosiasi dengan Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata agar dapat menyediakan perkakas untuk konser virtual musisi independen ke depannya.

“Kami sudah meminta kementerian untuk meninjau rencana konser kami ini. Pemerintah harus mengetahui opini dari para seniman di lapangan dan memberikan bantuan yang lebih beragam,” kata Kepala LIAK, Shun Jong-gil.

 

Sumber : cnnindonesia.com

LEAVE A REPLY