Undang-Undang Cipta Kerja Permudah Sertifikasi Halal Bagi Pelaku UMKM

0

pelita.online – Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. Ada sejumlah pasal yang terkait penyelenggaraan jaminan produk halal (JPH) yang telah memberikan banyak implikasi positif. . Hal tersebut di sampaikan Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham saat menjadi pembicara dalam workshop yang digelar Satuan Tugas (Satgas) UUCK, “Peran dan Manfaat Undang-Undang Cipta Kerja Bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK)” di Banda Aceh, Rabu 27 September 2023.

“UU Cipta Kerja telah memberikan implikasi positif, seperti antaranya percepatan layanan sertifikasi halal, murahnya biaya pembuatan sertifikasi halal, fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal bagi UMK, penataan kewenangan, kepastian hukum, dan mendorong pengembangan ekosistem halal di Indonesia,” tegas Aqil Irham.

Aqil melanjutkan bahwa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam pasal-pasal yang diubah, terdapat pasal yang mewajibkan pelaku usaha mikro dan kecil untuk memiliki sertifikat halal bagi produk olahannya.

Misalnya saja dalam Pasal 4A UUCK disebutkan bahwa “Untuk pelaku Usaha Mikro, dan Kecil, kewajiban bersertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 didasarkan atas pernyataan pelaku UMK.”

Aqil menjelaskan bahwa ada dua skema yang disiapkan yaitu skema regular dan skema self declare, dua skema tersebut pun berbeda dalam hal biaya Untuk regular yang awalnya Rp 3 juta diturunkan menjadi Rp 650 ribu. Untuk self declare, dari Rp 3 juta menjadi Rp 300 ribu.

“Ini adalah kebijakan yang kontroversi pada saat itu karena ditolak oleh semua lembaga pemeriksa halal, karena begitu murah, bagaimana kita melakukan audit di lapangan kalau biayanya murah.” ujar Aqil.

Kemudian di tahun 2022, skema self declare kembali mengalami perubahan biaya. Dari Rp 300 ribu diturunkan lagi menjadi Rp 230 ribu. “Hal itu kita lakukan sebagai upaya keberpihakan kita kepada pelaku usaha supaya mereka mendapatkan perizinan sertifikasi halal secara gratis.”

Grastis yang dimaksud dikarenakan BPJPH menanggung biaya pembuatan sertifikat melalui anggaran yang diperolehnya. Adapun yang ditanggung untuk 1 juta pelaku UMK.  “Alhamdulillah melalui anggaran BPJPH di tahun 2023 kita memfasilitasi 1 juta pelaku UMK gratis. Dan alhamdulillah lagi Agustus itu sudah habis kuota 1 juta ini, malah sekarang sudah melampaui 1 juta 300 pendaftar.”

BPJPH pun meminta tolong dengan kementerian dan lembaga, serta BUMN memberikan anggaran untuk membantu UMK. “Kami baru saja berkoordinasi dengan Kemendagri untuk memasukkan kualifikasi dan nomenklatur sertifikat halal di dalam pedoman APBD 2024. Supaya nanti di APBD-nya bisa seragam. Semua dinas/pemda bisa menyiapkan anggaran untuk membantu UMK.”

UUCK merupakan salah satu upaya untuk membantu pelaku usaha. UUCK, lanjut dia, salah satu bentuk intervensi sekaligus juga sebagai proteksi. Proteksi dalam tanda petik pemberdayaan kepada pelaku usaha agar pelaku usaha bisa mendapatkan perizinan dengan muda. “Dalam hal ini sertifikasi halal sehingga nanti usahanya bisa memiliki nilai tambah dan daya saing. Syukur-syukur bisa ekspor produk halal Aceh ke luar negeri.”

Halal dianggap isu agama

Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham sebelumnya telah menemui Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh dan beberapa rektor di Aceh untuk mensosialisasikan UUCK. Berdasarkan UUCK, Aceh memiliki keunikan tertentu.

“Misalnya yang terbaru ini MPU Aceh memiliki kewenangan untuk melakukan sidang fatwa halal. Tidak lagi oleh MUI. Jadi nanti kalau hasil LPH, pemeriksaan uji, dan pemeriksaan produk halal itu nanti difatwa oleh MPU, setelah keluar ketetapan halal oleh MPU, baru BPJPH mengeluarkan sertifikat halal,” kata dia.

Setelah berdiskusi, mereka pun menemukan tantangan yang dimiliki Aceh yaitu masih menganggap halal itu menjadi isu agama. “Sehingga pelaku usaha itu belum ada hasrat yang besar untuk mendaftarkan sertifikat halal, karena mereka menganggap makanan yang di Aceh ini sudah halal. Ngapain di halalin lagi.”

Tidak demikian dengan beberapa negara seperti Tiongkok, Korea Selatan dan Jepang, mereka serius mengurus sertifikat halal, karena melihatnya bukan sebagai persoalan agama, namun bisnis semata. Apalagi pada tahun 2024 semua makanan yang masuk ke Indonesia harus ada sertifikasi halal.

“Sekitar 45 negara yang mayoritas negara sekuler, agnostic, atheis, nggak ada urusannya dengan agama, tapi untuk urusan sertifikat halal mereka serius, karena mereka menganggap ini bukan persoalan agama. Tapi soal bisnis, soal marketing, pangsa pasar, pasar Indonesia begitu menggiurkan. Sehingga mereka berusaha untuk memenuhi persyaratan apapun. Sehingga mereka betul-betul antusias.” kata Aqil.

Adapun Workshop kali ini selain menghadirkan Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, juga hadir  Wakil Ketua III Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja Raden Pardede secara daring untuk memberikan arahan, Ketua Pokja Strategi Sosialisasi Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi Undang-Undang Cipta Kerja, Bidang Kewirausahaan, Kemenkop & UKM yang diwakili Sekretaris Deputi, Bastian, Kadis Koperasi UKM dan Perdagangan Kota Banda Aceh M Nurdin, serta perwakilan dari Dit Deregulasi PM Kemenives/BKPM Rizki. Workshop ini diikuti 130 peserta para pelaku UMKM dan koperasi di Kota Banda Aceh.

sumber : tempo.co

LEAVE A REPLY